Author: Ambar Tri Astuti
Genre ff: Romance | Sad | Angst
Cast ff: Kim Junmyeon (Suho EXO) | Jung Eunji (from A Pink)
Leght FF: Oneshoot
Other Cast ff: Ayah Junmyeon, Kim Suho (Anak Eunji & Junmyeon)
Rating ff: PG 14
~Happy Reading~
Eunji POV
Tak semua orang bisa merasakan cinta termasuk diriku.
Entah masih ada atau tidak orang bernasib sama denganku. Terpisah
karena sebuah uang. Apa cinta bisa dibeli menggunakan uang ? Mungkin
bisa untuk keluarga Junmyeon. Apapun yang ada didunia ini pasti dia
mampu membelinya, hanya saja barang yang dibelinya adalah yang
berkualitas. Berkualitas tak sepertiku. Gadis yang hanya bekerja
disebuah kedai kecil di Hongdae, gadis yang mempunyai keterbelakangan
ekonomi, dan gadis yang tidak mempunyai keluarga utuh sepertiku.
Aku sadar mungkin Junmyeon bukan jodohku—Atau memang bukan jodohku—.
Kami bisa diartikan seperti “Langit dan Bumi yang tak akan menyatu
hingga kiamat nanti” dan “Bebek jelek tak mungkin menjadi angsa yang
cantik”, mungkin itu sangat tepat untukku. Jalan keluar untukku mungkin
melupakannya, atau lebih tepat pergi dari kehidupannya dan menghilang
dari hadapannya.
Junmyeon sangat mencintaiku, begitupun aku.
Namun keluarga Junmyeon yang sangat tidak senang melihat anaknya
mencintai gelandangan sepertiku. Keluarganya selalu berusaha menjauhiku
darinya. Hingga orang tua nya pun menghampiri rumahku hanya karena ingin
aku pergi dari Seoul dan menghilang dari kehidupan Junmyeon. Hatiku
seperti dibanting dari atas tower dan jatuh dibatu-batu besar lalu pecah
berkeping-keping hingga tidak terukur 1 senti pun.
“Aku mohon
padamu, sebentar lagi akan ada pewarisan perusahaan. Dan Junmyeon akan
melaksanakan itu. Mungkin ini memang berat untuknya, apalagi umurnya
masih 21 tahun. Sangat sulit untuknya mengelola perusahaan besar seperti
kami. Jadi aku mohon, jangan mengganggu konsentrasinya.” Jelas ayah
Jumnyeon panjang lebar kepadaku.
“Tapi aku sudah putus dengannya. Junmyeon sudah tidak ada urusannya lagi denganku.” Jawabku susah payah menahan tangis.
“Namun Jumyeon masih mencintaimu!” Aku tersentak karena ayah Junmyeon
membentakku seperti itu. Jika Junmyeon masih mencintaiku lalu kenapa dia
harus menyalahiku. Tubuhku seketika bergetar, sungguh air mata ini
seakan mendorongku dan memaksaku untuk keluar.
“Maaf.. Kau
harus pindah dari Seoul. Aku akan mencarikan tempat yang tepat untukmu.
Aku juga akan menjamin hidupmu. Kau tidak perlu susah payah bekerja, kau
tinggal menikmati hidupmu ditempat yang baru nanti.” Lagi-lagi hatiku
terguncang, entah benda apa yang menghantamnya hingga badanku membeku
karenanya. Aku berusaha untuk menahan air mataku agar tidak keluar untuk
saat ini, apalagi orang yang ada dihadapannya adalah ayah Junmyeon. Aku
mohon, sebentar saja air mata ini jangan menetes. Aku hanya diam. Aku
dilema. Aku harus apa ?
“Berpikirlah, ini demi Junmyeon. Aku
tau kau sangat mencintainya. Kau pasti sangat ingin melihat orang yang
kau cintai bahagia, iya kan ? Perusahaan itu aku bangun bukanlah mudah,
jika Junmyeon gagal mengelola perusahaanku hanya karenamu itu sangat
konyol!” Tegas ayah Junmyeon lagi.
Aku harap ini hanya mimpi
buruk, atau malah paling buruk untukku. Aku ingin bangun dari mimpiku,
aku ingin keluar dari mimpi ini! Aku memejamkan mataku, berusaha
menenangkan hatiku yang sangat terpukul karena kata-kata ayah Junmyeon
yang memintaku meninggalkan orang yang telah menemaniku selama 3
tahun—Junmyeon. Kali ini aku membiarkan butiran tak berwarna itu—Air
mata—menetes satu demi satu ke pipi putihku.
“Eunji-ah, aku mohon. Ini demi kebaikan Junmyeon, aku mohon.”
Belum selesai aku menenangkan hatiku, kata-kata dari mulut pedasnya
terlontar lagi. Aku tau itu memang untuk kebaikan Junmyeon, tapi apakah
itu berlaku untuk kebaikanku juga ? Sudah cukup, sudah cukup! Aku selalu
berusaha kuat walau Junmyeon tak menemuiku selama berbulan-bulan, aku
juga selalu berusaha tegar saat melihat Junmyeon sedang berada disebuah
acara TV atau lainnya bersama gadis-gadis yang tentu saja lebih cantik
dan lebih kaya dariku, itu sudah cukup untukku. Kenapa kali ini harus
lebih menyakitkan ? Apa ini resiko aku mencintainya ?
Baiklah
Jung Eunji, ini memang untuk kebahagiaan Junmyeon. Ini bukan salahnya
atau salah ayahnya, tapi salahmu karena telah mencintainya. Telah
mencintainya dan memberi hatimu padanya, itu kesalahanmu. Aku memang
harus enyah dari hadapannya atau lebih jelas hidupnya. Aku mengangkat
wajahku dan menatap ayah Junmyeon yang kini tengah menunggu jawaban
dariku. Aku menarik napas dalam-dalam. “Baiklah, aku mau. Tapi setelah
ini jangan bawa aku dalam masalah Junmyeon lagi. Kau boleh memindahkanku
kemana saja, tapi jangan keluar negeri. Karena hanya disini aku bisa
hidup.”
Samar-samar ia menarik ujung bibirnya—karena bahagia
aku mengabulkan permintaannya. “Baiklah, aku memberimu waktu 2 hari
untuk tinggal disini. Suruhanku akan kubawa kesini lusa dan membawa ke
tempat tinggal barumu nanti. Dan aku mohon padamu agar kau tidak pergi
jika aku datang nanti. Atau sesuatu yang buruk akan terjadi padamu.”
Ancaman ayah Junmyeon itu semakin mengatup hatiku untuk berurusan lagi
dengan Junmyeon. Aku sudah menduga ini pasti akan terjadi padaku sejak
aku baru pertama kali mencintainya.
“Apa aku boleh bertemu
Junmyeon ?...” Mungkin ini terdengar konyol, keputusanku untuk pindah
dari Seoul hanya karenanya. Entah kata-kata pedas apa lagi yang akan
dilontarkan ayah Junmyeon lagi, tapi telingaku sudah siap untuk menerima
cacian itu.
Tak ada respon.
“Aku mohon.” Semoga
perkataanku kali ini bisa membujuk hatinya. Akhirnya ia mengangkat
kepalanya dan menatapku. Dia memberi ekspresi yang sulit diartikan
kepadaku—Entah ini adalah ekspresi menerima atau tidak.
“Hanya
kali ini…” Ucapnya parau, lalu kembali melanjutkan kata-katanya lagi.
“Seterusnya kau tidak boleh menemuinya. Itu hanya membuat Junmyeon
semakin mencintaimu. Dan kau tidak boleh bilang padanya kalau kau akan
pindah dari sini. Atau ancamanku tadi akan benar-benar terjadi padamu.”
Akhirnya… Akhirnya sebuah keberuntungan berpihak padaku, walau aku tau
ini akan sangat menyakitkan setelahnya. Tapi setidaknya dia harus
mengingatku bahwa aku wanita yang telah mencuri hatinya dan mengisi
hatinya selama 3 tahun dalam hidupnya. Terima kasih Tuhan…
***
Aku harus bangun pagi dari biasanya karena harus menyiapkan sesuatu
yang special untuk namja tercintaku sekaligus mantan terindah dalam
hidupku, Kim Junmyeon.
Sebuah bulgogi kini tengah ku tuangkan
ke tempat makan berwarna blue sky, dan sebotol susu coklat untukknya.
Selesai. Kini kedua nutrisi berharga itu telah aku masukan ke dalam tas
kecil berhias gambar-gambar lucu disekitarnya. Siap!
Aku
menyusuri trotoar kota Gangnam menuju gedung tempat Junmyeon bekerja,
dan tentu saja senyuman yang selalu menghiasi wajahku. Yaa… Walau aku
tau ini mungkin menjadi pertemuan terakhirku dengannya, tapi aku yakin
kami masih bisa bertemu entah kapan selama aku dan Junmyeon masih hidup
didunia.
Tak selang beberapa lama akhirnya aku sampai. Gedung
berlantai hampir 100 atau lebih, orang-orang yang berlalu-lalang keluar
masuk dari gedung, mobil-mobil mewah yang keluar masuk gedung ini juga,
ini semua adalah milik Junmyeon. Lelaki berumur 23 tahun ini menurutku
adalah orang paling beruntung sedunia. Umur yang masih dibilang sangat
dini untuk memegang sebuah perusahaan yang telah mempunya cabang-cabang
merata diseluruh Korea hingga luar Korea mungkin mustahil dipikiran
orang-orang sebayanya—Termasuk aku. Masa mudanya masih luas, mungkin
seharusnya Junmyeon kini tengah merasakan indahnya masa mudanya bersama
teman-teman sepergaulannya, merasakan jatuh cinta—walau bukan denganku,
aku terima—, merasakah bagaimana indahnya saat muda bisa mengelilingi
Korea tanpa ditemani Bodyguard-bodyguardnya. Aku rasa Junmyeon patut
merasakan itu. Mungkin ini adalah takdirnya. Tak ada seorangpun yang
bisa menolak takdir. Begitupun takdirku, takdir dimana cerita cintaku
harus kandas karena harta.
“Agasshi, apa tuan Kim Junmyeon ada ?” Tanyaku saat telah berada dipusat informasi.
“Ia sedang pergi sekarang. Mungkin sebentar lagi ia akan kembali. Apa
anda ada perlu dengan tuan Kim ?” Tanya salah satu staff yang berada
disana.
“Oh, aku temannya Junmyeon. Tidak, aku hanya ingin
menitipkan ini padanya.” Aku meletakkan tas kecil yang telah kusiapkan
untuknya kepada staff itu. “Tolong berikan dia jika sudah datang. Terima
kasih.” Ucapku lalu pergi meninggalkan gedung ini.
Tugasku
selesai. Mungkin aku memang tidak diperbolehkan bertemu dengannya. Ya,
aku memang tak boleh bertemu dengannya. Itu hanya akan membuat rasa
sakit dihatiku dengannya jika aku merindukannya suatu saat nanti. Kini
aku harus memulai hidup baru tanpanya. Harus!
Tujuanku kini
mengunjungi tempat-tempat terindah yang pernah ku datangi bersamanya.
Namsan Tower, Mall Lotte World, Toko-toko yang berada di Cheondamdong,
sungai Han, aku harus pergi kesana. Entah kapan aku bisa pergi ke sana
lagi jika aku sudah pindah nanti.
Semua tempat kini aku sudah
datangi, tinggal sungai Han saja yang belum. Sungai ini, sungai yang
telah mempertemukanku dengannya. Pertemuan singkat itu telah membawaku
kedekapannya. Mungkin jika dia tidak datang dan menarikku saat aku ingin
loncat ke sungai, kini aku telah tiada didunia. Namun ia datang. Ia
menarikku, ia menggenggam tanganku, dan memelukku. Ia pahlawan bagiku.
Dreettt Dreett!!
Telpon. Apa dia menelponku ? Aku meraih handphone touch screenku yang
berada ditas. Benar! Kim Junmyeon. Nama itu yang kini tertera
dihandphoneku, dia menelponku.
“Yeobosseo.” Ucapku saat telponnya telah tersambung.
“Eunji-ah! Kenapa kau tidak beritahu kalau kau kesini eoh ? Tadi aku
hanya datang ke acara makan siang saja bersama teman-teman ayahku, jika
tau kau datang aku pasti langsung kembali.” Sambarnya saat suaraku telah
terdengar ditelinganya. Mungkin dia sedang jengkel karenaku. Aku rasa
kini ia sedang mengerucutkan bibirnya karena aku tidak menunggunya
kembali.
“Aniyo, tadi aku hanya lewat saja. Tadinya aku
berniat memberikannya kepadamu nanti malam, tapiku rasa kau akan sibuk.
Jadi aku memberikannya sekarang.” Jawabku. Dia berdecak.
“Napeun. Padahal aku ingin kau yang menyuapkannya. Apa kau ada dirumah ?
Biar aku datang kerumahmu, aku sedang tidak ada pekerjaan sekarang. Eoh
?”
Jangan! Kau tidak boleh datang Junmyeon-ssi. Tidak boleh!
Aku takut kau akan sakit jika mendapatiku sudah pindah dari rumah dan
menghilang dari hadapanmu. Aku takut.
“Andwe! Kau tidak boleh
datang kerumahku.” Sungguh, aku tidak berniat membentaknya. Entah kenapa
nadaku menjadi tinggi padahal aku tidak berniat mengatakannya.
“Wae ?”
“Andwe, andwe. Kau tidak perlu datang. Aku sedang tidak ada dirumah.
Kapan-kapan saja kau datang kerumahku. Ne ?” Aku berusaha menetralkan
perasaanku yang kini tengah memuncak. Aku hanya tidak ingin ia merasakan
sakit hati yang sama sepertiku. Aku takut.
“Oh, Baiklah.”
“Junmyeon-ah.” Dengan nada yang selembut mungkin aku memanggil namanya.
Entah kapan lagi aku bisa memanggilnya seperti ini dengannya.
“Ne ?”
“Gomawo…” Aku tidak tau mengapa mataku tiba-tiba memanas dan
mengeluarkan cairan bening lalu menumpuk dipelupuk mataku. Dan suaraku
menjadi parau karena berusaha menahan tangisanku. “Gomawo, kau telah mau
menjadi pangeranku. Terima kasih untuk 3 tahun bersamaku… Terima
kasih.” Aku membiarkan setetes demi setetes air mataku jatuh, membiarkan
rasa sakit itu menyayat hatiku, aku membiarkannya. “Jaga dirimu eoh.
Aku akan merindukanmu… Kim Junmyeon.”Ucapku lagi. Hanya itu. Hanya itu
yang ingin aku ucapkan padanya. Hanya itu, tak ada lagi.
“Eunji-ah, wae ? Apa ada masalah ?”
“Ani, aku hanya merindukanmu saja karena seminggu ini kita tidak
bertemu. Maafkan aku jika nanti aku tidak bisa menemuimu, aku akan pergi
liburan sebentar bersama temanku. Tapi aku akan berusaha…” Sekuat
tenaga aku menahan isakanku. “…menghubungimu. Aku akan berusaha.” Kenapa
harus sesakit ini ? Kenapa ?
“Junmyeon-ah, sudah ya. Aku sedang diperjalanan, nanti aku telpon lagi ne ?” Ujarku.
“Baiklah, jaga dirimu juga ya. Aku juga akan merindukanmu. Saranghae, Jung Eunji.”
Aku mohon jangan katakana itu padaku. Kau tidak tau jika kau mengatakan
itu kau sama saja meremukkan hatiku Kim Junmyeon. “Nado, saranghae… Kim
Junmyeon. Aku tutup telponnya. “
Sudah cukup, sudah cukup aku
menahan tangisan ini. Sudah cukup aku menahan rasa sakit ini. Aku
menjatuhkan tubuhku diatas rerumputan hijau yang tumbuh kokoh tak
sepertiku—Rapuh. Aku sudah lelah dengan ini semua, semua yang
menyangkutnya—Junmyeon. Jaga dirimu Kim Junmyeon. Aku akan merindukanmu.
Saranghae…
***
Junmyeon POV
Sudah 1 minggu
sejak ia menelponku waktu itu, Eunji tidak pernah memberi kabarnya lagi
padaku. Dia bilang dia sedang liburan. Tapi kemana ? Dengan siapa ?
Berapa lama ? Dia tidak memberitahu itu padaku. Aku sangat
mengkhawatirkannya. Aku harap dia baik-baik saja sekarang.
2 minggu…
3 minggu…
Sebulan sudah ia tidak menampakan dirinya atau memberi kabar tentang
dirinya kepadaku. Kenapa dia ? Sebetulnya apa yang ia lakukan 1 bulan
ini ? Apa dia marah padaku karena jarang meluangkan waktuku bersamanya.
Ahh, aku tau Eunji seperti apa. Dia adalah wanita yang sangat sabar. Dia
pasti akan menungguku walau berbulan-bulan lamanya. Baiklah, mungkin
hanya ini jalan keluarku. Menelpon sahabatnya—Kim Taeyeon.
“Yeoboseo, Taeyeon-ah. Ini aku Kim Junmyeon.” Ucapku saat telponku telah tersambung dengannya.
“Eoh, Kim Junmyeon. Tumben kau menelponku. Wae ?”
“Apa kau bersama Eunji sekarang ?”
“Eunji ? Entah, dia sudah lama tidak memberitahu kabarnya setelah pindah rumah.”
“Kau tidak sedang bercandakan ?” Sungguh aku tidak percaya dengan
kata-kata Taeyeon barusan. Pindah rumah ? Kapan ? Kenapa dia tidak
memberitauku ?
“Apa dia tidak memberitaumu ?” Tanyanya.
“Tidak.”
“Benarkah ? Kalau tidak salah 1 bulan lalu dia datang kerumahku untuk
berpamitan. Ia bilang ia ingin pindah, tapi ia tidak bilang pindah
kemana. Nomor hp nya juga mati, jadi aku tidak bisa menghubunginya. Apa
dia tidak menghubungimu ?”
Ada apa dengan Eunji sebenarnya ? Mengapa ia tiba-tiba pindah rumah ? Ia juga tidak memberitauku. Kenapa ? Apa ini karenaku ?
“Ani. Dia bilang padaku ia akan liburan bersama temannya. Aku kira itu kau.”
“Berlibur ? Untuk mengistirahatkan badannya saja sangat sulit untuk Eunji. Heh, ada-ada saja kau.”
Apa lagi ini ? Ia membohongiku bahwa ia berlibur ? Sungguh, Eunji tidak
pernah melakukan ini sebelumnya. Malah ia tidak pernah sama sekali
membohongiku, walau hal kecil sekalipun. Apa yang terjadi pada Eunji
sebetulnya ?
“Junmyeon-ah.”
Karena pikiranku terlalu fokus tentang Eunji, aku sampai lupa kalau aku sedang menelpon Taeyeon.
“Ne ? Oh, baiklah. Terima kasih Taeyeon.”
Aku langsung menutup telponnya dan kembali fokus tentang Jung Eunji.
Kemana dia pergi ? Kenapa ia tidak memberitauku ? Kenapa ? Apa dia marah
padaku ? Atau jangan-jangan ini karena ayah ? Mungkin saja. Ayah sangat
menentang hubunganku dengan Eunji, kalau bukan karena Eunji miskin. Aku
selalu berusaha meyakinkan ayah kalau Eunji adalah wanita terbaik
untukku. Tapi tetap saja, ia menentang.
“Abbeoji !” Kebetulan
sekali, ayahku sedang lewat tak jauh dari kamarku. Aku langsung
menghampirinya. Entah sejak kapan tatapan menyeramkan itu tercipta dari
raut wajahnya. Padahal aku belum melontarkan pertanyaanku kepadanya.
“Jangan tanyakan soal Eunji kepadaku.” Benar! Aku belum tanya pun ayahku sudah tau kalau aku ingin menanyakan tentangnya.
“Wae ? Apa ayah takut aku menanyakan keberadaan Eunji sekarang ? Eoh ?”
Aku semakin memojokkan ayahku. Aku tau pasti ini perbuatannya. Ia sudah
beberapa kali mengancamku akhir-akhir ini untuk menjauhi Eunji karena
sebentar lagi ayah akan mewariskan perusahaannya padaku. Sebetulnya aku
sangat tidak mau, namun apa daya. Ayahku selalu menggunakan Eunji
sebagai ancamannya.
“Ya! Kim Junmyeon, kau seharusnya sadar.
Aku ini telah memberikan hidup terbaik untukmu. Kau ingin membeli apa
saja bisa karenaku, kau bisa hidup mewah ini karenaku, untuk membalas
budi saja kau tidak bisa ? Anak seperti apa kau sebetulnya hah !”
“Eoh, ayah tidak ikhlas menjadi ayah bagiku hah ?! Ayah tidak perlu
membawaku kekeluargamu seharusnya! Aku sudah menduga hidup dengan ayah
hanya mendapat tekanan tak lain karena harta. Aku menyesal mempunyai
ayah sepertimu.”
PLAKK!!
Tamparan itu mendarat tepat
dipipi putihku hingga ujung bibirku berdarah. Benar dugaanku, ini pasti
akan terjadi jika aku bertanya tentang Eunji padanya. Aku tak pernah mau
mempunyai ayah sepertinya. Semenjak ibu meninggal aku selalu dikekang
untuk melakukan ini-itu tentang perusahaan. Aku sangat bosan melihat
dokumen-dokumen yang menumpuk dimeja kerjaku, dan ribuan panggilan
selalu masuk setiap detiknya ditelpon kerjaku. Sungguh aku sangat bosan!
“Kau akan menyesal Kim Junmyeon.” Ancaman itu lagi-lagi
terlontar dari mulut tebalnya. Telingaku sudah kebal mendengar
ancaman-ancaman itu, walau dalam lubuk hatiku aku sangat takut itu
terjadi apalagi berhubungan dengan Eunji.
Segala cara aku
telah coba untuk menemukannya. Melacak nomor hpnya, menghubungi polisi,
membayar beberapa pesuruh untuk mencarinya disudut-sudut kota terpencil
di Korea, sisanya akulah yang mencarinya. Namun sudah hampir 2 minggu
aku mencarinya sama sekali tidak ada petunjuk tentangnya. Apa yang harus
ku lakukan sekarang ? Kau dimana Jung Eunji ? Aku merindukanmu. Aku
sangat merindukanmu.
Aku sengaja memberhentikan mobilku ditepi
pantai yang kini tengah ku lalui. Aku ingin mengistirahatkan pikiranku.
Aku lelah menghadapi ini. Mungkin kebanyakan orang menjadi orang kaya
itu menyenangkan. Tapi tidak untukku. Aku memang mendapat kemewahan,
tapi bukan kemewahan dalam urusan batin. Aku selalu mendapat tekanan
ini-itu, apalagi soal perusahaan. Pergaulanku selalu dibatasi, aku tidak
boleh berteman dengan orang yang tidak sebaya denganku—Miskin—oleh
ayah. Dan tentu saja aku tidak boleh sembarang mencintai orang. Namun
Eunji benar-benar telah menyentuh hatiku.
Gadis itu, hidup
dalam penderitaan yang dibilang sangat tidak wajar untuk seorang wanita
berumur 22 tahun seperti dia. Ia harus menghidupi dirinya sendiri dengan
bekerja paruh waktu dibeberapa restoran di Seoul, ia harus hidup
sendiri tanpa ada satu orang keluarga pun yang menemaninya, hanya saja
ia mempunyai seorang teman yang tulus menemaninya—Kim Taeyeon—walau
keadaan apapun padanya.
Aku tak sengaja bertemu dengannya 3
tahun lalu saat aku sedang mengendarai mobil sendirian dan sedang
melewati jembatan sungai Han. Ia sedang memanjat pagar pembatas sambil
menangis mencoba bunuh diri, saat itu aku tidak tau apa niatnya
memanjat. Namun tanpa sadar ia mulai melepaskan satu kaki. Aku langsung
meminggirkan mobilku ke pinggir jalan dan lari menghampirinya lalu
menariknya, dan tanpa sadar aku langsung memeluknya. Ia tadinya
meronta-ronta ingin dilepaskan, namun aku semakin mempererat pelukanku.
Saat itu aku mengira dia adalah gadis paling bodoh sedunia. Seharusnya
ia memanfaatkan hidupnya dengan sangat baik apalagi ku rasa ia adalah
gadis sederhana—Kelihatan dari cara berpakaiannya yang sangat simple—,
ia bisa melakukan apa saja tanpa ada orang yang melarangnya—Tidak
sepertiku yang selalu dihalangi ayah—.
Entah lelah atau syok
ia pingsan. Aku tentu saja langsung membawanya ke mobilku. Karena aku
tidak tau tempat tinggalnya terpaksa aku membawanya ke rumahku. Untung
saja ayah tidak ada, jadi ia tidak akan menghalangiku membawa Eunji ke
kamarku. Setelah sadar ia kembali menangis, aku mencoba menenangkannya
sambil sesekali memeluknya. Aku menjelaskan padanya apa yang terjadi
padanya barusan, ia mengerti. Lalu aku memintanya untuk menjelaskan apa
yang terjadi. Dia menurut. Eunji menceritakan semuanya yang terjadi
padanya.
Saat itulah aku mulai dekat dengannya dan komunikasi
antara kita berdua sangat baik hingga akhirnya kami memutuskan untuk
berpacaran, walau aku tau ini akan sangat sulit jika ayah tau latar
belakang Eunji. Tapi aku tetap mempertahankannya.
Hembusan
angin laut dan deru suara ombak membuat pikiranku semakin tenang,
apalagi kini matahari yang tidak terlalu terik membuatku bisa melihat
seluruh permukaan laut yang tenang. Aku ingin berlama disini sebentar.
Siapa tau ada keajaiban untukku bertemu dengan Eunji disini.
***
Eunji POV
Pekerjaanku dirumah telah selesai. Okeh! Sepertinya aku harus
mengistirahatkan pikiranku sekarang. Akhir-akhir ini banyak sekali orang
yang memesan kue padaku, jadi waktuku hanya dilakukan untuk membuat kue
saja.
Rumahku berada tak jauh dari pantai Gwangju. Ya,
disinilah aku tinggal sekarang. Penduduk yang tidak terlalu padat namun
ramai jika sedang siang hari. Aku sedikit suka tempat ini, walau ada
yang kurang—Teman-temanku dan… Kim Junmyeon—. Aku merasa kehilangan
mereka kini. Ku rasa sudah 1 bulan aku tidak menghubungi mereka, aku
tidak tau apakah mereka sedang mengkhawatirkanku atau tidak sekarang.
Aku harap tidak. Aku ingin membuka lembaran baru disini. Mencoba
menghindar dari ribuan masalah yang selalu datang padaku saat di
Seoul—Terutama tentang Junmyeon—, aku lelah.
Aku berjalan
sedikit jauh dari keramaian penduduk yang berada dilingkungan rumahku.
Mencoba mencari ketenangan ditepi pantai dengan angin laut yang
berhembus sejuk dan membuatku serasa melayang di udara.
Aku
seperti melihat sosok laki-laki yang tidak asing dimataku yang kini
tengah duduk sambil menatap kosong air laut didepannya. Aku makin
mendekatinya. Sepertinya ia mengetahui kedatanganku. Ia menoleh.
DEGG!!
Aku membungkam mulutku. Tak percaya dengan orang yang kini tengah
berada tak jauh dari tempatku berdiri, Kim Junmyeon. Namja ini, namja
yang akhir-akhir ini berusaha aku buang jauh-jauh dari pikiranku. Aku
sedang berusaha untuk melupakannya. Namun… kenapa dia harus muncul
dihadapanku ? Air mataku perlahan keluar dari persembunyiannya dan
mengairi seluruh permukaan mataku hingga berbentuk seperti bulatan putih
bak krystal bening.
Ia langsung berlari menghampiriku. Aku
cepat-cepat melarikan diri agar dia tidak bertemu denganku. Dia tidak
boleh disini, tidak boleh! Dia tidak tau apa yang akan terjadi jika
ayahnya tau bahwa dia telah menemuiku. Aku takut akan terjadi sesuatu
buruk padanya, terutama diriku. Aku berusaha mengerahkan seluruh
tenagaku untuk berlari dan lenyap dari pandangannya. Namun tangan itu
menahanku.
“Jung Eunji!”
Sungguh, aku tidak ingin
melihat wajahnya sekarang. Aku tidak tau tatapan apa yang akan ia
berikan karena aku telah menghilang dari hadapannya secara tiba-tiba,
apalagi tanpa sepengetahuannya. Aku memalingkan wajahku, dan diam-diam
menyeka air mataku yang telah membuat jejak seperti sungai dipipiku.
Kurasa ia geram karena aku tidak menatapnya, ia menarik pundakku agar
menghadapnya. Bahuku semakin bergetar, di ikuti air mata yang sedari
tadi terus mengalir dari pelupuk mataku.
“Kenapa ? KENAPA KAU PERGI HAH ?!!”
Benar dugaanku. Dia pasti marah. Aku sudah menduganya sejak aku baru
pindah kesini. Aku sudah menduga dia pasti akan marah karena aku pergi
darinya. Dia tidak tau apa resiko yang akan terjadi padanya jika ia
menemuiku. Ia tidak tau. Ia tidak tau apa yang terjadi sebenarnya. Ia
tidak tau jika aku pergi bukan karena keinginanku melainkan ayahnya. Ia
tidak tau semua itu.
Ia langsung mendekapku erat. Dia tidak mempedulikan kalau aku tidak bernapas sekalipun, ia tetap memelukku seerat mungkin.
“Aku mohon jangan lakukan ini, kau sama saja menyakitiku Kim Junmyeon.”
Ucapku susah payah karena tenggorokanku yang tercekat menahan tangisku.
Sungguh, aku tidak ingin ini terjadi walaupun sejujurnya aku memang
merindukannya.
“Aku yang seharusnya mengatakan itu. Kenapa kau
pergi tiba-tiba ? Kau membenciku ? Kau marah padaku karena aku kurang
perhatian padamu ? Hah? Aku minta maaf. Aku benar-benar minta maaf jika
aku selalu mengabaikanmu dan mementingkan pekerjaanku, sungguh aku minta
maaf. Tapi kau tidak seharusnya melakukan ini. Kau tidak tau betapa
sulitnya aku menemukanmu. Kau tidak seharusnya melakukan ini Jung Eunji.
Kau sama saja menyakitiku.” Isakan itu semakin menyakitkan ditelingaku.
Aku mohon kau jangan menangis Junmyeon-ah. Aku tidak ingin melihatmu
menangis, kau tidak boleh menangis karenaku. Mianhe, neomu mianhe
Junmyeon-ah, mianhe.
***
Sejak kejadian itu dia selalu
berada disampingku, selalu menggenggam tanganku agar tidak pergi
darinya. Hingga selarut inipun ia masih berada dirumahku. Aku perlahan
menghampirinya, berusaha agar aku tidak mengganggu tidurnya. Ia sedang
tertidur diatas sofa kecilku, tidur sangat lelap hingga deru nafasnya
bisa terdengar ditelingaku.
Aku menatapya lekat, sungguh
lekat. Memerhatikan setiap sudut wajahnya. Dari mata, hidung, dan bibir
tipisnya dengan rinci. Aku takut setelah ini aku akan dipindahkan lagi
entah kemana jika ayah Junmyeon tau jika aku menemuinya, aku takut
benar-benar tidak bisa bertemu dengannya. Buliran bening itu lagi-lagi
menetes. Aku membungkam mulutku menggunakan kedua tanganku, berusaha
agar tidak menciptakan isakan yang membuatnya bangun.
Tolong
tahan sebentar Jung Eunji. Kini orang yang kau rindu-rindukan tengah
tertidur dihadapanmu. Kau tidak seharusnya menangis. Kau tidak
seharusnya memikirkan hal buruk selainnya. Yang harus kau lakukan kini
seharusnya tersenyum, tersenyum karena kau bisa bertemu dengannya. Bukan
menangis karena resiko setelah kau menemuinya sekarang.
Entah sejak kapan ia bangun dan kini tengah menggenggam tanganku erat, seerat pelukannya tadi.
“Kenapa kau menangis eoh ?”
Tidak boleh! Ia tidak boleh mengetahuinya. “Ani, aku hanya terlalu
senang karena aku bisa bertemu lagi.” Aku mencoba tersenyum walau
terpaksa. Berusaha meyakinkan kalau tidak terjadi apa-apa padaku. Ia
langsung mendekapku lagi, namun tidak terlalu erat. Membuatku merasa
nyaman dipelukannya. Sangat nyaman.
“Aku janji setelah ini kita
akan selalu bersama. Aku akan selalu berada disisimu.Aku janji akan
selalu berada didepanmu dan selalu melindungimu. Aku janji.”
Bodoh! Kau tidak seharusnya mengatakan itu. Kau tidak tau apa yang akan
ayahmu lakukan setelah ini. Kau bisa saja tidak bertemu denganku lagi
setelah ini. Kau tidak boleh mengatakan janji itu, aku yakin kau pasti
akan mengingkarinya. Aku sangat yakin itu.
Aku merasa
mengantuk sekarang karena sedari tadi mataku ku biarkan menangis hingga
membengkak seperti ini. Entah sejak kapan kesadaranku hilang dan aku
tertidur dipundaknya. Aku harap dimimpiku kini hanya dia yang ku temui,
Kim Junmyeon.
***
Junmyeon POV
Aku janji akan
selalu bersamamu Jung Eunji. Aku janji akan membalas semua kesalahanku
karena telah membuatmu menunggu.Aku rela meninggalkan hartakun dan
keluargaku demi kau. Lagipula aku sudah lelah hidup dalam tekanan ayah.
Sudah cukup aku menerima cacian darinya karena tidak becus mengurus
perusahaannya. Dia kira aku siapa ? Aku tau aku memang anaknya, tapi
setidaknya dia harus berpikir kalau umurku sangat dini untuk memegang
perusahaan sebesar itu. Sejak ibu meninggal aku sudah menduga ayah akan
melakukan ini, makanya aku selalu berusaha menghindar dari ayah hingga
saat itu aku pernah kabur dari rumah. Namun sayang, aku ketahuan. Sejak
saat itu jika aku pergi aku selalu diantar bodyguard kemana-mana. Jika
bertemu Eunji pun aku selalu diuntit dari jarak jauh, dasar pengganggu!
Aku merasa pelukanku semakin merenggang. Dan, benar saja, kini Eunji
telah tertidur dipundakku. Aku terkekeh. Hehe, kau sangat lucu Jung
Eunji. Aku tak mungkin membangunkannya. Tanpa lama aku langsung
menggendongnya dan membawanya ke kamar. Aku meletakkannya diranjang yang
tidak terlalu besar namun cukup untuk badan mungilnya.
Aku
menatapnya. Dia terlihat lebih cantik jika sedang tertidur. Semua yang
ada padanya sempurna menurutku, sangat sempurna. Aku sangat
mencintainya. Untuk itu, aku mohon kau jangan pergi lagi dariku Jung
Eunji. Kau tidak boleh takut dengan ancaman-ancaman ayah. Aku janji akan
melindungi. Ya, aku janji. Saranghae… Jung Eunji.
***
Author POV
Sinar matahari pagi masuk dari celah jendela kamar Eunji. Cahaya itu
memaksa masuk ke mata Eunji yang membuat ia terbangun dari tidurnya.
Sudah pagi. Ia mengedarkan pandangannya ke sudut-sudut ruangan. Ini
kamarnya. Sejak kapan ia tidur disini. Seingatnya kemarin ia sedang
memeluk Jun… Omo! Ingatannya baru kembali. Ia lupa semalam Junmyeon
sedang memeluknya, dan Eunji rasa ia tertidur karena matanya yang
semakin sayup.
Ia mencari-cari keberadaan Junmyeon. Kemana dia
? Mengapa dia tidak ada disofa atau dikamarnya. Apa dia sudah pulang ?
Eunji mencarinya ke setiap ruangan. Bingo! Akhirnya ia menemukannya.
Namja itu kini tengah memasakan omelet untuk yeoja tercintanya—Jung
Eunji. Sepertinya Junmyeon mengetahui keberadaan Eunji, ia menoleh
kebelakang.
“Eoh ? Kau sudah bangun ? Aku sedang memasakkan
sesuatu untukmu.” Ujarnya saat Eunji tengah tersenyum melihatnya. Ia
lalu melambaikan tangannya agar Eunji mendekatinya, tentu saja Eunji
menurut lalu menghampiri Junmyeon.
“Apa kau pernah memasak sebelumnya ?” Tanya Eunji.
Junmyeon mengangguk. “Tentu saja.”
“Benarkah ? Aku kira orang kaya sepertimu tak pernah menyentuh alat
masak sebelumnya.” Ejek Eunji. Junmyeon mengacak-acak poni Eunji gemas.
“Tentu saja aku bisa, aku rela-rela menyewa guru memasak hanya karena
aku ingin bisa memasak agar jika kita menikah nanti aku tidak akan
merepotkanmu.”
Sedetik kemudian ekspresi Eunji berubah. Bukan
raut wajah senang yang tercipta dari wajahnya, melainkan raut wajah
sedih seakan kata-kata Junmyeon hanya sebuah impian yang tidak akan
tercapai untuknya. “Kau tidak seharusnya mengatakan itu Kim Junmyeon,
kita tidak akan pernah menyatu.” Lirihnya. Junmyeon langsung menoleh kea
rah Eunji dengan tatapan yang sulit diartikan.
“Apa maksudmu ?
Apa kau takut ayah akan memisahkan kita ? Eoh ?...” Nada bicara
Junmyeon makin lama meninggi, “Aku sudah bilang denganmu Eunji, aku akan
selalu bersamamu. Kita akan selalu bersama!”
Eunji baru saja
ingin membuka mulutnya, meyakinkan bahwa mereka memang bukan ditakdirkan
untuk bersama. Namun ia kalah cepat dengan Junmyeon. Junmyeon langsung
menyambar, “Wae ? Apa kau mengira aku tidak akan kembali denganmu hanya
karena hartaku yang tak berguna itu ? Aku akan meninggalkan keluargaku,
aku akan meninggalkan hidup mewahku. Aku lebih baik bersamamu Jung
Eunji. Kau pikir aku tidak lelah mengerjakan ini-itu mengenai
perusahaan, otakku sangat tertekan karena itu Jung Eunji. Hanya kau yang
bisa membuatku tenang, nyaman. Oleh karena itu kau tidak boleh lagi
pergi dariku, tidak boleh!”
Apa lagi ini ? Mengapa
pertemuannya hanya membuat mereka berdebat saja ? Junmyeon tau nada
bicaranya yang bisa dibilang membentak, dan itu membuat Eunji merasa
takut. Namun maksudnya itu hanya ingin Eunji tidak selalu mengatakan
hal-hal yang menyangkut perpisahan apalagi soal perusahaannya dan
ayahnya. Junmyeon sangat membenci itu. Entah sejak kapan air mata Eunji
jatuh, Junmyeon tidak menyadari itu. Namun karena isakan Eunji mulai
terdengar ditelinganya, emosi Junmyeon mereda. Ia kembali mendekapnya.
“Mianhe Jung Eunji… mianhe.” Sungguh, Junmyeon sangat menyesal
membentak Eunji tadi. Beberapa kali ia terus mengucapkan kata maaf pada
Eunji. Ia menyesal, sangat menyesal.
TOK TOK TOKK!!
Mereka berdua langsung melepas pelukannya. Eunji langsung menghapus
jejak air mata yang mengukir dipipinya dan pergi kearah suara—Pintu
rumahnya. Perlahan Eunji membuka pintunya dan…
“Dimana
anakku!” Ayah Junmyeon. Eunji langsung membungkam mulutnya—Terkejut atas
kedatangan ayah Junmyeon. Reflek ia langsung bersujud dihadapan ayah
Junmyeon, “Aku mohon jangan sakiti dia. Bukan dia yang menemuiku, namun
aku yang memintanya.” Eunji berusaha keras membujuk ayah Junmyeon agar
tidak menyalahi Junmyeon. Menurutnya gadis malang sepertinyalah yang
pantas disakiti, bukan orang terhormat seperti Junmyeon. Tubuhnya tak
berhenti bergetar dan matanya yang tak henti-henti mengalirkan buliran
bening—Air mata.
“JUNG EUNJI!” Suara lantang itu datang dari
belakang Eunji, Kim Junmyeon. Namja itu datang untuk membela Eunji,
untuk melindunginya, ia datang untuk menepati janjinya—selalu berada
didepannya dan melindunginya. Ia langsung menarik paksa tangan Eunji dan
tidak menghiraukan ringisan Eunji karena rasa sakit ditangannya. Ia
lalu menyuruh Eunji untuk berdiri dibelakangnya, bersembunyi dari apa
yang terjadi sekarang. Kini biar Junmyeon yang menanganinya.
“Mengapa ayah datang kesini ? Apa ayah khawatir aku akan semakin
mencintainya dan melupakan perusahaan ayah ? Ya, memang benar. Aku
mencintai Eunji, sangat mencintai Eunji, makin mencintai Eunji, dan aku
melupakan perusahaan…” Rasa takut Junmyeon kini ia sembunyikan
sementara, ia tidak tau apa yang akan ayahnya lakukan setelah ini. Tapi
dia janji akan selalu berada disamping Eunji dan melindunginya. Ia lalu
melanjutkan, “Apa hati ayah sakit ? Itulah yang aku rasakan 7 tahun ini.
Ayah tidak tau betapa tertekannya aku karena ayah selalu menyuruhku
ini-itu soal perusahaan. Ayah seharusnya tau umurku belum cukup untuk
memegang perusahaan apalagi sebesar itu!”
PLAKK!!
Tamparan kali ini lebih menyakitkan dari tamparan yang ia rasakan
sebelumnya. Menurutnya ini bukan sebuah tamparan melainkan pukulan.
Giginya patah dan bibirnya mengeluarkan darah segar. Junmyeon kembali
mengangkat kepalanya dan menatap sinis ayahnya. “Ayah puas ? Ayah puas
telah menyakitiku ? Eoh, aku rasa seorang ayah menampar itu hanya sebuah
hal biasa. Apa kali ini ayah akan membunuh Eunji ?...” Eunji berusaha
menenangkan Junmyeon, ia meraih tangannya. Namun Junmyeon menepisnya
kasar.
“Bunuh saja aku! Eunji tidak ada urusannya dengan ayah
apalagi perusahaan. Jangan sangkut pautkan Eunji lagi, ia tidak ada
urusannya lagi dengan ayah. Dan aku, aku tidak ingin menjadi bagian
keluargamu lagi. Aku bukan anakmu lagi, aku tidak ada urusan dengan
perusahaan ayah lagi. Urus saja sendiri perusahaanmu itu, aku sudah
bosan dengan kemewahan yang kau berikan. Aku sudah muak dengan semua
ini. Aku ini manusia, bukan robot yang seenaknya bisa ayah suruh ini-itu
tanpa melakukan hal lain selain mengurusi perusahaan. Aku ini masih
mempunyai hati, aku masih mempunyai perasaan, aku ingin menikmati masa
mudaku, aku ingin merasakan cinta tanpa harus dilarang ini-itu olehmu.
Jadi aku mohon jangan ikut campur urusanku lagi, apalagi masalah Eunji.”
Panjang lebar Junmyeon memperingatkan ayahnya hingga ayahnya dibuat
membeku karena perkataannya.
“Baik, jika itu yang kau mau.
Lakukan sesukamu. Jangan kembali lagi kerumahku, dan jangan sekali-kali
kau meminta bantuanku jika kau sedang ada masalah apalagi soal uang.”
Junmyeon langsung menyambar. “Tidak akan!” Kehabisan kata ayah Junmyeon
tidak membalas perkataan Junmyeon, ia langsung pergi dan menyembunyikan
raut wajah malunya karena dibentak anaknya sendiri.
Junmyeon
menghela napas panjang, sedangkan Eunji yang sedari tadi panik melihat
keadaan didepannya langsung menatap Junmyeon. “Junmyeon-ah,
gw-gweanchana ?” Tangannya mencoba meraih wajah Junmyeon dan memastikan
luka apa saja yang tergores diwajahnya. Dan butiran-butiran krystal—Air
matanya—itu terus membendung dipelupuk matanya. Junmyeon menarik kedua
ujung bibirnya dan membuat sebuah bulan sabit dibibir yang kini telah
berlumuran darah segar. Ia mengangguk pelan.
“Emm, gweanchana.”
Eunji langsung melingkarkan tangannya dipinggang Junmyeon dan memeluk
Junmyeon erat. Ia menyandarkan kepalanya didada Junmyeon, berusaha
mengalirkan kekuatan yang ada ditubuhnya untuk Junmyeon. “Mianhe,
mianhe. Neomu mianhe Kim Junmyeon. Mi-mianhe” Eunji berusaha mengatakan
itu dengan suara seraknya. Ia merasa bersalah karena Junmyeon rela
meninggalkan keluarganya hanya karenanya. Ini kelihatan bodoh baginya.
Mengapa ia rela meninggalkan segalanya hanya demi bersama dengan gadis
pas-pasan sepertinya ? Kenapa ?
“Wae? Kau tidak seharusnya
minta maaf, aku melakukan hal yang benar bukan ? Kau bilang kau ingin
melihatku bahagia, inilah yang membuatku bahagia. Bersama denganmu… Jung
Eunji.” Selembut mungkin Junmyeon mengatakan itu sambil mengusap rambut
hitam Eunji. Senyuman Eunji ikut mengembang, “Gomawo, Kim Junmyeon...
Saranghae.”
“Nado, saranghae Eunji-ah.”
***
Eunji POV
5 Years later
“Eomma, aku lapar !”
Suara lucu itu memanggilku. Ia menghampiriku dengan membawa sekop
mainannya dan menggerutu dihadapanku. “Eomma, aku lapar. Apa eomma sudah
selesai memasak ?”
Aku terkekeh dan mensejajarkan badanku
dengannya. “Emm, eomma sudah selesai. Kau mandi dulu ne, habis itu baru
makan. Nanti eomma suapkan.” Ucapku selembut mungkin. Ia mengangguk
sambil tersenyum lalu pergi meninggalkanku.
Anakku, eoh bukan,
anakku dan Junmyeon, Kim Suho. Pangeran kebanggaanku ini kini berumur 2
tahun. Tubuhnya memang mungil, tapi wajahnya sangat mirip dengan
ayahnya—Junmyeon. Aku tentu saja sangat mencintainya. Apalagi Junmyeon,
dalam sehari ia bisa beberapa kali menciumnya. Junmyeon tidak mau
kamarnya terpisah dari Suho karena ia ingin selalu bersama. Tak ada rasa
cemburu sekali pun dari hatiku walau Junmyeon lebih menyayanginya
daripada diriku, tapi aku yakin cintanya hanya untukku.
Dan
hidup kami berdua telah tenang tanpa ada seorang pengganggu yang selalu
merusak hubungan kami. Junmyeon kini juga sudah mendapat perkejaan yang
mapan sebagai manajer disebuah perusahaan terkenal di Korea. Aku sangat
mencintai mereka berdua, sangat mencintainya. Terima kasih untuk
kenikmatanmu ini Tuhan, Terima kasih…
—End—
Tidak ada komentar:
Posting Komentar