Sabtu, 01 Maret 2014

[Freelance] Just to the Us

Author: Ambar Tri Astuti
Genre ff: Romance | Sad | Angst
Cast ff: Kim Junmyeon (Suho EXO) | Jung Eunji (from A Pink)
Leght FF: Oneshoot
Other Cast ff: Ayah Junmyeon, Kim Suho (Anak Eunji & Junmyeon)
Rating ff: PG 14

~Happy Reading~

 Eunji POV

Tak semua orang bisa merasakan cinta termasuk diriku. Entah masih ada atau tidak orang bernasib sama denganku. Terpisah karena sebuah uang. Apa cinta bisa dibeli menggunakan uang ? Mungkin bisa untuk keluarga Junmyeon. Apapun yang ada didunia ini pasti dia mampu membelinya, hanya saja barang yang dibelinya adalah yang berkualitas. Berkualitas tak sepertiku. Gadis yang hanya bekerja disebuah kedai kecil di Hongdae, gadis yang mempunyai keterbelakangan ekonomi, dan gadis yang tidak mempunyai keluarga utuh sepertiku.

Aku sadar mungkin Junmyeon bukan jodohku—Atau memang bukan jodohku—. Kami bisa diartikan seperti “Langit dan Bumi yang tak akan menyatu hingga kiamat nanti” dan “Bebek jelek tak mungkin menjadi angsa yang cantik”, mungkin itu sangat tepat untukku. Jalan keluar untukku mungkin melupakannya, atau lebih tepat pergi dari kehidupannya dan menghilang dari hadapannya.

Junmyeon sangat mencintaiku, begitupun aku. Namun keluarga Junmyeon yang sangat tidak senang melihat anaknya mencintai gelandangan sepertiku. Keluarganya selalu berusaha menjauhiku darinya. Hingga orang tua nya pun menghampiri rumahku hanya karena ingin aku pergi dari Seoul dan menghilang dari kehidupan Junmyeon. Hatiku seperti dibanting dari atas tower dan jatuh dibatu-batu besar lalu pecah berkeping-keping hingga tidak terukur 1 senti pun.

“Aku mohon padamu, sebentar lagi akan ada pewarisan perusahaan. Dan Junmyeon akan melaksanakan itu. Mungkin ini memang berat untuknya, apalagi umurnya masih 21 tahun. Sangat sulit untuknya mengelola perusahaan besar seperti kami. Jadi aku mohon, jangan mengganggu konsentrasinya.” Jelas ayah Jumnyeon panjang lebar kepadaku.

“Tapi aku sudah putus dengannya. Junmyeon sudah tidak ada urusannya lagi denganku.” Jawabku susah payah menahan tangis.

“Namun Jumyeon masih mencintaimu!” Aku tersentak karena ayah Junmyeon membentakku seperti itu. Jika Junmyeon masih mencintaiku lalu kenapa dia harus menyalahiku. Tubuhku seketika bergetar, sungguh air mata ini seakan mendorongku dan memaksaku untuk keluar.

“Maaf.. Kau harus pindah dari Seoul. Aku akan mencarikan tempat yang tepat untukmu. Aku juga akan menjamin hidupmu. Kau tidak perlu susah payah bekerja, kau tinggal menikmati hidupmu ditempat yang baru nanti.” Lagi-lagi hatiku terguncang, entah benda apa yang menghantamnya hingga badanku membeku karenanya. Aku berusaha untuk menahan air mataku agar tidak keluar untuk saat ini, apalagi orang yang ada dihadapannya adalah ayah Junmyeon. Aku mohon, sebentar saja air mata ini jangan menetes. Aku hanya diam. Aku dilema. Aku harus apa ?

“Berpikirlah, ini demi Junmyeon. Aku tau kau sangat mencintainya. Kau pasti sangat ingin melihat orang yang kau cintai bahagia, iya kan ? Perusahaan itu aku bangun bukanlah mudah, jika Junmyeon gagal mengelola perusahaanku hanya karenamu itu sangat konyol!” Tegas ayah Junmyeon lagi.

Aku harap ini hanya mimpi buruk, atau malah paling buruk untukku. Aku ingin bangun dari mimpiku, aku ingin keluar dari mimpi ini! Aku memejamkan mataku, berusaha menenangkan hatiku yang sangat terpukul karena kata-kata ayah Junmyeon yang memintaku meninggalkan orang yang telah menemaniku selama 3 tahun—Junmyeon. Kali ini aku membiarkan butiran tak berwarna itu—Air mata—menetes satu demi satu ke pipi putihku.

“Eunji-ah, aku mohon. Ini demi kebaikan Junmyeon, aku mohon.”

Belum selesai aku menenangkan hatiku, kata-kata dari mulut pedasnya terlontar lagi. Aku tau itu memang untuk kebaikan Junmyeon, tapi apakah itu berlaku untuk kebaikanku juga ? Sudah cukup, sudah cukup! Aku selalu berusaha kuat walau Junmyeon tak menemuiku selama berbulan-bulan, aku juga selalu berusaha tegar saat melihat Junmyeon sedang berada disebuah acara TV atau lainnya bersama gadis-gadis yang tentu saja lebih cantik dan lebih kaya dariku, itu sudah cukup untukku. Kenapa kali ini harus lebih menyakitkan ? Apa ini resiko aku mencintainya ?

Baiklah Jung Eunji, ini memang untuk kebahagiaan Junmyeon. Ini bukan salahnya atau salah ayahnya, tapi salahmu karena telah mencintainya. Telah mencintainya dan memberi hatimu padanya, itu kesalahanmu. Aku memang harus enyah dari hadapannya atau lebih jelas hidupnya. Aku mengangkat wajahku dan menatap ayah Junmyeon yang kini tengah menunggu jawaban dariku. Aku menarik napas dalam-dalam. “Baiklah, aku mau. Tapi setelah ini jangan bawa aku dalam masalah Junmyeon lagi. Kau boleh memindahkanku kemana saja, tapi jangan keluar negeri. Karena hanya disini aku bisa hidup.”

Samar-samar ia menarik ujung bibirnya—karena bahagia aku mengabulkan permintaannya. “Baiklah, aku memberimu waktu 2 hari untuk tinggal disini. Suruhanku akan kubawa kesini lusa dan membawa ke tempat tinggal barumu nanti. Dan aku mohon padamu agar kau tidak pergi jika aku datang nanti. Atau sesuatu yang buruk akan terjadi padamu.” Ancaman ayah Junmyeon itu semakin mengatup hatiku untuk berurusan lagi dengan Junmyeon. Aku sudah menduga ini pasti akan terjadi padaku sejak aku baru pertama kali mencintainya.

“Apa aku boleh bertemu Junmyeon ?...” Mungkin ini terdengar konyol, keputusanku untuk pindah dari Seoul hanya karenanya. Entah kata-kata pedas apa lagi yang akan dilontarkan ayah Junmyeon lagi, tapi telingaku sudah siap untuk menerima cacian itu.

Tak ada respon.

“Aku mohon.” Semoga perkataanku kali ini bisa membujuk hatinya. Akhirnya ia mengangkat kepalanya dan menatapku. Dia memberi ekspresi yang sulit diartikan kepadaku—Entah ini adalah ekspresi menerima atau tidak.

“Hanya kali ini…” Ucapnya parau, lalu kembali melanjutkan kata-katanya lagi. “Seterusnya kau tidak boleh menemuinya. Itu hanya membuat Junmyeon semakin mencintaimu. Dan kau tidak boleh bilang padanya kalau kau akan pindah dari sini. Atau ancamanku tadi akan benar-benar terjadi padamu.”

Akhirnya… Akhirnya sebuah keberuntungan berpihak padaku, walau aku tau ini akan sangat menyakitkan setelahnya. Tapi setidaknya dia harus mengingatku bahwa aku wanita yang telah mencuri hatinya dan mengisi hatinya selama 3 tahun dalam hidupnya. Terima kasih Tuhan…

***

Aku harus bangun pagi dari biasanya karena harus menyiapkan sesuatu yang special untuk namja tercintaku sekaligus mantan terindah dalam hidupku, Kim Junmyeon.

Sebuah bulgogi kini tengah ku tuangkan ke tempat makan berwarna blue sky, dan sebotol susu coklat untukknya. Selesai. Kini kedua nutrisi berharga itu telah aku masukan ke dalam tas kecil berhias gambar-gambar lucu disekitarnya. Siap!

Aku menyusuri trotoar kota Gangnam menuju gedung tempat Junmyeon bekerja, dan tentu saja senyuman yang selalu menghiasi wajahku. Yaa… Walau aku tau ini mungkin menjadi pertemuan terakhirku dengannya, tapi aku yakin kami masih bisa bertemu entah kapan selama aku dan Junmyeon masih hidup didunia.

Tak selang beberapa lama akhirnya aku sampai. Gedung berlantai hampir 100 atau lebih, orang-orang yang berlalu-lalang keluar masuk dari gedung, mobil-mobil mewah yang keluar masuk gedung ini juga, ini semua adalah milik Junmyeon. Lelaki berumur 23 tahun ini menurutku adalah orang paling beruntung sedunia. Umur yang masih dibilang sangat dini untuk memegang sebuah perusahaan yang telah mempunya cabang-cabang merata diseluruh Korea hingga luar Korea mungkin mustahil dipikiran orang-orang sebayanya—Termasuk aku. Masa mudanya masih luas, mungkin seharusnya Junmyeon kini tengah merasakan indahnya masa mudanya bersama teman-teman sepergaulannya, merasakan jatuh cinta—walau bukan denganku, aku terima—, merasakah bagaimana indahnya saat muda bisa mengelilingi Korea tanpa ditemani Bodyguard-bodyguardnya. Aku rasa Junmyeon patut merasakan itu. Mungkin ini adalah takdirnya. Tak ada seorangpun yang bisa menolak takdir. Begitupun takdirku, takdir dimana cerita cintaku harus kandas karena harta.

“Agasshi, apa tuan Kim Junmyeon ada ?” Tanyaku saat telah berada dipusat informasi.
“Ia sedang pergi sekarang. Mungkin sebentar lagi ia akan kembali. Apa anda ada perlu dengan tuan Kim ?” Tanya salah satu staff yang berada disana.

“Oh, aku temannya Junmyeon. Tidak, aku hanya ingin menitipkan ini padanya.” Aku meletakkan tas kecil yang telah kusiapkan untuknya kepada staff itu. “Tolong berikan dia jika sudah datang. Terima kasih.” Ucapku lalu pergi meninggalkan gedung ini.

Tugasku selesai. Mungkin aku memang tidak diperbolehkan bertemu dengannya. Ya, aku memang tak boleh bertemu dengannya. Itu hanya akan membuat rasa sakit dihatiku dengannya jika aku merindukannya suatu saat nanti. Kini aku harus memulai hidup baru tanpanya. Harus!

Tujuanku kini mengunjungi tempat-tempat terindah yang pernah ku datangi bersamanya. Namsan Tower, Mall Lotte World, Toko-toko yang berada di Cheondamdong, sungai Han, aku harus pergi kesana. Entah kapan aku bisa pergi ke sana lagi jika aku sudah pindah nanti.

Semua tempat kini aku sudah datangi, tinggal sungai Han saja yang belum. Sungai ini, sungai yang telah mempertemukanku dengannya. Pertemuan singkat itu telah membawaku kedekapannya. Mungkin jika dia tidak datang dan menarikku saat aku ingin loncat ke sungai, kini aku telah tiada didunia. Namun ia datang. Ia menarikku, ia menggenggam tanganku, dan memelukku. Ia pahlawan bagiku.

Dreettt Dreett!!

Telpon. Apa dia menelponku ? Aku meraih handphone touch screenku yang berada ditas. Benar! Kim Junmyeon. Nama itu yang kini tertera dihandphoneku, dia menelponku.

“Yeobosseo.” Ucapku saat telponnya telah tersambung.

“Eunji-ah! Kenapa kau tidak beritahu kalau kau kesini eoh ? Tadi aku hanya datang ke acara makan siang saja bersama teman-teman ayahku, jika tau kau datang aku pasti langsung kembali.” Sambarnya saat suaraku telah terdengar ditelinganya. Mungkin dia sedang jengkel karenaku. Aku rasa kini ia sedang mengerucutkan bibirnya karena aku tidak menunggunya kembali.

“Aniyo, tadi aku hanya lewat saja. Tadinya aku berniat memberikannya kepadamu nanti malam, tapiku rasa kau akan sibuk. Jadi aku memberikannya sekarang.” Jawabku. Dia berdecak.

“Napeun. Padahal aku ingin kau yang menyuapkannya. Apa kau ada dirumah ? Biar aku datang kerumahmu, aku sedang tidak ada pekerjaan sekarang. Eoh ?”

Jangan! Kau tidak boleh datang Junmyeon-ssi. Tidak boleh! Aku takut kau akan sakit jika mendapatiku sudah pindah dari rumah dan menghilang dari hadapanmu. Aku takut.

“Andwe! Kau tidak boleh datang kerumahku.” Sungguh, aku tidak berniat membentaknya. Entah kenapa nadaku menjadi tinggi padahal aku tidak berniat mengatakannya.

“Wae ?”

“Andwe, andwe. Kau tidak perlu datang. Aku sedang tidak ada dirumah. Kapan-kapan saja kau datang kerumahku. Ne ?” Aku berusaha menetralkan perasaanku yang kini tengah memuncak. Aku hanya tidak ingin ia merasakan sakit hati yang sama sepertiku. Aku takut.

“Oh, Baiklah.”

“Junmyeon-ah.” Dengan nada yang selembut mungkin aku memanggil namanya. Entah kapan lagi aku bisa memanggilnya seperti ini dengannya.

“Ne ?”

“Gomawo…” Aku tidak tau mengapa mataku tiba-tiba memanas dan mengeluarkan cairan bening lalu menumpuk dipelupuk mataku. Dan suaraku menjadi parau karena berusaha menahan tangisanku. “Gomawo, kau telah mau menjadi pangeranku. Terima kasih untuk 3 tahun bersamaku… Terima kasih.” Aku membiarkan setetes demi setetes air mataku jatuh, membiarkan rasa sakit itu menyayat hatiku, aku membiarkannya. “Jaga dirimu eoh. Aku akan merindukanmu… Kim Junmyeon.”Ucapku lagi. Hanya itu. Hanya itu yang ingin aku ucapkan padanya. Hanya itu, tak ada lagi.

“Eunji-ah, wae ? Apa ada masalah ?”

“Ani, aku hanya merindukanmu saja karena seminggu ini kita tidak bertemu. Maafkan aku jika nanti aku tidak bisa menemuimu, aku akan pergi liburan sebentar bersama temanku. Tapi aku akan berusaha…” Sekuat tenaga aku menahan isakanku. “…menghubungimu. Aku akan berusaha.” Kenapa harus sesakit ini ? Kenapa ?

“Junmyeon-ah, sudah ya. Aku sedang diperjalanan, nanti aku telpon lagi ne ?” Ujarku.

“Baiklah, jaga dirimu juga ya. Aku juga akan merindukanmu. Saranghae, Jung Eunji.”

Aku mohon jangan katakana itu padaku. Kau tidak tau jika kau mengatakan itu kau sama saja meremukkan hatiku Kim Junmyeon. “Nado, saranghae… Kim Junmyeon. Aku tutup telponnya. “

Sudah cukup, sudah cukup aku menahan tangisan ini. Sudah cukup aku menahan rasa sakit ini. Aku menjatuhkan tubuhku diatas rerumputan hijau yang tumbuh kokoh tak sepertiku—Rapuh. Aku sudah lelah dengan ini semua, semua yang menyangkutnya—Junmyeon. Jaga dirimu Kim Junmyeon. Aku akan merindukanmu. Saranghae…

***

Junmyeon POV

Sudah 1 minggu sejak ia menelponku waktu itu, Eunji tidak pernah memberi kabarnya lagi padaku. Dia bilang dia sedang liburan. Tapi kemana ? Dengan siapa ? Berapa lama ? Dia tidak memberitahu itu padaku. Aku sangat mengkhawatirkannya. Aku harap dia baik-baik saja sekarang.

2 minggu…
3 minggu…

Sebulan sudah ia tidak menampakan dirinya atau memberi kabar tentang dirinya kepadaku. Kenapa dia ? Sebetulnya apa yang ia lakukan 1 bulan ini ? Apa dia marah padaku karena jarang meluangkan waktuku bersamanya. Ahh, aku tau Eunji seperti apa. Dia adalah wanita yang sangat sabar. Dia pasti akan menungguku walau berbulan-bulan lamanya. Baiklah, mungkin hanya ini jalan keluarku. Menelpon sahabatnya—Kim Taeyeon.

“Yeoboseo, Taeyeon-ah. Ini aku Kim Junmyeon.” Ucapku saat telponku telah tersambung dengannya.

“Eoh, Kim Junmyeon. Tumben kau menelponku. Wae ?”

“Apa kau bersama Eunji sekarang ?”

“Eunji ? Entah, dia sudah lama tidak memberitahu kabarnya setelah pindah rumah.”

“Kau tidak sedang bercandakan ?” Sungguh aku tidak percaya dengan kata-kata Taeyeon barusan. Pindah rumah ? Kapan ? Kenapa dia tidak memberitauku ?

“Apa dia tidak memberitaumu ?” Tanyanya.

“Tidak.”

“Benarkah ? Kalau tidak salah 1 bulan lalu dia datang kerumahku untuk berpamitan. Ia bilang ia ingin pindah, tapi ia tidak bilang pindah kemana. Nomor hp nya juga mati, jadi aku tidak bisa menghubunginya. Apa dia tidak menghubungimu ?”

Ada apa dengan Eunji sebenarnya ? Mengapa ia tiba-tiba pindah rumah ? Ia juga tidak memberitauku. Kenapa ? Apa ini karenaku ?

“Ani. Dia bilang padaku ia akan liburan bersama temannya. Aku kira itu kau.”

“Berlibur ? Untuk mengistirahatkan badannya saja sangat sulit untuk Eunji. Heh, ada-ada saja kau.”

Apa lagi ini ? Ia membohongiku bahwa ia berlibur ? Sungguh, Eunji tidak pernah melakukan ini sebelumnya. Malah ia tidak pernah sama sekali membohongiku, walau hal kecil sekalipun. Apa yang terjadi pada Eunji sebetulnya ?

“Junmyeon-ah.”

Karena pikiranku terlalu fokus tentang Eunji, aku sampai lupa kalau aku sedang menelpon Taeyeon.

“Ne ? Oh, baiklah. Terima kasih Taeyeon.”

Aku langsung menutup telponnya dan kembali fokus tentang Jung Eunji. Kemana dia pergi ? Kenapa ia tidak memberitauku ? Kenapa ? Apa dia marah padaku ? Atau jangan-jangan ini karena ayah ? Mungkin saja. Ayah sangat menentang hubunganku dengan Eunji, kalau bukan karena Eunji miskin. Aku selalu berusaha meyakinkan ayah kalau Eunji adalah wanita terbaik untukku. Tapi tetap saja, ia menentang.

“Abbeoji !” Kebetulan sekali, ayahku sedang lewat tak jauh dari kamarku. Aku langsung menghampirinya. Entah sejak kapan tatapan menyeramkan itu tercipta dari raut wajahnya. Padahal aku belum melontarkan pertanyaanku kepadanya.

“Jangan tanyakan soal Eunji kepadaku.” Benar! Aku belum tanya pun ayahku sudah tau kalau aku ingin menanyakan tentangnya.

“Wae ? Apa ayah takut aku menanyakan keberadaan Eunji sekarang ? Eoh ?” Aku semakin memojokkan ayahku. Aku tau pasti ini perbuatannya. Ia sudah beberapa kali mengancamku akhir-akhir ini untuk menjauhi Eunji karena sebentar lagi ayah akan mewariskan perusahaannya padaku. Sebetulnya aku sangat tidak mau, namun apa daya. Ayahku selalu menggunakan Eunji sebagai ancamannya.

“Ya! Kim Junmyeon, kau seharusnya sadar. Aku ini telah memberikan hidup terbaik untukmu. Kau ingin membeli apa saja bisa karenaku, kau bisa hidup mewah ini karenaku, untuk membalas budi saja kau tidak bisa ? Anak seperti apa kau sebetulnya hah !”

“Eoh, ayah tidak ikhlas menjadi ayah bagiku hah ?! Ayah tidak perlu membawaku kekeluargamu seharusnya! Aku sudah menduga hidup dengan ayah hanya mendapat tekanan tak lain karena harta. Aku menyesal mempunyai ayah sepertimu.”

PLAKK!!

Tamparan itu mendarat tepat dipipi putihku hingga ujung bibirku berdarah. Benar dugaanku, ini pasti akan terjadi jika aku bertanya tentang Eunji padanya. Aku tak pernah mau mempunyai ayah sepertinya. Semenjak ibu meninggal aku selalu dikekang untuk melakukan ini-itu tentang perusahaan. Aku sangat bosan melihat dokumen-dokumen yang menumpuk dimeja kerjaku, dan ribuan panggilan selalu masuk setiap detiknya ditelpon kerjaku. Sungguh aku sangat bosan!

“Kau akan menyesal Kim Junmyeon.” Ancaman itu lagi-lagi terlontar dari mulut tebalnya. Telingaku sudah kebal mendengar ancaman-ancaman itu, walau dalam lubuk hatiku aku sangat takut itu terjadi apalagi berhubungan dengan Eunji.

Segala cara aku telah coba untuk menemukannya. Melacak nomor hpnya, menghubungi polisi, membayar beberapa pesuruh untuk mencarinya disudut-sudut kota terpencil di Korea, sisanya akulah yang mencarinya. Namun sudah hampir 2 minggu aku mencarinya sama sekali tidak ada petunjuk tentangnya. Apa yang harus ku lakukan sekarang ? Kau dimana Jung Eunji ? Aku merindukanmu. Aku sangat merindukanmu.

Aku sengaja memberhentikan mobilku ditepi pantai yang kini tengah ku lalui. Aku ingin mengistirahatkan pikiranku. Aku lelah menghadapi ini. Mungkin kebanyakan orang menjadi orang kaya itu menyenangkan. Tapi tidak untukku. Aku memang mendapat kemewahan, tapi bukan kemewahan dalam urusan batin. Aku selalu mendapat tekanan ini-itu, apalagi soal perusahaan. Pergaulanku selalu dibatasi, aku tidak boleh berteman dengan orang yang tidak sebaya denganku—Miskin—oleh ayah. Dan tentu saja aku tidak boleh sembarang mencintai orang. Namun Eunji benar-benar telah menyentuh hatiku.

Gadis itu, hidup dalam penderitaan yang dibilang sangat tidak wajar untuk seorang wanita berumur 22 tahun seperti dia. Ia harus menghidupi dirinya sendiri dengan bekerja paruh waktu dibeberapa restoran di Seoul, ia harus hidup sendiri tanpa ada satu orang keluarga pun yang menemaninya, hanya saja ia mempunyai seorang teman yang tulus menemaninya—Kim Taeyeon—walau keadaan apapun padanya.

Aku tak sengaja bertemu dengannya 3 tahun lalu saat aku sedang mengendarai mobil sendirian dan sedang melewati jembatan sungai Han. Ia sedang memanjat pagar pembatas sambil menangis mencoba bunuh diri, saat itu aku tidak tau apa niatnya memanjat. Namun tanpa sadar ia mulai melepaskan satu kaki. Aku langsung meminggirkan mobilku ke pinggir jalan dan lari menghampirinya lalu menariknya, dan tanpa sadar aku langsung memeluknya. Ia tadinya meronta-ronta ingin dilepaskan, namun aku semakin mempererat pelukanku. Saat itu aku mengira dia adalah gadis paling bodoh sedunia. Seharusnya ia memanfaatkan hidupnya dengan sangat baik apalagi ku rasa ia adalah gadis sederhana—Kelihatan dari cara berpakaiannya yang sangat simple—, ia bisa melakukan apa saja tanpa ada orang yang melarangnya—Tidak sepertiku yang selalu dihalangi ayah—.

Entah lelah atau syok ia pingsan. Aku tentu saja langsung membawanya ke mobilku. Karena aku tidak tau tempat tinggalnya terpaksa aku membawanya ke rumahku. Untung saja ayah tidak ada, jadi ia tidak akan menghalangiku membawa Eunji ke kamarku. Setelah sadar ia kembali menangis, aku mencoba menenangkannya sambil sesekali memeluknya. Aku menjelaskan padanya apa yang terjadi padanya barusan, ia mengerti. Lalu aku memintanya untuk menjelaskan apa yang terjadi. Dia menurut. Eunji menceritakan semuanya yang terjadi padanya.

Saat itulah aku mulai dekat dengannya dan komunikasi antara kita berdua sangat baik hingga akhirnya kami memutuskan untuk berpacaran, walau aku tau ini akan sangat sulit jika ayah tau latar belakang Eunji. Tapi aku tetap mempertahankannya.

Hembusan angin laut dan deru suara ombak membuat pikiranku semakin tenang, apalagi kini matahari yang tidak terlalu terik membuatku bisa melihat seluruh permukaan laut yang tenang. Aku ingin berlama disini sebentar. Siapa tau ada keajaiban untukku bertemu dengan Eunji disini.

***

Eunji POV

Pekerjaanku dirumah telah selesai. Okeh! Sepertinya aku harus mengistirahatkan pikiranku sekarang. Akhir-akhir ini banyak sekali orang yang memesan kue padaku, jadi waktuku hanya dilakukan untuk membuat kue saja.

Rumahku berada tak jauh dari pantai Gwangju. Ya, disinilah aku tinggal sekarang. Penduduk yang tidak terlalu padat namun ramai jika sedang siang hari. Aku sedikit suka tempat ini, walau ada yang kurang—Teman-temanku dan… Kim Junmyeon—. Aku merasa kehilangan mereka kini. Ku rasa sudah 1 bulan aku tidak menghubungi mereka, aku tidak tau apakah mereka sedang mengkhawatirkanku atau tidak sekarang. Aku harap tidak. Aku ingin membuka lembaran baru disini. Mencoba menghindar dari ribuan masalah yang selalu datang padaku saat di Seoul—Terutama tentang Junmyeon—, aku lelah.

Aku berjalan sedikit jauh dari keramaian penduduk yang berada dilingkungan rumahku. Mencoba mencari ketenangan ditepi pantai dengan angin laut yang berhembus sejuk dan membuatku serasa melayang di udara.

Aku seperti melihat sosok laki-laki yang tidak asing dimataku yang kini tengah duduk sambil menatap kosong air laut didepannya. Aku makin mendekatinya. Sepertinya ia mengetahui kedatanganku. Ia menoleh.

DEGG!!

Aku membungkam mulutku. Tak percaya dengan orang yang kini tengah berada tak jauh dari tempatku berdiri, Kim Junmyeon. Namja ini, namja yang akhir-akhir ini berusaha aku buang jauh-jauh dari pikiranku. Aku sedang berusaha untuk melupakannya. Namun… kenapa dia harus muncul dihadapanku ? Air mataku perlahan keluar dari persembunyiannya dan mengairi seluruh permukaan mataku hingga berbentuk seperti bulatan putih bak krystal bening.

Ia langsung berlari menghampiriku. Aku cepat-cepat melarikan diri agar dia tidak bertemu denganku. Dia tidak boleh disini, tidak boleh! Dia tidak tau apa yang akan terjadi jika ayahnya tau bahwa dia telah menemuiku. Aku takut akan terjadi sesuatu buruk padanya, terutama diriku. Aku berusaha mengerahkan seluruh tenagaku untuk berlari dan lenyap dari pandangannya. Namun tangan itu menahanku.

“Jung Eunji!”

Sungguh, aku tidak ingin melihat wajahnya sekarang. Aku tidak tau tatapan apa yang akan ia berikan karena aku telah menghilang dari hadapannya secara tiba-tiba, apalagi tanpa sepengetahuannya. Aku memalingkan wajahku, dan diam-diam menyeka air mataku yang telah membuat jejak seperti sungai dipipiku. Kurasa ia geram karena aku tidak menatapnya, ia menarik pundakku agar menghadapnya. Bahuku semakin bergetar, di ikuti air mata yang sedari tadi terus mengalir dari pelupuk mataku.

“Kenapa ? KENAPA KAU PERGI HAH ?!!”

Benar dugaanku. Dia pasti marah. Aku sudah menduganya sejak aku baru pindah kesini. Aku sudah menduga dia pasti akan marah karena aku pergi darinya. Dia tidak tau apa resiko yang akan terjadi padanya jika ia menemuiku. Ia tidak tau. Ia tidak tau apa yang terjadi sebenarnya. Ia tidak tau jika aku pergi bukan karena keinginanku melainkan ayahnya. Ia tidak tau semua itu.

Ia langsung mendekapku erat. Dia tidak mempedulikan kalau aku tidak bernapas sekalipun, ia tetap memelukku seerat mungkin.

“Aku mohon jangan lakukan ini, kau sama saja menyakitiku Kim Junmyeon.” Ucapku susah payah karena tenggorokanku yang tercekat menahan tangisku. Sungguh, aku tidak ingin ini terjadi walaupun sejujurnya aku memang merindukannya.

“Aku yang seharusnya mengatakan itu. Kenapa kau pergi tiba-tiba ? Kau membenciku ? Kau marah padaku karena aku kurang perhatian padamu ? Hah? Aku minta maaf. Aku benar-benar minta maaf jika aku selalu mengabaikanmu dan mementingkan pekerjaanku, sungguh aku minta maaf. Tapi kau tidak seharusnya melakukan ini. Kau tidak tau betapa sulitnya aku menemukanmu. Kau tidak seharusnya melakukan ini Jung Eunji. Kau sama saja menyakitiku.” Isakan itu semakin menyakitkan ditelingaku. Aku mohon kau jangan menangis Junmyeon-ah. Aku tidak ingin melihatmu menangis, kau tidak boleh menangis karenaku. Mianhe, neomu mianhe Junmyeon-ah, mianhe.

***

Sejak kejadian itu dia selalu berada disampingku, selalu menggenggam tanganku agar tidak pergi darinya. Hingga selarut inipun ia masih berada dirumahku. Aku perlahan menghampirinya, berusaha agar aku tidak mengganggu tidurnya. Ia sedang tertidur diatas sofa kecilku, tidur sangat lelap hingga deru nafasnya bisa terdengar ditelingaku.

Aku menatapya lekat, sungguh lekat. Memerhatikan setiap sudut wajahnya. Dari mata, hidung, dan bibir tipisnya dengan rinci. Aku takut setelah ini aku akan dipindahkan lagi entah kemana jika ayah Junmyeon tau jika aku menemuinya, aku takut benar-benar tidak bisa bertemu dengannya. Buliran bening itu lagi-lagi menetes. Aku membungkam mulutku menggunakan kedua tanganku, berusaha agar tidak menciptakan isakan yang membuatnya bangun.

Tolong tahan sebentar Jung Eunji. Kini orang yang kau rindu-rindukan tengah tertidur dihadapanmu. Kau tidak seharusnya menangis. Kau tidak seharusnya memikirkan hal buruk selainnya. Yang harus kau lakukan kini seharusnya tersenyum, tersenyum karena kau bisa bertemu dengannya. Bukan menangis karena resiko setelah kau menemuinya sekarang.

Entah sejak kapan ia bangun dan kini tengah menggenggam tanganku erat, seerat pelukannya tadi.

“Kenapa kau menangis eoh ?”

Tidak boleh! Ia tidak boleh mengetahuinya. “Ani, aku hanya terlalu senang karena aku bisa bertemu lagi.” Aku mencoba tersenyum walau terpaksa. Berusaha meyakinkan kalau tidak terjadi apa-apa padaku. Ia langsung mendekapku lagi, namun tidak terlalu erat. Membuatku merasa nyaman dipelukannya. Sangat nyaman.

“Aku janji setelah ini kita akan selalu bersama. Aku akan selalu berada disisimu.Aku janji akan selalu berada didepanmu dan selalu melindungimu. Aku janji.”

Bodoh! Kau tidak seharusnya mengatakan itu. Kau tidak tau apa yang akan ayahmu lakukan setelah ini. Kau bisa saja tidak bertemu denganku lagi setelah ini. Kau tidak boleh mengatakan janji itu, aku yakin kau pasti akan mengingkarinya. Aku sangat yakin itu.

Aku merasa mengantuk sekarang karena sedari tadi mataku ku biarkan menangis hingga membengkak seperti ini. Entah sejak kapan kesadaranku hilang dan aku tertidur dipundaknya. Aku harap dimimpiku kini hanya dia yang ku temui, Kim Junmyeon.

***

Junmyeon POV

Aku janji akan selalu bersamamu Jung Eunji. Aku janji akan membalas semua kesalahanku karena telah membuatmu menunggu.Aku rela meninggalkan hartakun dan keluargaku demi kau. Lagipula aku sudah lelah hidup dalam tekanan ayah. Sudah cukup aku menerima cacian darinya karena tidak becus mengurus perusahaannya. Dia kira aku siapa ? Aku tau aku memang anaknya, tapi setidaknya dia harus berpikir kalau umurku sangat dini untuk memegang perusahaan sebesar itu. Sejak ibu meninggal aku sudah menduga ayah akan melakukan ini, makanya aku selalu berusaha menghindar dari ayah hingga saat itu aku pernah kabur dari rumah. Namun sayang, aku ketahuan. Sejak saat itu jika aku pergi aku selalu diantar bodyguard kemana-mana. Jika bertemu Eunji pun aku selalu diuntit dari jarak jauh, dasar pengganggu!

Aku merasa pelukanku semakin merenggang. Dan, benar saja, kini Eunji telah tertidur dipundakku. Aku terkekeh. Hehe, kau sangat lucu Jung Eunji. Aku tak mungkin membangunkannya. Tanpa lama aku langsung menggendongnya dan membawanya ke kamar. Aku meletakkannya diranjang yang tidak terlalu besar namun cukup untuk badan mungilnya.

Aku menatapnya. Dia terlihat lebih cantik jika sedang tertidur. Semua yang ada padanya sempurna menurutku, sangat sempurna. Aku sangat mencintainya. Untuk itu, aku mohon kau jangan pergi lagi dariku Jung Eunji. Kau tidak boleh takut dengan ancaman-ancaman ayah. Aku janji akan melindungi. Ya, aku janji. Saranghae… Jung Eunji.

***

Author POV

Sinar matahari pagi masuk dari celah jendela kamar Eunji. Cahaya itu memaksa masuk ke mata Eunji yang membuat ia terbangun dari tidurnya. Sudah pagi. Ia mengedarkan pandangannya ke sudut-sudut ruangan. Ini kamarnya. Sejak kapan ia tidur disini. Seingatnya kemarin ia sedang memeluk Jun… Omo! Ingatannya baru kembali. Ia lupa semalam Junmyeon sedang memeluknya, dan Eunji rasa ia tertidur karena matanya yang semakin sayup.

Ia mencari-cari keberadaan Junmyeon. Kemana dia ? Mengapa dia tidak ada disofa atau dikamarnya. Apa dia sudah pulang ? Eunji mencarinya ke setiap ruangan. Bingo! Akhirnya ia menemukannya. Namja itu kini tengah memasakan omelet untuk yeoja tercintanya—Jung Eunji. Sepertinya Junmyeon mengetahui keberadaan Eunji, ia menoleh kebelakang.

“Eoh ? Kau sudah bangun ? Aku sedang memasakkan sesuatu untukmu.” Ujarnya saat Eunji tengah tersenyum melihatnya. Ia lalu melambaikan tangannya agar Eunji mendekatinya, tentu saja Eunji menurut lalu menghampiri Junmyeon.

“Apa kau pernah memasak sebelumnya ?” Tanya Eunji.

Junmyeon mengangguk. “Tentu saja.”

“Benarkah ? Aku kira orang kaya sepertimu tak pernah menyentuh alat masak sebelumnya.” Ejek Eunji. Junmyeon mengacak-acak poni Eunji gemas. “Tentu saja aku bisa, aku rela-rela menyewa guru memasak hanya karena aku ingin bisa memasak agar jika kita menikah nanti aku tidak akan merepotkanmu.”

Sedetik kemudian ekspresi Eunji berubah. Bukan raut wajah senang yang tercipta dari wajahnya, melainkan raut wajah sedih seakan kata-kata Junmyeon hanya sebuah impian yang tidak akan tercapai untuknya. “Kau tidak seharusnya mengatakan itu Kim Junmyeon, kita tidak akan pernah menyatu.” Lirihnya. Junmyeon langsung menoleh kea rah Eunji dengan tatapan yang sulit diartikan.

“Apa maksudmu ? Apa kau takut ayah akan memisahkan kita ? Eoh ?...” Nada bicara Junmyeon makin lama meninggi, “Aku sudah bilang denganmu Eunji, aku akan selalu bersamamu. Kita akan selalu bersama!”

Eunji baru saja ingin membuka mulutnya, meyakinkan bahwa mereka memang bukan ditakdirkan untuk bersama. Namun ia kalah cepat dengan Junmyeon. Junmyeon langsung menyambar, “Wae ? Apa kau mengira aku tidak akan kembali denganmu hanya karena hartaku yang tak berguna itu ? Aku akan meninggalkan keluargaku, aku akan meninggalkan hidup mewahku. Aku lebih baik bersamamu Jung Eunji. Kau pikir aku tidak lelah mengerjakan ini-itu mengenai perusahaan, otakku sangat tertekan karena itu Jung Eunji. Hanya kau yang bisa membuatku tenang, nyaman. Oleh karena itu kau tidak boleh lagi pergi dariku, tidak boleh!”

Apa lagi ini ? Mengapa pertemuannya hanya membuat mereka berdebat saja ? Junmyeon tau nada bicaranya yang bisa dibilang membentak, dan itu membuat Eunji merasa takut. Namun maksudnya itu hanya ingin Eunji tidak selalu mengatakan hal-hal yang menyangkut perpisahan apalagi soal perusahaannya dan ayahnya. Junmyeon sangat membenci itu. Entah sejak kapan air mata Eunji jatuh, Junmyeon tidak menyadari itu. Namun karena isakan Eunji mulai terdengar ditelinganya, emosi Junmyeon mereda. Ia kembali mendekapnya.

“Mianhe Jung Eunji… mianhe.” Sungguh, Junmyeon sangat menyesal membentak Eunji tadi. Beberapa kali ia terus mengucapkan kata maaf pada Eunji. Ia menyesal, sangat menyesal.

TOK TOK TOKK!!

Mereka berdua langsung melepas pelukannya. Eunji langsung menghapus jejak air mata yang mengukir dipipinya dan pergi kearah suara—Pintu rumahnya. Perlahan Eunji membuka pintunya dan…

“Dimana anakku!” Ayah Junmyeon. Eunji langsung membungkam mulutnya—Terkejut atas kedatangan ayah Junmyeon. Reflek ia langsung bersujud dihadapan ayah Junmyeon, “Aku mohon jangan sakiti dia. Bukan dia yang menemuiku, namun aku yang memintanya.” Eunji berusaha keras membujuk ayah Junmyeon agar tidak menyalahi Junmyeon. Menurutnya gadis malang sepertinyalah yang pantas disakiti, bukan orang terhormat seperti Junmyeon. Tubuhnya tak berhenti bergetar dan matanya yang tak henti-henti mengalirkan buliran bening—Air mata.

“JUNG EUNJI!” Suara lantang itu datang dari belakang Eunji, Kim Junmyeon. Namja itu datang untuk membela Eunji, untuk melindunginya, ia datang untuk menepati janjinya—selalu berada didepannya dan melindunginya. Ia langsung menarik paksa tangan Eunji dan tidak menghiraukan ringisan Eunji karena rasa sakit ditangannya. Ia lalu menyuruh Eunji untuk berdiri dibelakangnya, bersembunyi dari apa yang terjadi sekarang. Kini biar Junmyeon yang menanganinya.

“Mengapa ayah datang kesini ? Apa ayah khawatir aku akan semakin mencintainya dan melupakan perusahaan ayah ? Ya, memang benar. Aku mencintai Eunji, sangat mencintai Eunji, makin mencintai Eunji, dan aku melupakan perusahaan…” Rasa takut Junmyeon kini ia sembunyikan sementara, ia tidak tau apa yang akan ayahnya lakukan setelah ini. Tapi dia janji akan selalu berada disamping Eunji dan melindunginya. Ia lalu melanjutkan, “Apa hati ayah sakit ? Itulah yang aku rasakan 7 tahun ini. Ayah tidak tau betapa tertekannya aku karena ayah selalu menyuruhku ini-itu soal perusahaan. Ayah seharusnya tau umurku belum cukup untuk memegang perusahaan apalagi sebesar itu!”

PLAKK!!

Tamparan kali ini lebih menyakitkan dari tamparan yang ia rasakan sebelumnya. Menurutnya ini bukan sebuah tamparan melainkan pukulan. Giginya patah dan bibirnya mengeluarkan darah segar. Junmyeon kembali mengangkat kepalanya dan menatap sinis ayahnya. “Ayah puas ? Ayah puas telah menyakitiku ? Eoh, aku rasa seorang ayah menampar itu hanya sebuah hal biasa. Apa kali ini ayah akan membunuh Eunji ?...” Eunji berusaha menenangkan Junmyeon, ia meraih tangannya. Namun Junmyeon menepisnya kasar.

“Bunuh saja aku! Eunji tidak ada urusannya dengan ayah apalagi perusahaan. Jangan sangkut pautkan Eunji lagi, ia tidak ada urusannya lagi dengan ayah. Dan aku, aku tidak ingin menjadi bagian keluargamu lagi. Aku bukan anakmu lagi, aku tidak ada urusan dengan perusahaan ayah lagi. Urus saja sendiri perusahaanmu itu, aku sudah bosan dengan kemewahan yang kau berikan. Aku sudah muak dengan semua ini. Aku ini manusia, bukan robot yang seenaknya bisa ayah suruh ini-itu tanpa melakukan hal lain selain mengurusi perusahaan. Aku ini masih mempunyai hati, aku masih mempunyai perasaan, aku ingin menikmati masa mudaku, aku ingin merasakan cinta tanpa harus dilarang ini-itu olehmu. Jadi aku mohon jangan ikut campur urusanku lagi, apalagi masalah Eunji.” Panjang lebar Junmyeon memperingatkan ayahnya hingga ayahnya dibuat membeku karena perkataannya.

“Baik, jika itu yang kau mau. Lakukan sesukamu. Jangan kembali lagi kerumahku, dan jangan sekali-kali kau meminta bantuanku jika kau sedang ada masalah apalagi soal uang.”

Junmyeon langsung menyambar. “Tidak akan!” Kehabisan kata ayah Junmyeon tidak membalas perkataan Junmyeon, ia langsung pergi dan menyembunyikan raut wajah malunya karena dibentak anaknya sendiri.

Junmyeon menghela napas panjang, sedangkan Eunji yang sedari tadi panik melihat keadaan didepannya langsung menatap Junmyeon. “Junmyeon-ah, gw-gweanchana ?” Tangannya mencoba meraih wajah Junmyeon dan memastikan luka apa saja yang tergores diwajahnya. Dan butiran-butiran krystal—Air matanya—itu terus membendung dipelupuk matanya. Junmyeon menarik kedua ujung bibirnya dan membuat sebuah bulan sabit dibibir yang kini telah berlumuran darah segar. Ia mengangguk pelan.

“Emm, gweanchana.”

Eunji langsung melingkarkan tangannya dipinggang Junmyeon dan memeluk Junmyeon erat. Ia menyandarkan kepalanya didada Junmyeon, berusaha mengalirkan kekuatan yang ada ditubuhnya untuk Junmyeon. “Mianhe, mianhe. Neomu mianhe Kim Junmyeon. Mi-mianhe” Eunji berusaha mengatakan itu dengan suara seraknya. Ia merasa bersalah karena Junmyeon rela meninggalkan keluarganya hanya karenanya. Ini kelihatan bodoh baginya. Mengapa ia rela meninggalkan segalanya hanya demi bersama dengan gadis pas-pasan sepertinya ? Kenapa ?

“Wae? Kau tidak seharusnya minta maaf, aku melakukan hal yang benar bukan ? Kau bilang kau ingin melihatku bahagia, inilah yang membuatku bahagia. Bersama denganmu… Jung Eunji.” Selembut mungkin Junmyeon mengatakan itu sambil mengusap rambut hitam Eunji. Senyuman Eunji ikut mengembang, “Gomawo, Kim Junmyeon... Saranghae.”

“Nado, saranghae Eunji-ah.”

***

Eunji POV

5 Years later

“Eomma, aku lapar !”

Suara lucu itu memanggilku. Ia menghampiriku dengan membawa sekop mainannya dan menggerutu dihadapanku. “Eomma, aku lapar. Apa eomma sudah selesai memasak ?”

Aku terkekeh dan mensejajarkan badanku dengannya. “Emm, eomma sudah selesai. Kau mandi dulu ne, habis itu baru makan. Nanti eomma suapkan.” Ucapku selembut mungkin. Ia mengangguk sambil tersenyum lalu pergi meninggalkanku.

Anakku, eoh bukan, anakku dan Junmyeon, Kim Suho. Pangeran kebanggaanku ini kini berumur 2 tahun. Tubuhnya memang mungil, tapi wajahnya sangat mirip dengan ayahnya—Junmyeon. Aku tentu saja sangat mencintainya. Apalagi Junmyeon, dalam sehari ia bisa beberapa kali menciumnya. Junmyeon tidak mau kamarnya terpisah dari Suho karena ia ingin selalu bersama. Tak ada rasa cemburu sekali pun dari hatiku walau Junmyeon lebih menyayanginya daripada diriku, tapi aku yakin cintanya hanya untukku.

Dan hidup kami berdua telah tenang tanpa ada seorang pengganggu yang selalu merusak hubungan kami. Junmyeon kini juga sudah mendapat perkejaan yang mapan sebagai manajer disebuah perusahaan terkenal di Korea. Aku sangat mencintai mereka berdua, sangat mencintainya. Terima kasih untuk kenikmatanmu ini Tuhan, Terima kasih…

—End—

Tidak ada komentar:

Posting Komentar