Kamis, 27 Februari 2014

[Freelance] Silence Birthday

Author: Eny-chan Mimegumi
Genre: Historical Romance, Sad
Main Cast: Haruka (ex D'eiz and Gilltia), Rie (OC)
Support Cast: Tuan Russel, Agni, Lucas
Leght: Oneshoot
Rating: PG-13
A/N: Coba ikutan, ya Ini fanfic lama. Pernah dipost di FB. Eniwei, ini fanfic Jepang dengan fandom band visual kei. Hehe, kali-kali pengen kenal. Main cast-nya mungkin agak awam (?) di telinga. Tapi gak perlu kenal band-nya gak papa kok. Yang penting kan ceritanya Oya, walau namanya Haruka tapi sebenarnya dia cowok, lho. Jadi jangan misunderstanding pairingnya yuri/shoujo ai, ya. Setting fic ini sekitar tahun 1800-an di India 'n Inggris.

Happy reading!

 Will the rain ever stop, I wonder
For a pretty long time now
It's been cold
Why does the rain choose me?
Why does it choose me who has nowhere to escape to?

---

"Bahwa ada saatnya dalam hidup ini tindakan yang terbaik adalah dengan tidak menanyakan sesuatu, terutama kalau kau menduga bahwa akan lebih baik untukmu untuk tidak tahu jawabannya…”

---

Hujan makin deras, mengguyur tiap inchi permukaan tanah. Suara kecipak air yang beradu dengan langkah kaki yang dipercepat seperti nada tak beraturan dalam gang sempit itu. Beberapa orang bersikutan sambil melindungi kepalanya dari air hujan. Hal yang sia-sia saja karena hujan turun makin lebat. Tak ada tempat bernaung dalam gang sempit seperti ini.

Perempuan-perempuan berpakaian sari mengeratkan sari mereka agar tidak melorot, walau tidak menghilangkan hamparan kulit atas dada mereka yang tampak menggoda. Beberapa dari mereka menggandeng jemari mungil putra atau putri kecil mereka yang menggigil kedinginan karena kehujanan. Suara sirene memecah keheningan, membuat orang-orang ini bergegas, tak terkecuali seorang gadis yang sengaja berpakaian panjang mirip lelaki India. Ia merasa tubuhnya basah. Hujan membuatnya menggigil dengan gigi bergemerutuk. Sebelah tangannya menggenggam erat kalung yang melingkar di lehernya. Liontin berwarna hijau tampak bersinar kemilau. Gadis itu tersenyum. Benda yang sangat indah.

Sebentar lagi… bisik gadis itu yakin. Ia sudah mengambil langkah brilian dengan kabur dari rumah bangsawan Inggris yang menghidupinya di Delhi. Ia meninggalkan tanah kelahirannya, negeri yang belum sepenuhnya bebas. Sejenak gadis itu menengadahkan kepalanya, membiarkan air hujan membasahi wajahnya. Ia tak sadar ketika seorang pria bertubuh besar sengaja menabraknya dari belakang, membuatnya tersungkur. Tanah becek bercampur air mengotori wajah dan bajunya. Pria bertubuh besar itu menoleh ke belakang, tanpa bermaksud menolong atau apa. Suara sirene yang bersahutan di antara riuhnya air hujan membuatnya makin bergegas. Gadis itu juga sama. Tanpa mempedulikan apa yang baru saja menimpanya, ia bangkit berdiri dan mempercepat langkah kakinya menuju pelabuhan.

Sir Anna. Kapal menuju Inggris.

Gadis itu memasukkan tangannya ke dalam saku. Sekali lagi ia membaca pesan singkat yang diterimanya beberapa hari yang lalu. Tinta dalam gulungan perkamen itu banyak yang luntur, tapi gadis itu ingat kata-kata Gupta, saudagar yang membacakan surat itu untuknya.

Untuk: Rie

Sir Anna akan membawa banyak budak ke Inggris lusa depan. Pergilah. Aku menunggumu. Apa pun alasanmu, datanglah ke Inggris. Tuan Russel sedang berbaik hati. Ia membawaku ikut dengannya. Kubawakan untukmu kimono berwarna putih. Kimono untuk janji pernikahan yang pernah kuucapkan.

Aku merindukanmu.

Haruka

---

“Hei!!”

Sebuah tepukan mendarat di pundak Rie. Dari lima menit yang lalu ia mencoba memejamkan mata di tengah hiruk pikuk pria, wanita atau pun anak-anak yang memenuhi tempat ini. Semuanya berwajah pias, menunggu ketidakpastian dalam Sir Anna yang membawa mereka ke sebuah negeri baru, tempat yang pastinya jauh dengan tanah kelahiran mereka. Rie berjengit, menatap kesal ke arah laki-laki muda bermata hijau—nyaris mendekati kuning kalau diperhatikan baik-baik—yang menatap lekat-lekat wajahnya.

“Kau… aku pernah melihatmu!!” serunya riang. “Waktu ke Kalkuta. Ah, bukan… di mana ya? Wajahmu familiar sekali. Kau menemani bangsawan Inggris. Ya, ya, aku ingat sekali!!” Ia menepuk kedua tangannya. “Waktu itu kau membawa banyak sekali buah-buahan dalam keranjang. Kau menjatuhkannya sampai membuat orang-orang meneriakimu. Kau dipukul kan? Ah, bangsawan Inggris memang jahat!!”

Mata Rie menyorotkan tatapan tidak suka.

“Kenalkan, aku Agni…” Agni mengulurkan tangannya yang disambut tatapan hampa Rie. Agni akhirnya menarik tangannya sambil tersenyum kecut. “Walau kau berpakaian lelaki begini aku tahu kok kau perempuan. Yah, ada bagian yang tidak disembunyikan oleh para wanita. Kau tahu maksudku lah…”

“Singkirkan tanganmu!!” Rie menepis jemari Agni yang hampir menyentuh dadanya.

“Ah, ayolah… kamar mandi di sana dijadikan tempat giliran untuk… ehm, kau tahu maksudku…” Agni tertawa terbahak. “Inggris jauh sekali. Mungkin bisa berminggu-minggu kita terkurung di sini. Lautan tempat yang tidak bisa ditebak. Kita sampai dengan selamat pun masih menjadi misteri yang tak terpecahkan. Kau pernah melihat hiu?”

“Menjauhlah, aku tidak mau berurusan denganmu!!”

Agni memajukan bibirnya. “Galak sekali!! Baiklah, aku tidak akan mengganggumu. Tapi…” dengan cepat telapak tangan Agni yang dingin meremas dada Rie, membuat Rie tercekat. Spontan ia menampar pipi Agni yang telah memperlakukannya dengan tidak senonoh. Agni hanya tertawa. “Apa yang kudapat sepadan dengan apa yang kuterima, Gadis Kecil.”

Rie mengumpat. Ia mendengus kesal. Air mata mengalir turun dari ujung kelopak matanya, tapi ia buru-buru menghapusnya. Diremasnya liontin berwarna hijau yang melingkar di lehernya. Ini tidak seberapa, bisik Rie. Sudah banyak hal buruk yang menimpanya sebelum ini, dan apa yang baru saja ia rasakan sama sekali tidak seberapa. Rie menghembuskan napas. Tempat ini seperti sauna—pengap, sesak, panas dan bau.

Semoga Inggris tak seburuk ini. Semoga Inggris sama hangatnya dengan dekapan ibu, seperti hangatnya Ratu Victoria yang menancapkan kekuasaannya dalam negeri itu.

---

“Setelah ini, kita ke Rusia. Berburu matrioshka. Inggris bukan negeri yang menyenangkan untuk ditinggali. Bukan begitu, Haruka?” Tuan Russel menyampirkan jas hitamnya di atas lengan kirinya yang dibalut kemeja warna putih. “Berurusan dengan si tua bangka itu membuatku capek. Apa salahnya dengan barang antik milik keluarga Deutrich? Harga diriku tersinggung ketika dia mengatakan kalau cangkir-cangkir itu palsu.” Tuan Russel mengumpat pelan. “Kalau pada akhirnya dia tidak percaya padaku, aku tidak akan sudi jauh-jauh pergi ke Inggris. Negerimu lebih menyenangkan. Paling tidak banyak geisha…”

Haruka mengangguk. “Anda mau kembali ke Jepang?” tanyanya spontan. Wajahnya kalut, walau ia berusaha menutupinya dengan intonasi suaranya yang tetap sopan. “Menurut saya Inggris negeri yang indah. Industri berkembang bagus di sini. Sayang sekali Anda tidak bisa bersinggungan dengan pihak kerajaan.”

“Ah ya, itu tidak perlu. Kita ke sini demi uang, Haruka. Ah, aku rindu Suzu…” Mata Tuan Russel menerawang. “Menurutmu apa tidak konyol seseorang seperti aku merindukan Suzu?” Tuan Russel menatap Haruka, meminta persetujuan. Haruka hanya tersenyum simpul, membuat Tuan Russel berdecak. Ia tahu pertanyaan itu memang konyol.

“Tergantung perasaan Anda, Tuan Russel. Anda tidak perlu menerima jawaban dari pertanyaan yang Anda sendiri tahu persis apa jawabannya.”

“Seperti biasa kau memang menyebalkan. Aku lelah sekali…” Tuan Russel meregangkan tubuhnya, terdengar sendi-sendinya bergemeretak. “Haruka… aku ingin minum itu, yang kita beli di India. Seduhkan untukku.”

Tubuh Haruka mendadak kaku begitu mendengar kata India. Matanya melirik sekilas ke arah jendela yang berkabut karena di luar turun hujan lebat. Satu kata itu membuatnya teringat kembali pekan-pekan menyenangkan di sana saat Tuan Russel mengunjungi kerabatnya yang menjual kain-kain terbaik dari India. Ia tidak akan pernah lupa pertemuannya dengan Rie, seorang gadis yang ditemuinya saat Tuan Russel menghadiri perjamuan makan malam di sebuah rumah bangsawan Inggris yang menetap di India. Kastanya jelas Sudra, kasta terendah dalam strata umat Hindu. Kaum Sudra sudah biasa ‘diinjak-injak’, tidak seperti kaum Brahmin. Haruka sudah sering mendengar hal itu.

“Maaf, Anda tidak boleh berbicara pada saya. Sama sekali tidak boleh…”

Itu kalimat pertama yang diucapkan Rie saat Haruka menegurnya. Sama seperti para pekerja yang lain—sebut saja buruh atau budak—orang-orang seperti Rie tidak boleh bertegur sapa dengan orang asing. Itu larangan tertulis yang harus dipatuhi dari majikan.

“Hanya nama?” tanya Haruka waktu itu bersikeras, walau Rie sudah siap-siap masuk ke dalam sambil menundukkan wajah. “Tidak masalah kan kalau hanya sekedar nama?”

Kaki Rie berhenti melangkah. Sambil menggigit bibir ia menengadahkan wajah, satu hal yang dilarang majikannya. Kaum terpinggirkan sepertinya dilarang keras bertatap muka, saling tatap dengan orang asing. Saat itu pertama kalinya Rie menatap pria asing bertubuh tinggi kurus dan bermata sipit itu. Tangannya mencengkeram pinggiran baskom erat-erat saat dirasakannya mata Haruka menatap lurus-lurus ke arahnya.

“Siapa namamu?”

“Sa… saya sebenarnya tidak punya nama…” bibir Rie sedikit gemetar. “Tapi majikan saya sering memanggil saya Rie. Maaf, permisi…” Rie akhirnya menundukkan wajah kembali dan bergegas berlari ke arah dapur, meninggalkan Haruka yang mematung sambil menatap punggungnya.

“Haruka…” suara berat milik Tuan Russel menyadarkan Haruka dari lamunannya barusan. Haruka buru-buru membawa pesanan teh Assam yang diminta Tuan Russel tadi.

Tubuh Tuan Russel yang tambun tampak terduduk santai di kursi malas. Ia menoleh, menatap Haruka yang tersenyum ke arah pria tua beruban itu. Jemari Tuan Russel menjepit cerutu. Haruka meletakkan cangkir teh di atas meja berukir di samping Tuan Russel.

“Berapa lama lagi aku harus berada di sini, Haruka? Kapan menurutmu kita ke Rusia? Besok atau lusa?”

Haruka menahan napas. Tidak boleh secepat itu! pikirnya sambil mengepalkan tangan. “Sepertinya Anda masih bisa membujuk Mr. Abraham untuk membeli cangkir-cangkir keluarga Deutrich. Maksud saya, Anda sudah lama berada di Inggris. Anda tidak mungkin pergi begitu saja tanpa membawa apa-apa. Itu sama saja dengan menghamburkan uang.”

“Kelihatannya kau seperti punya banyak kepentingan di Inggris saja…” Tuan Russel terbahak. “Memburu kekayaan Tsar Nicholas lebih membuatku tertarik.”

“Tapi, Tuan…”

“Kau tahu uang bukan masalah besar buatku, Haruka. Ada apa denganmu?” Mata Tuan Russel mengerling ke arah Haruka. “Cukup turuti saja perintahku.”

Haruka hanya mengangguk.

Hujan mulai reda, tapi tidak sereda gemuruh dalam dada Haruka.

---

Haruka menyandarkan punggungnya. Ia memijit pelipisnya perlahan, berusaha menenangkan diri. Matanya tertuju pada sebuah kotak berwarna biru muda. Di dalamnya terdapat kimono berwarna putih, kimono yang ia janjikan pada Rie. Saat pulang ke Jepang bersama Tuan Russel, Haruka membelinya. Haruka berpikir pasti Rie akan terlihat sangat cantik ketika memakai kimono itu.

Mata Haruka menerawang ke arah jendela, menatap pemandangan pohon pinus yang terhampar menyejukkan di depan villa pribadi milik Tuan Russel. Sebelah tangannya mengelus jam saku berwarna emas miliknya yang dihadiahkan Tuan Russel beberapa waktu yang lalu. Jarum dalam jam saku itu berdetak konstan, mengimbangi detak jantung Haruka.

Mungkin memang pemikiran bodoh mengirim surat pada Rie dan memintanya datang ke Inggris menggunakan Sir Anna. Surat itu mungkin saja ditahan oleh majikan Rie dan gadis itu tidak sempat membacanya. Banyak kemungkinan yang terjadi. Haruka memejamkan mata, mencoba mengingat senyum Rie yang terpatri jelas di benaknya. Beberapa saat kemudian pria kurus itu membuka kedua matanya dan mulai bangkit mendekat ke arah jendela.

Seperti yang didengar Haruka, menurut pegawai pelabuhan Sir Anna akan terlambat datang. Lautan sedang mengamuk, hujan badai membuat Sir Anna terjebak di tengah lautan. Jantung Haruka berdetak cepat saat membayangkan kemungkinan Rie berada dalam Sir Anna, sendirian, tidak ada yang bisa ia mintai pertolongan. Tapi mungkin juga Rie masih berada di India, sedang menyapu atau entah apa karena surat yang ia kirimkan tidak sampai padanya. Haruka gelisah. Ini namanya untung-untungan. Kalau Sir Anna sudah merapat di pelabuhan, Haruka akan mencarinya, itu pasti.

“Kenapa Tuan ingin sekali mengenal saya?”

Haruka tersenyum mengingat pertanyaan Rie itu. Gadis itu menanyakannya saat pertemuan kedua mereka.

“Karena aku sangat menghargai pertemuan. Aku melihat takdir antara aku dan jarimu…” Haruka menunjukkan jari kelingkingnya. “Aku percaya ada sesuatu yang tidak terlihat di sini, benang merah antara aku dan juga jari kelingking milikmu. Apa kau percaya?”

Rie mengedikkan bahunya. “Saya tidak mengerti. Saya tidak pernah mendengar hal semacam itu. Saya bukan gadis terpelajar, saya cuma budak.”

“Dulu aku juga budak sampai umurku 14 tahun. Pertemuanku dengan Tuan Russel mengubah nasibku. Ah, berapa umurmu, Rie? Kelihatannya kau masih muda.”

“Orang tua saya tidak menginginkan saya. Saya dibuang waktu masih bayi…” Rie memalingkan wajah. “Anda mau memberi saya umur?” Rie tertawa miris. “Mungkin saya berusia sama dengan Tuan. Mungkin juga saya sepuluh tahun lebih tua, bisa juga sepuluh tahun lebih muda. Tergantung keinginan Tuan.”

“Kau tidak tahu tanggal lahirmu sendiri?”

Rie tertawa terbahak. “Saya bisa makan manisan setiap hari saja sudah beruntung. Memikirkan tanggal lahir sama sekali tidak membuat saya bisa hidup. Hidup Tuan berbeda dengan saya…”

Haruka menatap wajah Rie. Ada gurat kesedihan, kekecewaan dan kekerasan hidup di sana. Perlahan diusapnya bahu Rie yang sedikit gemetar. Haruka menundukkan tubuhnya, membuat wajahnya sejajar dengan wajah Rie.

“Tentu saja hidup kita berbeda, Rie. Aku orang Jepang asli yang kebetulan bertemu dengan Tuan Russel yang mantan pastor. Sejak Tuan Russel ‘membeliku’ aku selalu berkeliling ke mana-mana, menemaninya menghabiskan warisan orang tuanya yang dulu tinggal di Vatikan. Sementara kau sendiri semenjak kecil tinggal di India, apa kau tidak berpikir pertemuan kita memang sudah direncanakan?”

Rie menggelengkan kepalanya. “Siapa yang merencanakannya?”

“Aku juga tidak tahu…” Haruka tersenyum. “Mungkin lebih baik kita tidak menanyakannya, biarkan saja semua mengalir apa adanya. Setiap kata dan langkah yang kita lakukan setiap hari pasti mempengaruhi orang lain, sekecil apa pun itu. Sekarang biarkan kata dan langkah yang kulakukan mempengaruhi peruntunganmu.”

“Apa saya pantas? Maksud saya, saya cuma seorang…”

Haruka meletakkan telunjuknya di depan bibir Rie. “Semua orang pantas mendapatkan apa yang terbaik. Baiklah, kumulai ya. Pilih angka yang kau suka.”

“Berapa pun?”

Haruka mengangguk.

Rie tampak berpikir. “Ehm… 2 dan 7?”

“Baiklah,” Haruka menepuk kedua tangannya. “Aku suka angka 5. Kau memintaku memberimu umur kan? Sudah kutetapkan, tanggal 27 bulan 5. Tiap tahunnya usiamu akan bertambah satu tahun. Kita mulai tahun ini saat kau berumur 1 tahun.”

“Tapi saya tidak semuda itu. Masa umur saya 1 tahun?”

Haruka berkacak pinggang, pura-pura memasang wajah marah. “Katanya terserah aku?”

Melihat itu tak urung Rie tertawa kecil. Ia hanya mengangguk, lalu menundukkan wajah. Haruka mengulurkan tangannya dan memegang jemari Rie. Saat itu hanya Haruka yang tahu betapa dinginnya jemari gadis itu, satu hal yang membuatnya berpikir hanya ia yang mampu menghangatkannya kembali. Janji itu terus terukir dalam-dalam di dadanya sampai saat ini, membuat Haruka tak bisa lepas dari Rie walau dimana pun ia berada.

“Tanganmu dingin…”

“…”

“Apa selalu sedingin ini? Setiap hari?”

Rie hanya menganggukkan kepala.

“Kalau begitu, aku yang akan menghangatkannya untukmu, setiap hari. Kau tahu bagaimana caranya?”

Rie balik menggenggam erat jemari Haruka. “Iya, saya tahu caranya…”

Kini Haruka menatap telapak tangannya sendiri. Ia meletakkannya perlahan di atas kaca jendela kamarnya. Haruka dapat merasakan dinginnya kaca meresap ke dalam telapak tangannya. Ia sangat merindukan Rie, ia ingin sekali mendekap dan menggenggam tangan gadis itu, memberinya kehangatan yang menenangkan. Dengan keadaannya sekarang ia tidak bisa melakukan apa pun, bahkan meneriakkan nama pun tak akan ada seorang pun yang mengerti betapa sakit hatinya karena menginginkan gadis itu.

“Aku merindukanmu…” bisik Haruka di antara keremangan kamarnya, hingga sebuah ketukan pintu dari luar kamar menyadarkannya.

Lucas, tukang kebun yang merawat villa Tuan Russel berdiri di depan pintu. Matanya bergerak-gerak gelisah, tangannya menggenggam secaris kertas yang kelihatannya masih baru. Haruka mengangkat alis tanda kalau ia sebenarnya tidak suka diganggu dengan kedatangan Lucas yang tiba-tiba.

“Apa?”

Lucas memilin-milin ujung bajunya. “Tuan meminta saya memberi tahu kalau ada kabar terbaru dari pelabuhan…” Lucas terlihat makin gelisah. “Tadi ada yang memberi tahu saya Sir Anna tidak akan sampai di pelabuhan sampai kapan pun. Sir Anna tenggelam. Mungkin ada beberapa yang selamat, tapi perahu penyelamat yang disediakan pasti tidak sebanyak penumpangnya. Apalagi banyak penumpang gelap, budak-budak India yang diselundupkan ke Inggris untuk dipekerjakan, jadi kemungkinan…”

Mendadak kabut gelap tampak menghias mata Haruka. Perutnya mendadak mual, dan ia merasa darah bergejolak hebat dalam tubuhnya. Haruka menatap telapak tangannya, matanya tertuju ke arah jari kelingkingnya sendiri. Bahkan sejujurnya ia tidak pernah sekali pun melihat benang merah itu ada. Atau mungkin selama ini ia yang mengharap dan mengkhayalkannya terlihat antara ia dan Rie.

Dan hujan pun terus turun, seperti tak pernah berhenti.

-END-

Genius Boy part 6 : Problems



Cast: - Seo Joo Hyun (15 tahun)

- Cho Kyuhyun (15 tahun)

Other Cast: - Jung Yonghwa (15 tahun)

-Shim Changmin (15 tahun)

-Shin Hana (15 tahun)

-Choi Siwon (16 tahun)

-Jung Yunho (35 tahun)

-and the others

Genre: Romance,Friendship,School Life,Mystery,and Family

Author: Shin Hana
 Desclaimer:FF ini punya saya dan hasil ide saya.Palgiat??? Berdosa besar ya!!! Para cast hanya meminjam dan tetap milik tuhan Yang Maha Esa.

Note:Hai semuanya!!!! Makasih buat wires yang sudah baca ff aku. Hehehe…misteri diff ini udah mulai keluar sedikit demi sedikit ya. Buat SKM nya tenang bentar lagi ada kok.

~Happy Reading~

Sebelumnya di Genius Boy part 5 : Jung Yunho is???

“Heisemut-semut,cukup kalian bersenang-senang,”suara namja sontak menghentikkan langkah kaki Kyuhyun,Seohyun,dan Changmin.

Changmin langsung berkomat-kamit berdoa agar ia tak diculik lagi. Seohyun langsung juga berdoa agar nyawanya selamat dan penjahat itu tiba-tiba pingsan mendadak.Sementara Kyuhyun agak terkejut saat mendengar suara namja tersebut. Ia merasa pernah mendengarnya dan sangat familiar. Perlahan ia pun menoleh dan shock.

“Kau…”

“Kita bertemu lagi genius boy,”ucap namja itu lalu mengeluarkan senyum yang mengerikan.

___________Genius Boy part 6 : Problems__________

Yonghwa,Jiyeon,Suzy,Ji Eun,Myungsoo,dan Jonghyun berjalan – jalan sambil melewati Sungai Han. Tiba –tiba saat Yonghwa menikmati pemandangan Sungai Han dari atas jembatan,tiba-tiba matanya melihat seorang namja berusia 35 tahun sedang mengarahkan pistol ke 2 orang namja dan yeoja yang berusia 15 berusia 15 tahun. Yonghwa terbelalak saat menyadari bahwa yeoja tersebut adalah Seohyun.

“Seohyun..itu Seohyun,” tunjuk Yonghwa.

Suzy,Jiyeon,Jonghyun,Myungsoo,dan Ji Eun langsung melihat kea rah yang ditunjuk ke Yonghwa. Yah,yeoja itu adalah Seohyun,teman mereka. Yonghwa hendak bergegas lari ke arah TKP hendak menyelamatkan Seohyun tapi dia menghentikkan niatnya. Ia takut dan nyalinya ciut saat melihat pistol tersebut. Lebih baik dia menatap pemandangan tersebut dari kejauhan.

Sementara itu,Kyuhyun menatap tajam ke arah Yunho yang sedang menyerigai sinis ke arahnya. Tangannya gemetar saat melihat Yunho. Seohyun langsung menggengam tangan Kyuhyun hendak menghentikkan rasa gemetaran dari diri Kyuhyun. Changmin hanya menatap Yunho dan Kyuhyun penuh tanda tanya.

“Sudah aku duga jika kaulah yang asli,” ujar Yunho gembira lalu menari gangnam style. Tapi dia langsung menghentikkan aksinya saat melihat trio kwek-kwek berlari ke arah mereka bertiga. Nafas trio kwek-kwek tersebut sedikit terengah-engah.

“Yakk…kenapa kamu meninggalkan kami eoh?” bentak Jaejeong yang langsung dihadiahi tatapan tajam oleh Yunho. Sontak Jaejeong langsung menutup mulutnya dan menampar bibirnya karena berkata kasar pada pemimpinnya.

“Kyuhyun~ah,kau kenal dengan dia?” tanya Changmin pada Kyuhyun lalu menunjuk Yunho.

Kyuhyun menganggukkan kepalanya. Yah,ia mengenal Yunho saat dia berumur 5 tahun. Yunho adalah orang yang membuat Kyuhyun takut. Yunho-lah orang yang membuat harabeoji dan halmeoni meninggalkannya. Intinya nih,Yunho adalah orang yang membunuh harabeoji dan halmaeoni-nya.

“Dia membunuh harabeoji dan halmeoni-ku,” lirih Kyuhyun pelan tapi suaranya masih bisa didengar oleh Seohyun dan Changmin.

Seohyun langsung memejamkan matanya. Ia takut karena namja yang ada di hadapan mereka ini adalah pembunuh yang membunuh harabeoji dan halmeoni-nya Kyuhyun. Sedangkan Changmin membuka mulutnya karena terkejut. Masa sih,kelompok lawak *menurut Changmin *ini adalah seorang pembunuh???

“Lama tidak bertemu ya. Aku tak menyangka jika anak kecil yang aku incar sudah tumbuh menjadi dewasa,” seru Yunho lalu menjilat bibirnya. “Seandainya orang ‘itu’ tidak memberitahuku,mungkin aku tak akan pernah tahu dengan genius boy.”

Seohyun mengerutkan keningnya bingung. Apa maksud perkataan Yunho?? Apakah sebenarnya dia tidak tahu apa-apa tentang genius boy semasa dulu?? Atan dia hanya asal ngomong?? Seohyun membuang pikiran tersebut jauh jauh lalu menatap Yunho dengan intens.

“Apa maksudmu?” tanya Changmin bingung.

“Kau tak perlu tahu apa – apa,” jawab Yunho sadis.

Changmin mendenguskan nafasnya. Cih,ia benci dengan jawaban itu. Jawaban itu hanya membuat Changmin penasaran. Jaejeong,Yoochun,dan Junsu hanya menatap Yunho dengan tatapan penasaran. Sebenarnya trio kwek – kwek itu bukanlah anggota Yunho yang sebenarnya. Anggota Yunho yang sebenarnya itu ditangkap oleh polisi saat 10 tahun yang lalu. Karena gak punya anak buah lagi,Yunho pun merekrut mereka.

“Po…polisi datang,” tiba-tiba Kyuhyun berteriak dengan ekspresi gembira. Yunho dkk langsung menoleh ke belakang dan jrenggggg…tidak ada apa- apa. Saat mereka berbalik kembali,Kyuhyun sudah berlari bersama Seohyun dan juga Changmin.

Dorrrr

Yunho menembakkan pistolnya ke arah Changmin. Untung saja Changmin bisa menghindari jadi peluru tidak mengenainya. Sebenarnya sih itu Cuma keberuntungan karena saat pistol diletuskan ke arahnya,Changmin tak sengaja menginjak kaleng jadi dia terjatuh ke bawah. Kesialan itu ternyata ada juga ya yang membawa keberuntungan.

“Changmin~ah,” Kyuhyun langsung mendekat ke arah Changmin dan tak lupa memberi instruksi ke arah Seohyun untuk segera pergi. Tapi Seohyun hanya diam karena dia tak mau pergi sendirian.

Changmin yang kesal karena hendak ditembak oleh Yunho langsung bangkit dan menyerang Yunho dengan tangan kosong. Changmin menyerang Yunho dengan bertubi-tubi dan berusaha merebut pistol Yunho. Tapi Yunho tak bisa dikalahkan dengan mudah. Dengan mudahnya,dia pun mendorong Changmin.

“Kau..bajingan,”umpat Yunho kesal.

Ia hendak menarik pelatuk tersebut dan menembakkan peluru ke arah Changmin. Tiba-tiba, tukkk…sebuah batu kecil mendarah di kepalanya. Changmin langsung berdiri dan berlari ke belakang Kyuhyun. Siapakah yang melempar batu kecil itu ke arah Yunho??? Dia adalah Seohyun.

“Changmin~ah,gwachenna?” tanya Seohyun lalu mendekat ke arah Changmin dan Kyuhyun. Changmin hanya menganggukkan kepalanya. Kyuhyun mengawasi gerakan Yunho dengan mata elangnya. *Wow*

Yunho memandang marah ke arah Seohyun dan hendak menarik pelatuk pistolnya. Jaejeong yang penyayang wanita pun langsung menahan tangan Yunho. Yoochun dan Junsu hanya bingung menatap Jaejeong.

“Kapten,dia yeoja bukan namja,”tegur Jaejeong. “Janganlah tembak dia,lagipula dia juga bitiful!!”

“Beautifull babo,”koreksi Kyuhyun dengan nada sengit.

“Oh ya..ya..makasih sudah mengingatkanku,” ucap Jaejeong lalu fokus ke arah Yunho.”Kapten Yunho,lebih baik kau tembak namja jangkung itu,”tambah Jaejeong sambil menunjuk ke arah Changmin.

“Yakkk!!!” teriak Changmin kesal.

Brukkk…Yunho mendorong Jaejeong dengan kasar dan dorrrr….tembakkan pun diarahkan ke Jaejeong. Peluru yang ditembakkan Yunho sukses menembus jantung Jaejeong dan membuat Jaejeong tewas seektika. Mulut Changmin terbuka saking terkejutnya. Seohyun menutup mulunya dan air mata mengalir ke pipinya. Kyuhyun hanya membulatkan matanya dan teringat saat Harabeoji dan halmeoni-nya juga terbunuh di depan matanya.

“Kau keterlaluan,” bentak Yoonchun ke Yunho. Ia tak takut lagi dengan Yunho. Amarah sudah menguasai hatinya sehingga yang tak ada lagi rasa takut sama sekali. Junsu juga menatap Yunho dengan tajam. Tangannya terkepal dengan erat.

“Dia hanya sampah jadi aku tembak saja,” balas Yunho santai. Kakinya sibuk menendang tubuh Jaejeong yang sudah tak bernyawa. Yoonchun yang geram langsung menyerang Yunho. Yunho agak kelabakan tapi dia berusaha tetap tenang.

“Ayo serang terusss,” teriak Changmin yang langsung diam saat Junsu menatapnya tajam.

Pertarungan itu berlangsung dengan sengit. Kyuhyun berusaha menarik Changmin agar segera pergi tapi Changmin tidak mau karena ingin menyaksikan pertarungan tersebut. Seohyun pun yang juga ikut membujuk Changmin hanya tersenyum masam. Ckckckck….seharusnya saat bertarung seperti ini,mereka harusnya pergi. Tapi nih Changmin malah asyik nonton.

Dorrrr….Yunho menembak kaki Yoochun. Darah mengalir deras dari kaki Yoochun. Wajah Junsu memucat saat Yunho mengarahkan pistol ke arahnya. Kyuhyun dan Seohyun langsung menarik Changmin agar mereka segera pergi.

“Changmin,ayokita pergi dari sini,” ajak Kyuhyun sambil menarik lengan Changmin.

Dorrr…suara tembakan terdengar lagi. Kali ini lengan Junsu menjadi sasaran pistol tersebut. Kaki Changmin membeku saat melihat tindakan tersebut. Seohyun dan Kyuhyun berusaha menyeret Changmin tapi tidak berhasil.

“Astaga,aku tak percaya jika aku bisa melihat aksi tembak-tembakan,” gumam Changmin kemudian pingsan.

“CHANGMIN!!!!” Seohyun berteriak histeris karena merasa takut.

Yunho hanya tersenyum tipis saat melihat 2 orang yang tersisa yaitu Seohyun dan Kyuhyun. Saat dia hendak mengarahkan pistolnya ke Seohyun *kejam banget*,bunyi suara sirene polisi pun terdengar dari kejauhan. Yunho pun hanya berdecih kesal lalu segera meninggalkan tempat tersebut.

“Ini belum berakhir. Suatu hari nanti aku akan mendapatkanmu,” kata Yunho sebelum meninggalkan tempat tersebut sambil menatap Kyuhyun. “Aku akan kembali dan akan kujadikan kamu anak buahku. Ingat____Aduhhhh.” Yunho menghentikkan kata katanya karena kepalanya dilemparkan batu batu kecil oleh Seohyun. Ia pun mendengus kesal lalu segera pergi.

Drapp..drapp…drapp…bunyi langkah kaki pun terdengar. Keluarlah sekelompok polisi,Hana,dan juga Siwon. Changmin langsung bangkit dari pingsannya saat mendengar bunyi langkah kaki.

“Wah…ada polisi,” seru Changmin gembira.

Para polisi tersebut langsung mengevakuasi Yoochun,Junsu,dan juga Jaejeong yang tak bernyawa.Para polisi yang lain segera mencari Yunho setelah Kyuhyun memberitahu.

“Kyuhyun~ah,gwachenna?” tanya Hana khawatir.

“Gwachennayo,aku hanya shock,” jawab Kyuhyun.

Hana menghembuskan nafas lega. Yah,Kyuhyun tak terluka merupakan berita yang sangat baik. Jika Kyuhyun terluka pasti Younghwan a.k.a appa-nya Kyuhyun akan memarahinya. Siwon mendekati Seohyun yang kelihatan sangat lelah.

“Seohyun~ah,gwachenna? Ada yang terluka?” tanya Siwon ke Seohyun bertubi- tubi.

Seohyun memandang Siwon sekilas lalu menggelengkan kepalanya.Ia baik-baik saja tapi jujur ia mempunyai perasaan yang tidak enak. Perasaan yang mengatakan bahwa akan ada kejadian yang menyedihkan.

“Sebaiknya kita pergi dari sini,” saran Kyuhyun. “Aku sungguh tak nyaman dengan tempat ini.”

“Ne,aku juga sangat lelah hari ini dan agak shock melihat adegan tembak-tembakkan ada di depan mataku,” timpal Seohyun.

“Baiklah,ayo kita pulang.”

---------------------------

Di SM High School tepatnya di kantor kepala sekolah,Sooman sedang berhadapan dengan seorang namja yang berusia sekitar 45 tahun. Namja itu adalah orang yang telah mempromosikan sekolah ini sehingga nama SM High School dikenal banyak orang.

“Sooman~ssi,aku ingin kau membatalkan pesta dansa,” tegas namja tua tersebut yang akrabnya dipanggil Mr.Lee.

“Kenapa harus dibatalkan?? Para murid senang dengan acara pesta dansa tersebut,” balas Sooman tak mengerti.

“Anakku tak menyukai acara ini jadi aku hatap kau mengerti. Lagipula pesta dansa ini sangat berakibat buruk bagi nilai para murid. Lihatlah nilai para murid jadi menurun dengan drastis,” seru Mr.Lee sambil menunjukkan data nilai para murid SM High School.

Sooman menganggukan kepalanya mengerti. Yah,nilai para murid agak berkurang walau ada sebagian kecil yang nilainya tidak berkurang sama sekali. Sooman bimbang dan juga bingung karena di satu sisi ia tak ingin mengecewakan para murid dan disisi lain ia takut menolak perintah Mr.Lee.

“Baiklah,aku akan membatalkan acara tersebut,” ujar Sooman akhirnya.

---------------------------

Seohyun melangkahkan kakinya ke rumahnya yang sepi dan tenang. Orang tuanya sedang bekerja menjadi wartawan di luar negri jadi tinggallah dirinya sendirian di rumah ini. Sesungguhnya ia kesepian tapi mengingat bahwa orang tuanya bekerja demi dirinya ia pun tak merasa kecewa dengan orang tuanya.

“Seohyun~ah,” sebuah suara namja sontak menghentikkan langkah kaki Seohyun. Seohyun pun membalikkan tubuhnya dan mendapati Yonghwa sedang berdiri di belakangnya.

“Yonghwa~ya,ada apa kau kesini? Dimana yang lain?” tanya Seohyun sambil melihat ke sekeliling.

Greppp…Yonghwa langsung memeluk Seohyun. Seohyun segera mendorong Yonghwa dengan keras. Pelukan itu pun terlepas.

“Ada apa denganmu,Yonghwa?” tanya Seohyun galak.

“Seohyun~ah,aku ingin kau meninggalkan sekolah barumu,” jawab Yonghwa lalu menggenggam tangan Seohyun. “Aku barusan melihatmu di sungai Han bersama 2 namja yang mungkin adalah teman barumu. Aku melihat semua kejadian disana dan aku tak ingin kau dalam bahaya.”

“Shireo,aku tak mungkin meninggalkan mereka,” tolak Seohyun tegas. “Mereka..teman baruku…mereka sedang kesusahan.”

“Tapi teman teman barumu telah melibatkanmu dalam bahaya,” teriak Yonghwa kesal lalu menendang batu kecil yang ada di dekat kakinya.

“Yonghwa~ya,saat aku dewasa nanti,aku pasti akan terlibat dalam bahaya juga,” ujar Seohyun. “Aku sendirilah yang sata itu melibatkan diriku dalam bahaya jadi jangan salahkan mereka.”

Yonghwa menghembuskan nafas kesal lalu menatap Seohyun dengan tajam dan dalam. Seohyun membalas tatapan Yonghwa. Seohyun dapat merasakan rasa khawaitr dan juga takut yang dirasakan Yonghwa saat melihat matanya.

“Aku ingin kau memilih. Pilihannya adalah ‘Teman barumu atau Teman Lamamu’.Aku tunggi jawabanmu,” kata Yonghwa lalu meninggalkan Seohyun.

Seohyun hanya menghela nafas kesal. Ia benci pilihan yang dipilihkan Yonghwa untuknya. Temab baru atau teman lama?? Yang benar saja,menurut Seohyun mereka semua sama sama berharga.

‘Mianhae Yonghwa~ya,’batin Seohyun.’Aku tak bisa meninggalkan teman baruku karena mereka sedang kesusahan. Selain itu,disana ada seorang namja yang sangat aku cintai dan aku tak mungkin meninggalkan mereka.’

Seohyun segera masuk ke dalam rumah saat angin telah menyentuh wajahnya. Huhuhuhu…di luar sungguh sangat dingin sekali bagi Seohyun. Ia ingin menghangatkan dirinya dengan makan goguma. Siapa tahu dengan memakan goguma,tubuhnya kembali hangat dan bisa melupakan masalahnya sejenak.

---------------------------

Waktu terus bejalan hingga sang malam memperlihatkan dirinya. Tampak seorang namja berusia 35 tahun sedang berlari dengan nafasnya yang tersengal-sengal. Ia melihat ke sekeliling dan tersenyum saat polisi tak lagi mencarinya. Siapakah dia??            Dia adalah….jrengggg…Jung Yunho.

“Dasar polisi bodoh,jangan harap bisa mengalahkan Jung Yunho,” gumam Yunho senang.

Ia pun segera berlari kembali. Tapi baru ia berlari 5 langkah,ti8ba tiba sebuah mobil putih yang berkilau menghadang langkahnya. Mobil itu berhenti tepat di depannya dan keluarlah sosok yepja yang berusia 18 tahun. Yunho pun terhenyak.

“Apa kabar Yunho~ssi?” tanya yeoja tersebut lalu tersenyum. “Aku ingin mengajakmu bekerja sama untuk menghancurkan keluarga Cho.”

“Mwo??Bagaimana bisa aku percaya denganmu?” teriak Yunho keras.

“Aku tak peduli kau mau percaya atau tidak,” balas yeoja tersebut. “Kau mengincar genius boy kan?? Aku juga sedang mengincarnya untuk membuat keluarga Cho hancur.”

“Kalau aku mau,apakah kau akan membantuku menangkap genius boy?” tanya Yunho lalu menatap yeoja muda itu.

“Tentu saja,Genius Boy hanya sebagai umpan untuk memancing seekor ikan,” jawab yeoja tersebut. “Begitu ikan itu tertangkap,kau boleh mengambil genius boy.”

“Oke…aku setuju bekerja sama denganmu,” ujar Yunho sambil mengulurkan tangan.

Yeona tersebut tersenyum kembali lalu membalas uluran tangan Yunho. Ia segera membuka pintu mobil dan menyuruh Yunho masuk ke dalam mobil sebelum para polisi datang. Yunho segera masuk ke dalam mobil dan mobil tersebut meluncur ke jalanan.

Sepertinya Kyuhyun akan dalam bahaya besar.

------------------------------

Waktu terus kembali berjalan hingga sang mentari menampakkan senyumnya kembali. Seohyun seperti biasa berangkah ke sekolah dengan penuh semangat. Senyumnya terkembang saat melihat Kyuhyun dan Changmin.

“Kyuhyun~ah,Changmin~ah,” panggil Seohyun.

Kyuhyun dan Changmin menoleh. Mereka tersenyum saat Seohyun berlari mendekati mereka dan melambaikan tangan. Changmin membalas lambaian tangan Seohyun sambil menggenggam sandwich yang belum sempai ia makan.

“Selamat pagi Seohyun~ah,” sapa Kyuhyun sambil tersenyum.

Deg…deg..deg…jantung Seohyun berdetak kencang saat melihat senyum Kyuhyun. Wajah Seohyun pun langsung memerah. Seohyun pun memilih untuk membalas senyum Kyuhyun sambil menundukkan kepalanya.

“Celamat Hagi Cehyun~ah,” sapa Changmin dengan mulut penuh makanan. Changmin merasa kesal saat Seohyun tak membalas sapaannya. *Poor Changmin*

Mereka pun berjalan bersama sama ke sekolah. Begitu sampai di sekolah,mereka heran karena semua murid berkumpul di lapangan dan seperti mengajukan protes. Di podium tampak Han seosaengnim sedang berdiri dan menatap para murid yang buas.

“Ada apa Hana~ya?” tanya Seohyun pada Hana yang baru datang. Hana hanya mengangkat bahu dan berjalan ke arah kerumunan tersebut. Sepertinya Hana ingin tahu dengan apa yang terjadi.

Seohyun,Kyuhyun,dan Changmin pun segera masuk ke dalam kerumunan. Mereka pun menyelip hingga akhirnya bisa berdiri di depan dekat podium. Di sana ada juga Hana,Siwon,Taeyeon,Victoria,Donghae,dan Leeteuk.

“Seohyun~ah,acara pesta dansa mau dibatalkan,” beritahu Taeyeon.

“Mwo??” Bagaimana bisa?? Bukannya acara pesta dansa biasanya diselenggarakan setiap tahun?? Kenapa sekarang mendadak dibatalkan?? “ tanya Kyuhyun bingung. “Cih,padahal kita kan baru kelas 1 dan belum tahu bagaimana pesta dansa ala SM High School.”

“Huweee…aku tak bisa makan enak dong,” rengek Changmin.

PLETAK…Victoria segera menjitak kepala Changmin. Changmin hanya bisa meringis lalu memandang Victoria sengit. Ia ingin sekali membalas jitakan tersebut tapi ia tak berani. Akhirnya ia memilih untuk cuek.

“SAYA TIDAK SETUJU PESTA DANSA DIBATALKAN.”

Tiba tiba sebuah suara yeoja terdengar. Suaranya sangat keras di telinga Kyuhyun karena yang berteriak itu adalah Seohyun. Seohyun segera melangkah ke depan dan berhadapan dengan Han seosaengnim. Di tangannya sudah ada toa yang tidak tahu dapat dari mana.

“Semua murid disini sangat suka dengan acara tersebut tapi kenapa tiba tiba pihak sekolah membatalkannya?? Bisa beri kami alasan?” pinta Seohyun sambil memakai toa tersebut agar suaranya terdengar.

“Kami membatalkan acara tersebut karena semua murid disini nilainya berkurang drastis,” jawab Han seosaengnim. “Saya tak yakin jika ada murid yang nilainya bagus disinijika pesta dansa itu tetap diselenggarakan.”

“Tapi tak semua murid seperti itu kan??” tanya Hana dengan berani. “Apakah alasan dibatalkan pesta dansa tersebut karena hal itu atau ada alasan lain?”

“Memang ada alasan lain tapi ya seperti yang saya katakan bahwa pesta dansa dibatalkan karena nilai para murid berkurang,” jawab Han seosaengnim.

“Pasti nilai para murid akan meningkat kembali,” seru Changmin lalu melangkah dan berdiri di hadapan Han seosaengnim. “Ayo kita taruhan. 3 hari lagi ujian tengah semester akan dilaksanakan. Jika ada 5 murid yang berhasil mencapai nilai 90 di semua mata pelajaran yang diujikan,maka pesta dansa harus tetap dilaksanakan. Jika tidak ada yang berhasil maka pesta dansa harus dibatalkan.”

Semua murid pun berpandangan dan suasana pun kembali riuh. Han seosaengnim tersenyum mendengar taruhan Changmin karena ia merasa bahwa ia bisa memenangkan taruhan ini. Hei…mana ada kan seorang murid mendapatkan nilai 90 di ujian. Tapi Han seosaengnim tak tahu bahwa di ribuan murid disini ada trio genius.

“Baiklah,tapi saya ingin tahu siapa 5 murid yang menurutmu berhasil mendapat nilai sempurna tersebut,” pinta Han seosaengnim.

“Cho Kyuhyun dari kelas 10.8,Shin Hana dari kelas 10.8,dan Choi Siwon dari kelas 11.5,
“ jawab Seohyun cepat sebelum Changmin hendak menjawab. Changmin ,langsung cemberut karena tak menjawab dengan cepat.

Kyuhyun,Hana,dan Siwon langsung memandang horror ke arah Seohyun. Astaga,apakah tidak ada kandidat lain selan mereka bertiga?? Kenapa harus memakai jasa trio genius?? Kyuhyun dengan geram langsung melangkah dan berdiri di dekat Seohyun.

“Apa kau yakin?? Bukannya Kyuhyun adalah murid nakal?? Hana juga adalah murid baru kan??Kenapa dia harus jadi kandidat?? Kalau Siwon sih ya bolehlah dijadikan penolong semua murid disini,” kata Han seosaengnim.

“Jangan remehkan Hana dan Kyuhyun,” teriak Changmin dengan keras tanpa toa sama sekali. “Mereka itu sangat pintar lho!!!”

Suasana kembali riuh. Semua murid langsung berbisik bisik. Hana hanya menghembuskan nafas kesal karena dijadikan penolong harapan semua murid SM High School. Kyuhyun tampak berpikir dan kemudian tersenyum.

“Baiklah,kami bertiga mau dijadikan penolong harapan semua murid disini. Sebenarnya saya juga punya 2 penolong lagi,” kata Kyuhyun lalu tersenyum evil. “Seo Joo Hyun dari kelas 10.8 dan Shim Changmin dari kelas 10.9 adalah 2 kandidat yang  saya sarankan.”

“MWO????”

TBC

Next Chapter Genius Boy part 7 : Hard Work

“Kalian berdua harus menghapalkan isi buku ini dalam waktu 5 menit.”

“Mwo??? Aish,kau gila Kyuhyun~ah.”

“Sudah kuduga akan menjadi seperti ini -_- “

------------------------

“Wow,ada adegan kissing scene.”

“DIAM KAU,CHANGMIN!!!”

‘Omooo…my first kiss dari Kyuhyun. Terima kasih Changmin.’

-----------------------

“Semoga perasaanku tersampaikan melalui pesawat kertas ini.”

“Ada apa kau senyum-senyum? Apa otakmu sudah mulai gila??”

“Aniyo.”

-------------------------

“Astaga,ini tidak mungkin.”

“Ini sangat mustahil.”

[Freelance] My First Date

Author: Nissa Isnaini
Genre ff: Romance-Comedy
Cast ff: Son Dongwoon [Beast], Oh Hayoung [A Pink]
Leght FF: Oneshoot
Other Cast ff: Yoon Doojoon & Yong Junhyung [Beast]
Rating ff: Semua Umur
WARNING: Typo's dimana-mana. E.Y.D tidak sesuai. Bahasa acak-acakan dan hancur, karena saya juga masih amatiran. Mohon maaf juga kalau di FF ini tidak ada unsur comedynya sama sekali.


~Happy Reading~


Pagi itu, di halaman sebuah SMA yang cukup terkenal di Seoul, terlihat segerombolan murid sedang melakukan senam pagi di halaman depan sekolah. Setelah melakukan pemanasan dan senam pagi selama 30 menit, mereka akhirnya beristirahat di tepi halaman, termasuk guru mereka.

Son Dongwoon, guru olahraga itu istirahat di sebuah bangku semen panjang yang ada di dekat pintu masuk gedung sekolah.

Setelah menegak habis sebotol air mineral di tangannya, ia kemudian melayangkan pandangannya ke arah murid-muridnya dan mengamati setiap aktivitas yang di lakukan oleh mereka.

Terpaut beberapa meter di hadapannya, murid-murid perempuannya duduk melingkar sambil bergosip. Sedangkan murid-murid laki-lakinya, yang duduk di serong kiri Dongwoon, juga duduk melingkar sambil bercanda ria.

Dongwoon tiba-tiba tersenyum sambil masih menatap mereka. Ia teringat dengan masa SMA-nya yang juga dipenuhi canda dan tawa seperti mereka. Masa yang benar-benar menyenangkan menurutnya.

“Guru Son!”

Merasa dipanggil, Dongwoon segera menoleh ke anak laki-laki yang memanggilnya dengan mengancungkan tangannya.

“Ya?”

“Apa boleh kami bermain basket?”

Dongwoon tersenyum, “tentu saja!”

Terdengar sorak gembira dari murid laki-laki begitu Dongwoon mengizinkannya.

Dengan segera, mereka beranjak dari duduknya dan segera berjalan ke sisi kanan halaman yang notabene adalah lapangan basket outdoor.

“Kamsahamnida, ssaem!” Ucap anak laki-laki tadi sambil mengambil bola basket yang ada di dekat tempat Dongwoon duduk.

Dongwoon mengangguk singkat.

Anak itu lalu segera bergabung dengan teman-temannya untuk bermain basket.

Tak lama kemudian, anak laki-laki tadi sudah larut dalam permainan basket, begitu juga dengan Dongwoon. Tapi, guru berwajah tampan dan bepostur tinggi itu tidak ikut bermain. Ia berdiri tidak jauh dari tempatnya duduk sambil berteriak-teriak mengkomandoi, layaknya seorang pelatih basket. Namun, tiba-tiba saja teriakannya itu berhenti tatkala melihat seorang wanita cantik yang baru saja keluar dari gedung sekolah.

Mulut Dongwoon langsung menganga lebar, kedua matanya berbinar-binar begitu si wanita cantik lewat dihadapannya.

Tatapan matanya terus mengikuti kemana wanita itu akan pergi. Ia benar-benar sudah terhipnotis dengan sosoknya. Wajah tampannya seketika berubah drastis menjadi bloon.

Saking terpesonanya dengan sosok si wanita cantik, yang bahkan sekarang sudah masuk ke dalam mobil silver yang terparkir di depan gerbang sekolah, ia sama sekali tidak menyadari kalau ada bola basket yang melayang ke arahnya dan…

DUAAAAAKK!!!

Bola basket itu sukses mendarat kepala Dongwoon dan membuatnya pingsan dengan gemilang dengan hidung mengocorkan darah segar.

“Guru Son!!!” Pekik beberapa anak perempuan yang langsung menghampiri Dongwoon yang sudah tergelak di tanah.

***

Son Dongwoon pelan-pelan membuka kedua matanya.

Dimana aku?

Ia langsung mencoba bangkit dari tidurnya, tapi sakit kepala yang teramat sangat langsung menyerangnya dan membuatnya mengurungkan niatnya.

Appo! Dongwoon memegangi kepalanya bagian kanan.

“Lho, kau sudah sadar Guru Son?” tanya seorang pria yang tiba-tiba sudah berdiri di sisi kanan ranjang.

Dongwoon lalu melirik pria itu, “Aku dimana, guru Yoon?”

“Ruang kesehatan sekolah,” jawabnya, lalu tersenyum.

Dongwoon hanya bergumam. Tapi, ia sedikit heran dengan pria itu, yang tumben-tumbennya tersenyum.

Yoon Doojoon, pria itu, yang notabene adalah guru matematika yang mengajar di kelas 1 sama dengan Dongwoon adalah guru yang paling jarang tersenyum di sekolah itu. Wajahnya juga sangar. Selain galak terhadap murid-muridnya, tatapan matanya benar-benar maut dan seolah-olah ingin membunuh siapa saja yang menatapnya.

Dongwoon hampir saja ngompol ketika pertama kali ditatap oleh Doojoon saat ia pertama kali bertemu dengannya, 5 bulan yang lalu.

“Kepalamu tidak apa-apa, kok, guru Son,” ucap seorang pria, yang memakai jas putih panjang yang baru saja masuk.

“Benar tidak apa-apa?” tanya Dongwoon.

Pria berjas putih panjang itu mengangguk, “minum obat dan istirahat sebentar lagi juga akan baikan, kok..”

“Tapi, kepalaku benar-benar sakit, dok..”

“Jangan-jangan, gegar otak, tuh..” tuduh Doojoon sembarangan yang langsung dipelototi oleh Dongwoon.

Yong Junhyung, dokter itu, langsung tersenyum geli, “tidak mungkin. Kepalamu hanya terkena bola basket, tidak akan sampai gegar otak”

Dongwoon langsung menghela nafas lega sambil mengelus-elus dadanya.

“Guru Son,” panggil seseorang yang tiba-tiba menyembulkan kepalanya dari balik pintu ruang kesehatan.

DEG!

Jantung Dongwoon serasa ingin meloncat keluar begitu mendengar suara lembut nan manis itu. Ia sudah sangat menenali siapa pemiliknya, karena itu ia tidak berani menoleh.

“Oh, guru Oh..” ucap Doojoon.

“Aku dengar tadi guru Son pingsan di halaman saat mengajar anak-anak. Apa itu benar?”

Junhyung dan Doojoon mengangguk mengiyakan. Sementara Dongwoon hanya diam. Ia tidak menoleh sedikit pun, bahkan, melirik pun tidak.

“Apa sekarang sudah baikan?” tanya guru Oh sambil berjalan masuk.

Doojoon menggeser posisinya. Memberi ruang agar guru cantik itu bisa melihat Dongwoon dari dekat.

“Iya, tidak apa-apa. Minum obat dan istirahat sebentar lagi juga akan baikan,” jawab Junhyung.

“Syukurlah,” gumamnya sambil menatap Dongwoon lega.

Ditatap oleh guru cantik seperti itu, Dongwoon benar-benar tidak berkutik. Keringat sebesar biji jagung membanjiri tubuhnya. Dan yang paling parah, jantungnya benar-benar ingin meloncat keluar sekarang juga.

Ya, guru cantik bernama Oh Hayoung itulah yang menjadi awal penyebab Dongwoon pingsan. Guru musik yang sudah lama disukai oleh Dongwoon sejak ia pertama kali mengajar di sekolah itu, 5 bulan yang lalu. Satu sekolah pun juga sudah tahu, baik itu guru ataupun murid, kalau Dongwoon sangat menyukai Hayoung. Entah Hayoung tahu atau tidak.

Sebenarnya, Dongwoon tidak pernah mengatakan perasaannya terhadap Hayoung pada siapapun. Tapi reaksinya saat melihat Hayoung itulah yang menjadi bukti kuat bahwa Dongwoon menyukainya. Mulut menganga lebar, kedua mata berbinar-binar, wajah langsung menjadi bloon dan yang paling parah adalah ia selalu mimisan saat melihat Hayoung. Saat di halaman tadi pun ia berusaha mati-matian agar tidak mimisan di depan murid-muridnya. Gengsilah kalau ia, seorang guru tampan langsung mimisan begitu melihat wanita cantik.

“Ehemm.. ehemm…” Doojoon berdehem agar Hayoung tersadar dari tatapannya.

“Oh, maaf,” ucap Hayoung yang langsung mengalihkan tatapannya, “aku masih ada jam mengajar lagi. Permisi, guru Son, guru Yoon, dokter Yong..”

Setelah membungkuk sopan, Hayoung segera pergi meninggalkan ruangan itu.

“Aku rasa perasaan guru Son tidak bertepuk sebelah tangan, ya, dok?” tanya Doojoon sambil menatap Junhyung.

Junhyung mengangguk sambil tersenyum geli.

Lalu, sedetik kemudian, mereka langsung beralih menatap Dongwoon dan benar saja dugaan mereka, hidung Dongwoon sudah mimisan seperti talang bocor.

“Guru Oh..” gumam Dongwoon.

Doojoon dan Junhyung langsung mengusap wajah mereka secara bersamaan.

***

Sore harinya, ruang musik.

Di ruangan yang lumayan luas dan lebar itu, Oh Hayoung sedang sibuk membereskan kertas-kertas bahan ajarannya dan memasukkannya ke dalam 2 buah map berwana pink yang ada di atas meja. Saat itu ia baru saja selesai mengajar anak kelas 2-B, yang menurutnya sangat susah diatur.

Bulir-buliran keringat turun dari pelipis kanan guru caantik itu. Wajahnya juga sangat terlihat lelah. Bagaimana tidak? Hari itu, ia mengajar 4 kelas sekaligus sampai sore hari. Mengajar seni musik memang tidak mudah dan sangat melelahkan. Karena selain harus mengajar dengan suara lantang di depan kelas, ia juga harus menyanyi untuk memberi contoh kepada murid-muridnya.

Saat Hayoung melangkahkan kakinya keluar dari ruangan, ia tanpa sengaja berpapasan dengan Dongwoon, yang berjalan dari arah kirinya dan ia langsung memanggilnya.

“Guru Son!”

Dongwoon menoleh dan langsung membulatkan kedua matanya. Ia benar-benar tidak menyangka akan bertemu dengan Hayoung.

“Mau pulang?” tanya Hayoung pada Dongwoon yang berdiri di hadapannya, di depan ruang music.

Dongwoon hanya mengangguk. Ia lalu menutupi lubang hidungnya dengan jari telunjuk tangan kanannya, agar tidak mimisan tentunya.

“Boleh aku menumpang mobilmu?”

Kedua mata Dongwoon langsung berbinar-binar begitu mendengarnya. Hatinya juga langsung menar-nari bahagia.

“Guru Son, bagaimana?” tanya Hayoung lagi karena Dongwoon tidak segera menjawab dan malah menatapnya. Ia sebenarnya juga heran, kenapa tiba-tiba Dongwoon menutupi lubang hidungnya dengan telunjukknya. Perasaan saat pertama memanggilnya, Dongwoon terlihat baik-baik saja.

Lagi-lagi, Dongwoon hanya mengangguk.

“Kamsahamnida!” Ucap Hayoung sambil membungkukkan badannya sopan.

“Kajja!”

Hayoung segera berjalan menyusul Dongwoon.

“Guru Son, boleh aku bertanya sesuatu?” tanya Hayoung saat ia sudah berjalan berdampingan dengan Dongwoon.

DEG!

Lagi-lagi, Dongwoon merasa jantungnya ingin meloncat keluar.

Jangan-jangan, guru Oh ingin bertanya tentang perasaanku padanya. tebak Dongwoon dalam hati.

Dongwoon mengangguk. Tentu saja dengan hati yang sangat berdebar.

“Sebenarnya, kenapa dari tadi guru Son menutupi lubang hidung dengan telunjuk?” tanya Hayoung polos.

Dongwoon langsung bernafas lega. “Oh, ini.. hi.. hidungku agak sakit. Jadi, aku menutupinya..”

“Butuh tisu?” tawar Hayoung.

“Bo..boleh..”

Hayoung lalu mengambil selembar tisu dari tas wanitanya yang ada di tangan kanan dan mengulurkannya pada Dongwoon.

“Terimakasih,” Dongwoon segera meraih tisu itu dan langsung menekan hidungnya dengan tisu.

Hayoung hanya mengangguk.

Ah, syukurlah. Tenyata aku belum mimisan. Batin dongwoon ketika melepas tisu yang menekan hidungnya, lalu membuang tisu itu ke sembarang tempat.

Setelah itu, keduanya berjalan dalam diam hingga ke parkiran mobil. Saat di dalam perjalanan mengantar Hayoung pulang ke rumahnya, keheningan juga masih menyelimuti mereka.

“Kamshahamnida, guru Son!” Ucap Hayoung ketika mereka sudah tiba di depan rumah Hayoung.

Dongwoon tersenyum, lalu mengangguk.

Saat Hayoung akan beranjak dari duduknya, tiba-tiba, Dongwoon mencekal pergelangan tangan kiri wanita itu.

“Ada apa, guru Son?” tanya Hayoung kaget sambil menatap tangan Dongwoon yang memegang tangan kirinya.

“Eummm.. a-apa malam minggu ini kau ada waktu luang?” tanya Dongwoon sambil menatap Hayoung setelah ia melepas cekalannya.

Hayoung terdiam. Ia lalu balas menatap pria tampan itu, “ya. Malam minggu waktu selalu luang”

“Bo-boleh aku mengajakmu makan malam di luar?”

Hayoung tersenyum, “kencan?”

“Ah, ya..” Dongwoon mengggaruk kepalanya yang tidak gatal.

“Baiklah, aku mau!”

Dongwoon langsung menatap Hayoung tidak percaya. Ia tidak menyangka kalau Hayoung akan menerima ajakannya secepat itu.

“Tidak usah menatapku seperti itu, guru Son,” ucap Hayoung.

Dongwoon langsung mengalihkan tatapannya.

“Aku mau, kok. Serius!”

“Ah, terimakasih..”

“Sampai bertemu nanti malam, guru Son,” pamit Hayoung lalu segera turun dari mobil Dongwoon.

Setelah Hayoung masuk ke dalam rumah, darah langsung mengucur deras dari Hidung Dongwoon.

“Berdandanlah yang cantik malam ini, guru Oh…” gumamnya sambil menatap rumah Hayoung.

***

Malam harinya..

Dongwoon dan Hayoung duduk diselimuti keheningan di dalam mobil. Saat itu, setelah menjemput Hayoung, mobil Dongwoon langsung meluncur, menembus jalanan malam kota Seoul. Sudah 30 menit perjalanan mereka lalui hanya dengan keheningan yang menyelimuti di antara mereka. Mereka memang tidakk saling bicara, tapi saling curi-curi pandang iya. Seperti yang dilakukan Dongwoon saat ini.

Mobil yang mereka kendarai tengah berhenti di lampu merah, di sebuah perempatan jalan raya yang cukup ramai. Karena bosan menunggu lampu merah yang tidak segera berganti dengan lampu hijau, Dongwoon iseng curi-curi pandang ke arah Hayoung yang sedang menatap ke luar jendela. Malam itu, dress tank top selutut berwarna pink membalut tubuh wanita cantik itu. Membuatnya tambah cantik dan manis tentunya.

Guru Oh, kau sangat cantik malam ini. Hatiku memang tidak salah memilihmu.

Lampu kini berubah menjadi hijau. Dongwoon segera melajukan mobilnya kembali.

Saat Dongwoon sedang fokus menyetir, kini giliran Hayoung yang curi-curi pandang ke arah Dongwoon.

Guru Son, kau sangat tampan memakai setelan jas berwarna biru tua malam ini. Membuatku semakin terpesona padamu.

“Oh, guru Oh, bagaimana kalau kita ke restoran Jepang itu?” tanya Dongwoon sambil melirik ke arah papan nama sebuah restoran Jepang, yang ada di sisi kiri jalan, yang sudah tidak jauh dari hadapan mobil mereka.

Hayoung langsung ikut melirik papan nama restoran Jepang itu. Lalu, ia menggeleng.

“Kenapa?”

“Aku tidak suka makanan Jepang”

“Oh..”

Hayoung segera mengalihkan tatapannya ke sisi kanan jalan.

“Lalu kemana?”

Hayoung tampak berpikir sejenak dan tiba-tiba saja, ia menunjuk sebuah restoran mewah nan besar yang ada di sisi kanan jalan.

“Bagaimana kalau restoran itu?” usul Hayoung.

Dongwoon melirik sekilas ke restoran mewah itu.

“Aku sudah lama tidak ke restoran itu. Mau, ya?” pinta Hayoung dengan nada memohon.

“Oke. Aku juga belum pernah ke restoran itu”

“Uangmu cukup ‘kan?”

“Kau meremehkanku? Tentu saja cukup!” Jawab Dongwoon mantap, padahal di dalam hatinya.. Aduhh.. itu restoran ’kan harga makanannya mahal-mahal. Semoga uangku cukup.

Hayoung langsung tersenyum penuh kemenangan.

Setelah itu, Dongwoon langsung melajukan mobilnya ke sisi kanan jalan dan akhirnya mereka sampai di restoran mewah itu.

Semoga kencan pertamaku ini sukses dan uangku cukup. Amin. Doa Dongwoon dalam hati sesaat sebelum melangkahkan kakinya masuk ke dalam restoran.

Setelah sekitar 10 menit mereka mencari tempat di dalam restoran itu yang bisa di bilang cukup sulit, mereka akhirnya menemukan sebuah meja kosong di tengah-tengah ruangan dan langsung memesan makanan.

Selama menunggu pesanan mereka datang, keduanya asyik melayangkan pandangannya ke seluruh sudut restoran yang tampak ramai dan penuh.

“Dongwoon-ssi,” panggil Hayoung tiba-tiba yang membuat Dongwoon langsung menoleh terkejut kerena tidak biasanya Hayoung memanggil dengan nama itu. Ia berusaha mati-matian agar tidak mimisan saat menatap Hayoung.

“Ya, guru Oh?”

Hayoung tersenyum, “panggil ‘Hayoung’ saja. Ini ‘kan kencan pertama kita, tidak perlu seformal itu..”

“Ne, Hayoung-ssi..”

“Boleh aku bertanya sesuatu?”

Dongwoon mengangguk.

“Eumm, begini..” Hayoung menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, “tentang yang pernah dikatakan rekan sesama guru padaku, a-apa benar kalau kau… sudah lama menyukaiku?”

DEG!

Lagi-lagi Dongwoon merasakan jantungnya ingin meloncat keluar.

Ia tidak menyangka kalau Hayoung akan menanyakan hal itu di kencan pertama mereka dan ia juga belum siap menjawabnya.

Dongwoon menunduk. Mendadak ia menjadi gugup.

“Dongwoon-ssi,” panggil Hayoung lagi, kali ini sambil menggenggam tangan kanan Dongwoon yang ada di atas meja.

Dongwoon langsung mengangkat kepalanya dengan kaget.

“Kalau itu benar, aku juga tidak akan marah, kok, karena… aku.. aku juga… sudah lama menyukaimu, se.. sejak pertama kita bertemu,” kali ini gilirin Hayoung yang menunduk, tapi tangannya masih menggenggam tangan kanan Dongwoon.

Kedua mata Dongwoon langsung membulat sempurna, “be.. benarkah?”

Hayoung mengangguk, masih menunduk. "Kau adalah pria tampan dan baik"

Senyum langsung terkembang sempurna di bibir Dongwoon. Ia lalu mengangkat tangan kiri Hayoung yang semula menggenggam tangan kanannya dan mengecupnya lembut.

“Jadi, kita sudah resmi menjadi sepasang kekasih?” tanya Dongwoon lalu tersenyum jail.

Hayoung yang masih menunduk, mengangguk malu-malu.

Setelah itu, pesanan mereka datang dan mereka menhabiskan makanannya mereka dalam diam. Sibuk mengatur perasaan mereka masing-masing.

“Ini tagihannya,” Ucap seorang pelayan sambil meletakkan kerts kecil di atas meja mereka.

Setelah pelayan itu pergi, Dongwoon segera mengambil kertas itu dan kedua matanya langsung melotot ngeri begitu membaca tagihannya.

MWO????? 200.000 won??

“Ada apa? Berapa tagihannya?” Hayoung berusaha merebut kertas itu dari tangan Dongwoon, tapi dengan cepat Dongwoon mengalihkannya.

“Ya! Kenapa aku tidak boleh melihat?”

“A-aku ke toilet dulu..” pamit Dongwoon lalu segera beranjak dari duduknya.

Di koridor toilet..

Dongwoon menyandarkan tubuhnya dengan pasrah ke dinding yang ada di koridor toilet pria. Sambil berulang kali melihat kertas tagihannya itu.

Eommmaaaaa! Ratap Dongwoon dalam hati. Bagaimana ini?????? Uangku hanya 100.000 won. Dongwoon sekali lagi melihat kertas kecil itu. Haruskah aku bilang pada Hayoung, yang sudah menjadi kekasihku, bahwa uangku tidak cukup??

Ia kemudian memukul-mukul jidatnya dengan tangan kanannya.

Gengsi dong! Ia kemudian melotot ngeri. Jangan-jangan, setelah aku bilang bahwa uangku tidak cukup, Hayoung akan langsung memutuskanku??

Dongwoon mengacak-acak rambutnya frustasi. Tidakkkkkkk!!!!!

Orang-orang yang berlalu-lalang di koridor toilet pun langsung menatap dongwoon dengan heran.

Tiba-tiba, ponsel yang ada di saku celana Dongwoon bergetar, menandakan ada pesan masuk. Dongwoon langsung mengambil ponselnya dan membaca pesan itu.

From: Guru Oh

Dongwoon-ssi, aku sudah membayar tagihannya. Aku juga sudah tahu kalau kau pasti tidak mempunyai cukup uang, jadi pergi ke toilet. Maafkan aku dan cepatlah kembali.

Dongwoon langsung bernafas lega, karena Hayoung bisa mengerti dan ia tidak perlu menjelaskannya lagi. Walaupun ia tetap akan malu saat bertemu Hayoung lagi.

Aku memang tidak salah telah menjadikanmu sebagai kekasihku. Batin Dongwoon sambil melangkahkan kakinya keluar dari toilet.

Kencan pertamaku memang berakhir dengan memalukan, tapi setidaknya, Hayoung sudah menjadi kekasihku.

-END-

{Freelance} THE CANNIBAL PART 4 [END]

Author : R. Eka Putri
Genre : Horror
Cast :
• Justin Drew Bieber as Himself
• Your Name (YN)
• Caitlin Beadles as Caity
• Christian Beadles as Christ
• Chaz Somers as Himself
• And Many More

~Happy Reading~



‘Cekrek’ sebuah pintu coklat dari kayu yang sudah rapuh itu terbuka di tangan kekar Justin. Christ dan Kamu pun dengan perlahan membuntutinya masuk menuju sebuah ruangan.

“Lo yakin ini ruangan senjatanya?” tanya Christ ragu.

“Ini kan ruangan tempat gue di sekap..” timpal kamu.

“Iya, Ini emang tempat dimana YN di sekap. Cuma waktu itu gue lewatnya pintu besi. Tapi kayanya disana udah kekunci jadi yaa gue lewat jalan pintas.”jelas Justin. Kamu dan Christ hanya mengangguk.

“Lah kalo gelap begini gimana kita mau ngawasin?” ujar Christ lagi. Justin hanya tersenyum waau senyumnya tak nampak dalam kegelapan.

‘Ceklik!’ terdengar bunyi saklar pintu di sentuh oleh Justin dan taraaaa... ruangan yang awalnya gelap menakutkan kini terang benderang.

“Udah terang kan?” ucap Justin senang. Christ dan Kamu Cuma bisa menatapnya dengan pandangan bingung.

“Rumah ini punya lampu seterang ini? Gue kira adanya Cuma gelap sama remang-remang.” Sungut Christ diikuti kekehan jail Justin.

“Iya, heran gue. Kenapa waktu elo nyelametin gue lo kaga nyalain ni lampu?” timpal mu ikutan bersungut-sungut. Lagi-lagi Justin terkekeh.

“Kan biar surprise. Lagian gue tau nih lampu juga baru aja. Tangan gue asik ngeraba, eh nemu tombol yaudah gue pencet aja. Hhaha..” umbar Justin girang. Kamu dan Christ kini mencibir.

“Ternyata jago ngeraba. Jangan-jangan YN udah di raba juga..” umpat Christ.

“Udah dong.. Eh, APA LO BILANG?!” sentak Justin. Christ hanya terbahak.

“Christ, Justin, udah! Jangan berisiiikk... berantemnya ntar aja!” Kamu pun berdiri di tengah-tengah mereka berdua agar diam. Mereka pun diam dan mulai melihat-lihat senjata yang ada di sekitar mereka.

Sebagian senjata masih bagus seperti baru namun sebagian lagi sudah berkarat dan penuh dengan bercak-bercak darah. Tanpa sadar, kakimu tiba-tiba menyentuh sebuah gergaji mesin yang tergeletak di bawah kolong meja, sontak kamupun membungkukkan badan untuk melihatnya.

“Apa ini?” tanyamu pada dirimu sendiri sambil menariknya keluar dari kegelapan bawah meja.
Kamu pun mengelapnya. Gergaji mesin itu sudah lapuk. Gerigi nya berkarat dan pegangannya sudah tidak kokoh lagi. Di perkirakan benda itu sudah di simpan lebih dari 10 tahun.
‘DNUORGREDNU’ Kamu mengeja sebuah kalimat yang ada di pegangan gergaji itu.

“Apaan nih? Merek nya? gue baru tau ada gergaji merek beginian..” ujarmu lirih. Justin yang samar-samar mendengar suaramu pun mendekatkan dirinya dan duduk berjongkok di sampingmu.

“Apaan tuh?” tanyanya. Kedua bahumu terangkat.

“Kayanya sih senjata langka gitu. Nih mereknya keren kan?” pekikmu.

“Dnuu oor .. ash, apaan itu mereknya. Aneh!” Justin sebal sendiri karena merasa susah untuk mengeja tulisan itu. Christ yang asik sendiri akhirnya ikutan jongkok disitu.

“Pada bahas apa sih?” tanyanya.

“Baca deh.. mereknya aneh. Kaya semacam kata sandi!” sahut Justin. Christ mengerutkan dahinya dan mulai membacanya perlahan.

“Mungkin ini petunjuk..” kata Christ.

“Petunjuk apaan? Orang nih kata kaga bisa di baca kok bisa-bisa nya lo bilang petunjuk.” Sanggah Justin.

“Mungkin Christ bener, Just.. Ini semacam puzzle gitu. Kita Cuma harus nyusun katanya jadi sebuah kalimat yang bisa di baca.”timpalmu.

“Yaudah baca dari belakang aja. Biasanya gitu. Gue pernah baca buku detektif soalnya.” Balas Justin acuh. Christ tersenyum cerah dan menepuk pundak sobatnya itu dengan girang.

“Lo cerdik, Just!! Itu kuncinya..” jeritnya mirip anak kecil dapet hadiah gratis. Kamu hanya menggelengkan kepalamu dan hanya memaklumi sifat Christ.

“Cerdik gimana?” Justin memekik tak mengerti. Kamu pun mulai membaca tulisan itu dari belakang dan terteralah tulisan UNDERGROUND disana.

“U n d e r g r o u n d” ejamu perlahan. Christ dan Justin pun tersentak.

“Underground?!” seru mereka bersamaan. Kamu mengangguk.

“Itu bacanya kalo di balik.” Terangmu. Justin memiringkan kepalanya.

“Tapi kan, itu tempat dimana kita berunding tadi..” Ucap Justin bingung diikuti anggukan kepala Christ.

“Mungkin disana tempat mereka di simpan..” serumu. Kalian pun tampak berfikir.

“Gimana kalo kita cek aja kesana..?” usul Christ.

“Nggak mungkin. Tugas kita jaga ini.” Bantah Justin.

“Tapi ini adalah jawaban dari semua masalah, Just!” gertak Christ.

“Gue tau Christ.. Cuma nggak semudah itu kita balik kesana.” Omel Justin.


“Kenapa enggak? Kita tinggal lewat jalan pintas lagi. Toh, para Canibal itu udah punya senjata sendiri di atas sana. mereka nggak akan ngambil senjata kecil kaya yang ada disini.” Jelas Christ geram. Justin menghembuskan nafas berat. Matanya terpejam sejenak.

“Oke.. tapi sebelumnya kita cari Chaz, Caity sama Pak Darma dulu ya?” usul Justin lagi. Christ pun mengangguk.

“Lo mau ikut atau disini?” tanya Christ padamu.

“Gue nggak mau mati ketakutan, Christ. Apapun yang kalian lakuin gue ikut.” Jawabmu antusias. Justin dan Christ mengangguk setuju dan kalianpun keluar menuju Underground dengan langkah mengendap-endap.


Sementara itu..


“Gue rasa tuh mayat diumpetin di dapur deh..” Ucap Chaz asal saat mereka berjalan mengelilingi semua sudut rumah itu.

“Bisa nggak mikir yang masuk akal, Chaz? Mau diumpetin dimana tuh mayat? Di panci?” omel Caity.

“Hehe.. di hatimu juga boleh, Beib..” canda Chaz. Caity hanya memasang wajah eneg mendengar rayuan gombal dari Chaz. Tapi tak di pungkirinya bahwa hatinya berbunga.

“Setres lo ya? Masa hati gue buat tempat mayat. Lo tega?!” gertak Caity.

“ehehe.. enggak deh. Buat nyimpen gue aja.” Ucap Chaz jail sambil senyum-senyum. Caity hanya memasang wajah polos.


“Kita sudah sampai.” Pak Darma tiba-tiba memekik membuat Chaz dan Caity terbungkam.
Mereka tiba disebuah ruangan penuh dengan tumpukan buku yang berdebu dan kusam.

“Perpus? Oh no gue paling anti sama buku!” jerit Chaz pelan.

“Lebay!” timpal Caity. Christ mendengus.

“Kita ngapain pak kesini?” tanya Caity.

“Ini ruangan favorit anak saya. Banyak cerita yang menjadi kesukaannya termasuk ini..” pak Darma menunjukkan sebuah buku kusam bertuliskan DNUORGREDNU.

“Apaan nih pak? Buku kok judulnya dhuhshsk” Ujar Chaz. Mulutnya berkomat-kamit membentuk kata tak jelas.

“Entahlah. Ini semacam rahasia anakku.. aku sendiri tak tahu.” Jawab pak Darma. Caity pun meminta buku itu dan mulai membacanya perlahan.

“Un der ground..” eja Caity lirih.

“Ngapain lo ngomongin underground?” pekik Chaz.

“Siapa juga yang ngomongin underground. Orang gue baca nih tulisan dari belakang.” Sanggah Caity.

“Underground...” gumam pak Darma.

“Kenapa emangnya pak? Apa ada sesuatu?” tanya Chaz.

“Itu.. tempat dimana anak saya dibunuh..” desah pak Darma. Caity dan Chaz pun tercekat.

“Jadi di sini rupanya kau penghianat!” seseorang bersuara geram tiba-tiba berseru dari belakang mereka diikuti 2 orang bertubuh kekar di belakangnya. Chaz, Caity dan pak Darma pun menoleh.

“Max..” desah Pak Darma.

“Anda mengenalnya?” tanya Caity.

“Dia ketua para Cannibal sekaligus pembunuh anakku dan warga disini.” Jelas Pak Darma.

“Aaa.. apa?”


“Kau mau merasakan rasanya jadi anakmu 10 tahun lalu, Hah?!” Bentak orang itu.

“Setidaknya aku bisa membongkar kejahatanmu lebih dulu!” Balas Pak Darma tak kalah geram.

“Hah.. bisa apa kau pria tua?!” kekeh Max.

“Akan ku buktikan padamu. Kejayaanmu tak akan lama lagi, Max!” ancam Pak Darma berani.
Pria bernama Max itu kini mendekat.

“Akan ku lepaskan Nyawa dari jasadmu dulu sebelum kau lakukan itu, Darma..” bisik Max tepat di telinga Pak Darma.


“Pak Darma, Chaz, Caity, Lari!!!!” Christ tiba-tiba muncul dan memerintahkan mereka untuk lari.

“Christ!!” Chaz dan Caity memekik bersamaan dan dengan sigap berlari menuju Christ. Mereka berhasil, tapi tidak dengan pak Darma.

“Pak Darmaa!!” Jerit Caity.

“Diam kau bocah tengil!” bentak seorang pria kekar di belakang mereka.


“Hei, anak-anak.. apa kalian mau hiburan gratis? Melihat boneka hidup ini mengeluarkan cairan merah segar sepertinya menyenangkan..” Seru Max diikuti tawanya yang amat keras. Tangannya merogoh sakunya dan dengan sekejap keluar dengan sebuah benda tajam. Pisau.

“Stop! Jangan lukai pak Darma!” Caity kembali menjerit. Kali ini tangisnya pecah.

“Tenang, kalian juga akan dapat giliran nanti..” kekeh Max sadis dan itu membuat 3 remaja tersebut menelan ludah.


“Kau siap menusul anakmu, Darma? Penghianat sepertimu memang pantas ke neraka!” ucap Max kencang.

“BIADAB KAU, MAX!!”


‘Croootttt!!!’


“PAK DARMAAAAA!!!!!” Caity berteriak histeris melihat Pak Darma melemas.


‘Crooootttt!!!’


“STOOPP!! HENTIKAANN!!” Caity kembali histeris melihat tubuh Pak Darma dengan sekejap telah berlumuran cairan merah. Namun meski sudah begitu, Max tetap tega menusuknya berkali-kali hingga wajahnya hancur dan seluruh isi perutnya keluar dengan cara mengenaskan. Chaz Dan Christ melemas, namun tubuhnya harus tetap tegar menjaga Caity agar tidak lekas kabur menuju Pak Darma yang sudah tak bernyawa.


“Siapa Selanjutnya?!” bentak Max. Kini tatapan angkernya mengarah pada Chaz, Caity, dan Christ sambil menjilati pisau yang berlumuran darah.

“Cait, gue tahu kita sedang berduka.. tapi bisakah lo tegar dan lari sekarang. Kita harus selamat!” bisik Christ. Caity mengusap air matanya dan kemudian berdiri.

“Okay, dalam hitungan ke 3..” lirih Chaz.

“Nggak usah. Pake itungan Now aja.” Usul Christ.

“Okey.” Christ menarik nafas dalam dan ..”NOW!!”


Mereka bertiga pun lari secepat yang mereka bisa menuju jalan keluar.


“KEJAR MEREKAA!!!” Max berkoar-koar memerintahkan ke 2 pengawalnya untuk mengejar mereka.


“LARI LEBIH KENCAAANNGG!!” Christ berteriak sekeras-kerasnya semata-mata hanya untuk menghilangkan gugupnya. Chaz dan Caity pun berlari lebih kencang mengingat orang yang mengejar mereka lebih lari cepatnya.


“Kemana Justin dan YN?” Caity bertanya di sela-sela larinya.

“Mereka pergi ke luar desa untuk mencari bantuan!!” jelas Christ. Caitu pun diam dan melanjutkan larinya.


Disisi lain...


Justin Drew Bieber P.O.V ~

Aku menggenggam erat tangan YN berlari menyusup hutan lebat yang gelap dan dingin. Menerobos ilalang dan menembus kabut malam.

“Justin, seberapa jauh lagi kita lari?” tanya YN disela-sela nafasnya yang menderu.

“Entahlah, mungkin kita akan mencari bantuan sampai ke jalan raya.” Jawabku.

“Mustahil, Justin.. kita nggak punya banyak waktu!” jeritnya.

“Aku tahu, tapi mau gimana lagi, disini nggak ada penduduk satupun.” Bantahku. YN diam dan kami terus berlari.


Setengah jam kami berlari, akhirnya kami tiba di tempat mobilku mogok waktu itu.

“Bannya masih kempes, sial!” umpat ku begitu ku tahu mobilku masih sakit.

“Kita nggak punya banyak waktum Just! Chaz, Caity, dan Christ mungkin terjebak dalam bahaya disana.” Omel YN. Aku tahu dia khawatir, tapi aku harus apa? Tenaga kami juga sudah terkuras berlari sejauh ini.

“Sinyal! Apa hp lo ada sinyalnya?” tanyaku. YN pun merogoh sakunya.

“Enggak.” Jawabnya begitu dia melihat sinyal handponenya ternyata kosong. Aku mendesah berat karena kenyataannya kini sinyal handponeku juga nggak ada.


“Justin.” YN tiba-tiba menepuk bahuku.

“Ya?”

“Apa kita bisa pake itu?” YN menunjuk sebuah benda. Sepeda ontel! Senyumku mengembang cerah.

“Nggak salah gue jadiin lo satu tim!” pekikku sambil memeluknya.

“Okey.. tapi bisa nggak peluknya nanti aja? Ingat waktu!” bisiknya. spontan aku pun melepaskan pelukanku dan berjalan menuju sepeda ontel yang tergeletak di sisi jalan.


“Siap?” tanyaku pada YN yang sudah duduk membonceng di belakangku. Tangannya melingkar erat di perutku.

“Gooo!!!” serunya dan perlahan kakiku mulai menggoes melewati jalan bebatuan. Gelap dan dingin yang mendera tak menyurutkan niat kami untuk melaju demi keselamatan semua pihak.

~
“Sedikit lagi, gue udah bisa denger suara mobil. Apa lo denger juga?”kataku bertanya pada YN. Tak ada jawaban. Aku meliriknya sekilas dan itu justru membuat tawa kecilku meledak. Pantas saja dia tak menjawab. Rupanya calon Ratu Bieber itu sedang terlelap. Dasar, dalam keadaan genting seperti ini masih sempatnya dia memejamkan mata. Tapi tak apa lah jika memang begitu seharusnya. Aku pun tetap menggoes sepeda tua itu dengan penuh semangat


***

“YN.. YN bangun!!” aku menggoncang goncangkan tubuh YN pelan. Dia terbangun.

“Justin? Ya Tuhan, Ini Jalan raya? Apa ini sungguhan? Gue nggak mimpi kan?” serunya.

“Ini sungguhan, YN. Elo sih tidur mulu..” ucapku dengan nada terkesan sebal.

“Hehe.. maaf deh, Just.. lo jangan marah dong..” pintanya manja. Aku tersenyum.

“Enggak kok. Gue nggak marah. Sekarang yang terpenting, kita cari orang dulu buat ngebantuin kita..” ucapku pelan. YN mengangguk.

“Lo bukannya hapal jalan ini ya? Kenapa nggak nyari kantor polisi aja. Kita butuh pasukan banyak, Just!” katanya. Aku mengangguk. Sebenarnya memang begitulah rencanaku. Tapi rupanya gadis ini lebih cerdik dari yang ku bayangkan.

“Kita udah sampe di kantor polisi kok. Tinggal masuk aja.” Kataku. YN terlihat bingung.
“Apa?”

“Liat ke belakang deh..” suruhku. YN pun menoleh dan mendapati sebuah kantor pusat para tentara berdiri kokoh di hadapannya.

“Just.. lo serius? Ini keren!! Kita bisa selamat dengan bantuan mereka!!” pekiknya girang. Senyumnya mengembang manis sekarang.

“Iya, yok masuk..” ajakku. YN pun mengangguk dan kami berduapun beriringan menuju kantor itu.

~

“Jadi, darimana kalian datang..?” seorang tentara bertubuh kekekar mulai menanyai kami.

“Kami dari Villa yang ada di hutan sana pak..” Aku mulai menjawab. Tentara itu terkekeh.

“Apa kalian ini lulusan sekolah lawak? Tidak ada villa di sana! yang ada hanya hutan lebat yang mengerikan.”Ucapnya.

“Tapi kami benar-benar dari sana, pak! Disana tempat pembunuhan masal para Cannibal yang sudah berlangsung sejak 10 tahun lebih lamanya.” Sanggah YN.

“10 tahun lalu? Bahkan kantor dan jalan raya ini belum ada.” Bantah Tentara itu lagi.

“Justru itu, pak.. banyak misteri yang ada disini 10 tahun lalu. Bapak tak akan percaya sebelum bapak kesana.” Ujarku.

“Ku mohon, teman kami sedang terjebak disana. Ku mohon selamatkan merekaa..” YN kini mulai merengek.

“Sudahlah, tak ada salahnya di coba, Jack..” seorang tentara lainnya yang baru datang menimpali.

“Baiklah, akan ku bantu kalian.” Tentara itu menatap YN dan aku. “Siapkan 100 pasukan inti!”

“SIAP!”


***


Mobil truck besar berisi 100 tentara inti bersenjata menerjang malam dan melewati hutan. Semua kejadian beruntun sudah kami ceritakan pada semua tentara itu. Beruntung, mereka mau membantu sehingga perjuanganku dan teman-temanku tak sia-sia. Paling tidak kami bisa sedikit bernafas lega.

~


Sementara itu..


Christ, Caity, dan Chaz mengendap-endap masuk menuju Underground dan menutupnya rapat-rapat.

“Apa kita sudah aman?” tanya Caity gemetar.

“Entahlah, yang penting jangan bersuara!” sahut Chaz.

Mereka semua diam. Namun rupanya keberuntungan belum berpihak pada mereka. Sekali terjang,pintu yang tadinya tertutup rapat kini terbuka lebar-lebar. Ketiga remaja itu tegang melihat makhluk yang baru saja mengejarnya kini ada di hadapan mereka. Parahnya, mereka lebih banyak.

“Mau lari kemana lagi kalian bocah tengil?” Max tiba-tiba muncul sambil membawa gergaji mesinnya.


“Ya Tuhan.. apa ini akhir dari perjuangan kita?” bisik Christ.

“Kurasa begitu.” Sahut Chaz.


“Kemana Justin dan YN? Kenapa mereka lama sekali?!” pekik Caity.

“Ada pesan terakhir sebelum kalian pergi ke akhirat?” Max mulai bersuara lagi. Ketiga remaja itu menahan nafas begitu mendengar kata ‘akhirat’


“Ya Tuhan, jika ini memang akhir hidupku, tolong sampaikan maaf dan sayangku pada keluargaku di rumah. Mama, papa, aku sayang kalian. Dan Caity...” Chaz kini memandang Caity teduh. “Sebelum gue mati, lo harus tau kalo selama ini gue sayang sama lo. Gue cinta sama lo, Cait..” ucap Chaz.

“Gue juga, Chaz.. maaf kalo gue banyak salah sama lo. Gue sayang elo..” balas Caity. Mereka berdua pun berpelukan.


“Mengharukan!!” gertak Max. “Ikat mereka sekarang!!” Max kembali berkomando. Anak buahnya pun melaksanakannya. Caity, Chaz, dan Christ kini sudah dalam ikatan.


“Hahahaha.. TAMATLAH KALIAN!!” Max berteriak menang dan kemudian menghidupkan gergaji mesinnya.


“Tidak secepat itu!!” Justin tiba-tiba muncul bersama rombongan tentara yang tadi ia bawa.

“Kau!” geram Max.

“Berhentilah melakukan semua ini, Max..” kamu pun muncul.

“Apa peduli mu, hah?! Ini duniaku. Tak akan ada yang bisa menghentikanku!!” bentak Max.
Sepertinya dia mulai naik darah. Di arahkannya gergaji mesin yang hidup itu ke semua anak buahnya.

“Lihat? Dengan mudah aku membunuh anak buahku sendiri!!” Max kembali menggertak. Anak buahnya yang sedari tadi mengawalnya kini sudah tergeletak dengan tubuh terbelah 2.


“Matikan mesin itu, Tuan atau kau akan tau akibatnya!” Jack, selaku komandan para tentara kini bersuara.

“Apa? Hah?!! Apa kau ingin pasukanmu seperti mereka?!” kini gergaji itu mengarah pada Justin dan YN.


“JUSTIN, AWASS!!” Caity berteriak histeris melihat Max berlari kearahnya. Justin menghindar, namun.


‘DOR!!’ sebuah tembakan meluncur tepat mengenai Max. Gergajinya jatuh.


“Jack, apa yang kau lakukan?!” Sam, wakil komando meneriaki Jack yang dipikirnya sudah melakukan kesalahan.

“Aku hanya mencoba menyelamatkan mereka, Sam..” sahut Jack.

“Terimakasih, Komandan.” Balas Justin. Jack hanya tersenyum.


“Ya sudah, sekarang begini saja, Kalian lakukan tugas kalian, biar para Cannibal yang ada di atap kami yang urus.” Sam memerintah. Justin mengangguk dan menyuruh mu untuk membuka ikatan Chaz, Caity, dan Christ.


“Kalian nggak papa?” tanyamu sambil melepas lilitan talinya.

“Nggak papa, kok YN.. thanks ya. Lo udah kerja keras demi kita.” Sahut Caity.

“Kita semua bekerja keras.. tapi kemana pak Darma?” tanyamu. Seketika semuanya diam. Raut wajah mereka menjadi suram.

“Kemana Pak Darma?” ulangmu dengan nada tinggi. Caity mulai terisak dan memelukmu.

“Pak Darma, udah terbunuh.” Timpal Christ pelan. Kamu tersentak.

“A..a pa? Tapi, bagaimana bisa?!”

“Max menusuk Pak Darma hingga tewas. Jasadnya masih di perpustakaan rumah ini.” Chaz menyahut. Kamu mengangguk dan mulai menenangkan Caity.

“It’s okay.. gue yakin Pak Darma udah cukup bahagia liat kita berhasil. Sekarang, kita kuburkan mayat-mayat di Underground sekaligus Mayat pak Darma..” katamu. Mereka semua mengangguk dan mulai beranjak menuju underground.


***


Pak Darma, Gabriel, dan Nyonya Swift.. 1 keluarga yang mati terbunuh dengan cara mengenaskan kini telah bersemayam dengan tenang. Kebersamaan mereka kembali terjalin di surga bersama korban-korban lain yang kini sudah berhasil di makamkan dengan layak. Justin dan kawan-kawan mengiringi mereka semua pergi menuju alam yang berbeda. Sementara itu, Para Cannibal berhasil di amankan dan akan mendapatkan hukuman penjara seumur hidup. Villa yang baru saja menjadi saksi perjuangan ke-5 remaja itu kini di musnahkan. Hutan yang lebat kini di jadikan lahan pertanian bagi warga sekitar.


“Terimakasih, Komandan.. kami sangat berhutang budi” Ujar Justin pada Sam dan Jack.

“Tidak, justru kami yang harus berterima kasih pada kalian. Mungkin, tanpa kalian aksi hina mereka tak akan bisa terungkap.” Ucap Jack. Justin tersenyum.

“Sebagai hadiah, mobil kalian sudah berhasil di berbaiki.” Sam menimpali. Justin kembali tersenyum.

“Terimakasih banyak, Komandan.” Seru Justin sambil menjabat kedua komando tentara tersebut.


“Akhirnya, kita pulang jugaa!!” Chaz berteriak girang sambil merangkul pundak Caity mesra. Caity membalasnya.

“Ehh... emang udah resmi tuh? Kan belom di tembak” tanya Justin.

“Nggak ada kata tembak-tembakan buat meresmikan sebuah cinta. Ya nggak, Beib?” sahut Chaz diikuti anggukan kepala Caity.

“Trus gue gimana?” pekik Justin sambil melirik kearahmu.

“Apa?!!” tanyamu.

“Ngikut kaya mereka yuk...” ajak Justin konyol. Kamu terkekeh dan tanpa pikir panjang lagi 1 kecupan mendarat di pipi Justin. Justin tersentak.

“YN?? Kamuu...” Justin tergagap. Kamupun memeluknya.

“You love me?” Tanyamu.

“Ya, i love you..” sahut Justin.

“So do I..” bisikmu. Justin melepas pelukannya dan memandangmu sekilas untuk meyakinkan.

“Thanks..” desah Justin lalu kemudian kembali memelukmu.

“Oh, God.. kenapa semua ini harus terjadi di hadapanku? Bisa kita pulang sekarang? Gue udah kangen sama pacar gue..” sentak Christ yang merasa dirinya diabaikan.

“Pacar?” sentak Caity balik.

“Bantal sama guling kamar gue..” sahut Christ sewot. Chaz, Caity, Justin, dan kamu pun terbahak. Kalian pun masuk ke dalam mobil.


“Ready to go home?” pekik Justin.

“READYYYY!!!” balas ke 4 remaja lainnya penuh semangat.


Perlahan mobil Justin pun melaju meninggalkan daerah Cannibalisme itu. Hanya angin, tanah, dan pepohonan yang mampu mengukir perjuangan mereka menghadapi kerasnya pembunuhan. Selamat jalan, semuanya.. semoga kalian tenang di alam sana ~ Justin and Friends

THE END ...