Author: Nissa Isnaini
Genre ff: Romance-Comedy
Cast ff: Son Dongwoon [Beast], Oh Hayoung [A Pink]
Leght FF: Oneshoot
Other Cast ff: Yoon Doojoon & Yong Junhyung [Beast]
Rating ff: Semua Umur
WARNING: Typo's dimana-mana. E.Y.D tidak sesuai. Bahasa acak-acakan dan
hancur, karena saya juga masih amatiran. Mohon maaf juga kalau di FF
ini tidak ada unsur comedynya sama sekali.
~Happy Reading~
Pagi itu, di halaman sebuah SMA yang cukup terkenal di Seoul, terlihat
segerombolan murid sedang melakukan senam pagi di halaman depan sekolah.
Setelah melakukan pemanasan dan senam pagi selama 30 menit, mereka
akhirnya beristirahat di tepi halaman, termasuk guru mereka.
Son Dongwoon, guru olahraga itu istirahat di sebuah bangku semen panjang yang ada di dekat pintu masuk gedung sekolah.
Setelah menegak habis sebotol air mineral di tangannya, ia kemudian
melayangkan pandangannya ke arah murid-muridnya dan mengamati setiap
aktivitas yang di lakukan oleh mereka.
Terpaut beberapa meter
di hadapannya, murid-murid perempuannya duduk melingkar sambil bergosip.
Sedangkan murid-murid laki-lakinya, yang duduk di serong kiri Dongwoon,
juga duduk melingkar sambil bercanda ria.
Dongwoon tiba-tiba
tersenyum sambil masih menatap mereka. Ia teringat dengan masa SMA-nya
yang juga dipenuhi canda dan tawa seperti mereka. Masa yang benar-benar
menyenangkan menurutnya.
“Guru Son!”
Merasa dipanggil, Dongwoon segera menoleh ke anak laki-laki yang memanggilnya dengan mengancungkan tangannya.
“Ya?”
“Apa boleh kami bermain basket?”
Dongwoon tersenyum, “tentu saja!”
Terdengar sorak gembira dari murid laki-laki begitu Dongwoon mengizinkannya.
Dengan segera, mereka beranjak dari duduknya dan segera berjalan ke
sisi kanan halaman yang notabene adalah lapangan basket outdoor.
“Kamsahamnida, ssaem!” Ucap anak laki-laki tadi sambil mengambil bola basket yang ada di dekat tempat Dongwoon duduk.
Dongwoon mengangguk singkat.
Anak itu lalu segera bergabung dengan teman-temannya untuk bermain basket.
Tak lama kemudian, anak laki-laki tadi sudah larut dalam permainan
basket, begitu juga dengan Dongwoon. Tapi, guru berwajah tampan dan
bepostur tinggi itu tidak ikut bermain. Ia berdiri tidak jauh dari
tempatnya duduk sambil berteriak-teriak mengkomandoi, layaknya seorang
pelatih basket. Namun, tiba-tiba saja teriakannya itu berhenti tatkala
melihat seorang wanita cantik yang baru saja keluar dari gedung sekolah.
Mulut Dongwoon langsung menganga lebar, kedua matanya berbinar-binar begitu si wanita cantik lewat dihadapannya.
Tatapan matanya terus mengikuti kemana wanita itu akan pergi. Ia
benar-benar sudah terhipnotis dengan sosoknya. Wajah tampannya seketika
berubah drastis menjadi bloon.
Saking terpesonanya dengan sosok
si wanita cantik, yang bahkan sekarang sudah masuk ke dalam mobil
silver yang terparkir di depan gerbang sekolah, ia sama sekali tidak
menyadari kalau ada bola basket yang melayang ke arahnya dan…
DUAAAAAKK!!!
Bola basket itu sukses mendarat kepala Dongwoon dan membuatnya pingsan dengan gemilang dengan hidung mengocorkan darah segar.
“Guru Son!!!” Pekik beberapa anak perempuan yang langsung menghampiri Dongwoon yang sudah tergelak di tanah.
***
Son Dongwoon pelan-pelan membuka kedua matanya.
Dimana aku?
Ia langsung mencoba bangkit dari tidurnya, tapi sakit kepala yang
teramat sangat langsung menyerangnya dan membuatnya mengurungkan
niatnya.
Appo! Dongwoon memegangi kepalanya bagian kanan.
“Lho, kau sudah sadar Guru Son?” tanya seorang pria yang tiba-tiba sudah berdiri di sisi kanan ranjang.
Dongwoon lalu melirik pria itu, “Aku dimana, guru Yoon?”
“Ruang kesehatan sekolah,” jawabnya, lalu tersenyum.
Dongwoon hanya bergumam. Tapi, ia sedikit heran dengan pria itu, yang tumben-tumbennya tersenyum.
Yoon Doojoon, pria itu, yang notabene adalah guru matematika yang
mengajar di kelas 1 sama dengan Dongwoon adalah guru yang paling jarang
tersenyum di sekolah itu. Wajahnya juga sangar. Selain galak terhadap
murid-muridnya, tatapan matanya benar-benar maut dan seolah-olah ingin
membunuh siapa saja yang menatapnya.
Dongwoon hampir saja
ngompol ketika pertama kali ditatap oleh Doojoon saat ia pertama kali
bertemu dengannya, 5 bulan yang lalu.
“Kepalamu tidak apa-apa, kok, guru Son,” ucap seorang pria, yang memakai jas putih panjang yang baru saja masuk.
“Benar tidak apa-apa?” tanya Dongwoon.
Pria berjas putih panjang itu mengangguk, “minum obat dan istirahat sebentar lagi juga akan baikan, kok..”
“Tapi, kepalaku benar-benar sakit, dok..”
“Jangan-jangan, gegar otak, tuh..” tuduh Doojoon sembarangan yang langsung dipelototi oleh Dongwoon.
Yong Junhyung, dokter itu, langsung tersenyum geli, “tidak mungkin.
Kepalamu hanya terkena bola basket, tidak akan sampai gegar otak”
Dongwoon langsung menghela nafas lega sambil mengelus-elus dadanya.
“Guru Son,” panggil seseorang yang tiba-tiba menyembulkan kepalanya dari balik pintu ruang kesehatan.
DEG!
Jantung Dongwoon serasa ingin meloncat keluar begitu mendengar suara
lembut nan manis itu. Ia sudah sangat menenali siapa pemiliknya, karena
itu ia tidak berani menoleh.
“Oh, guru Oh..” ucap Doojoon.
“Aku dengar tadi guru Son pingsan di halaman saat mengajar anak-anak. Apa itu benar?”
Junhyung dan Doojoon mengangguk mengiyakan. Sementara Dongwoon hanya
diam. Ia tidak menoleh sedikit pun, bahkan, melirik pun tidak.
“Apa sekarang sudah baikan?” tanya guru Oh sambil berjalan masuk.
Doojoon menggeser posisinya. Memberi ruang agar guru cantik itu bisa melihat Dongwoon dari dekat.
“Iya, tidak apa-apa. Minum obat dan istirahat sebentar lagi juga akan baikan,” jawab Junhyung.
“Syukurlah,” gumamnya sambil menatap Dongwoon lega.
Ditatap oleh guru cantik seperti itu, Dongwoon benar-benar tidak
berkutik. Keringat sebesar biji jagung membanjiri tubuhnya. Dan yang
paling parah, jantungnya benar-benar ingin meloncat keluar sekarang
juga.
Ya, guru cantik bernama Oh Hayoung itulah yang menjadi
awal penyebab Dongwoon pingsan. Guru musik yang sudah lama disukai oleh
Dongwoon sejak ia pertama kali mengajar di sekolah itu, 5 bulan yang
lalu. Satu sekolah pun juga sudah tahu, baik itu guru ataupun murid,
kalau Dongwoon sangat menyukai Hayoung. Entah Hayoung tahu atau tidak.
Sebenarnya, Dongwoon tidak pernah mengatakan perasaannya terhadap
Hayoung pada siapapun. Tapi reaksinya saat melihat Hayoung itulah yang
menjadi bukti kuat bahwa Dongwoon menyukainya. Mulut menganga lebar,
kedua mata berbinar-binar, wajah langsung menjadi bloon dan yang paling
parah adalah ia selalu mimisan saat melihat Hayoung. Saat di halaman
tadi pun ia berusaha mati-matian agar tidak mimisan di depan
murid-muridnya. Gengsilah kalau ia, seorang guru tampan langsung mimisan
begitu melihat wanita cantik.
“Ehemm.. ehemm…” Doojoon berdehem agar Hayoung tersadar dari tatapannya.
“Oh, maaf,” ucap Hayoung yang langsung mengalihkan tatapannya, “aku
masih ada jam mengajar lagi. Permisi, guru Son, guru Yoon, dokter
Yong..”
Setelah membungkuk sopan, Hayoung segera pergi meninggalkan ruangan itu.
“Aku rasa perasaan guru Son tidak bertepuk sebelah tangan, ya, dok?” tanya Doojoon sambil menatap Junhyung.
Junhyung mengangguk sambil tersenyum geli.
Lalu, sedetik kemudian, mereka langsung beralih menatap Dongwoon dan
benar saja dugaan mereka, hidung Dongwoon sudah mimisan seperti talang
bocor.
“Guru Oh..” gumam Dongwoon.
Doojoon dan Junhyung langsung mengusap wajah mereka secara bersamaan.
***
Sore harinya, ruang musik.
Di ruangan yang lumayan luas dan lebar itu, Oh Hayoung sedang sibuk
membereskan kertas-kertas bahan ajarannya dan memasukkannya ke dalam 2
buah map berwana pink yang ada di atas meja. Saat itu ia baru saja
selesai mengajar anak kelas 2-B, yang menurutnya sangat susah diatur.
Bulir-buliran keringat turun dari pelipis kanan guru caantik itu.
Wajahnya juga sangat terlihat lelah. Bagaimana tidak? Hari itu, ia
mengajar 4 kelas sekaligus sampai sore hari. Mengajar seni musik memang
tidak mudah dan sangat melelahkan. Karena selain harus mengajar dengan
suara lantang di depan kelas, ia juga harus menyanyi untuk memberi
contoh kepada murid-muridnya.
Saat Hayoung melangkahkan kakinya
keluar dari ruangan, ia tanpa sengaja berpapasan dengan Dongwoon, yang
berjalan dari arah kirinya dan ia langsung memanggilnya.
“Guru Son!”
Dongwoon menoleh dan langsung membulatkan kedua matanya. Ia benar-benar tidak menyangka akan bertemu dengan Hayoung.
“Mau pulang?” tanya Hayoung pada Dongwoon yang berdiri di hadapannya, di depan ruang music.
Dongwoon hanya mengangguk. Ia lalu menutupi lubang hidungnya dengan jari telunjuk tangan kanannya, agar tidak mimisan tentunya.
“Boleh aku menumpang mobilmu?”
Kedua mata Dongwoon langsung berbinar-binar begitu mendengarnya. Hatinya juga langsung menar-nari bahagia.
“Guru Son, bagaimana?” tanya Hayoung lagi karena Dongwoon tidak segera
menjawab dan malah menatapnya. Ia sebenarnya juga heran, kenapa
tiba-tiba Dongwoon menutupi lubang hidungnya dengan telunjukknya.
Perasaan saat pertama memanggilnya, Dongwoon terlihat baik-baik saja.
Lagi-lagi, Dongwoon hanya mengangguk.
“Kamsahamnida!” Ucap Hayoung sambil membungkukkan badannya sopan.
“Kajja!”
Hayoung segera berjalan menyusul Dongwoon.
“Guru Son, boleh aku bertanya sesuatu?” tanya Hayoung saat ia sudah berjalan berdampingan dengan Dongwoon.
DEG!
Lagi-lagi, Dongwoon merasa jantungnya ingin meloncat keluar.
Jangan-jangan, guru Oh ingin bertanya tentang perasaanku padanya. tebak Dongwoon dalam hati.
Dongwoon mengangguk. Tentu saja dengan hati yang sangat berdebar.
“Sebenarnya, kenapa dari tadi guru Son menutupi lubang hidung dengan telunjuk?” tanya Hayoung polos.
Dongwoon langsung bernafas lega. “Oh, ini.. hi.. hidungku agak sakit. Jadi, aku menutupinya..”
“Butuh tisu?” tawar Hayoung.
“Bo..boleh..”
Hayoung lalu mengambil selembar tisu dari tas wanitanya yang ada di tangan kanan dan mengulurkannya pada Dongwoon.
“Terimakasih,” Dongwoon segera meraih tisu itu dan langsung menekan hidungnya dengan tisu.
Hayoung hanya mengangguk.
Ah, syukurlah. Tenyata aku belum mimisan. Batin dongwoon ketika melepas
tisu yang menekan hidungnya, lalu membuang tisu itu ke sembarang
tempat.
Setelah itu, keduanya berjalan dalam diam hingga ke
parkiran mobil. Saat di dalam perjalanan mengantar Hayoung pulang ke
rumahnya, keheningan juga masih menyelimuti mereka.
“Kamshahamnida, guru Son!” Ucap Hayoung ketika mereka sudah tiba di depan rumah Hayoung.
Dongwoon tersenyum, lalu mengangguk.
Saat Hayoung akan beranjak dari duduknya, tiba-tiba, Dongwoon mencekal pergelangan tangan kiri wanita itu.
“Ada apa, guru Son?” tanya Hayoung kaget sambil menatap tangan Dongwoon yang memegang tangan kirinya.
“Eummm.. a-apa malam minggu ini kau ada waktu luang?” tanya Dongwoon sambil menatap Hayoung setelah ia melepas cekalannya.
Hayoung terdiam. Ia lalu balas menatap pria tampan itu, “ya. Malam minggu waktu selalu luang”
“Bo-boleh aku mengajakmu makan malam di luar?”
Hayoung tersenyum, “kencan?”
“Ah, ya..” Dongwoon mengggaruk kepalanya yang tidak gatal.
“Baiklah, aku mau!”
Dongwoon langsung menatap Hayoung tidak percaya. Ia tidak menyangka kalau Hayoung akan menerima ajakannya secepat itu.
“Tidak usah menatapku seperti itu, guru Son,” ucap Hayoung.
Dongwoon langsung mengalihkan tatapannya.
“Aku mau, kok. Serius!”
“Ah, terimakasih..”
“Sampai bertemu nanti malam, guru Son,” pamit Hayoung lalu segera turun dari mobil Dongwoon.
Setelah Hayoung masuk ke dalam rumah, darah langsung mengucur deras dari Hidung Dongwoon.
“Berdandanlah yang cantik malam ini, guru Oh…” gumamnya sambil menatap rumah Hayoung.
***
Malam harinya..
Dongwoon dan Hayoung duduk diselimuti keheningan di dalam mobil. Saat
itu, setelah menjemput Hayoung, mobil Dongwoon langsung meluncur,
menembus jalanan malam kota Seoul. Sudah 30 menit perjalanan mereka
lalui hanya dengan keheningan yang menyelimuti di antara mereka. Mereka
memang tidakk saling bicara, tapi saling curi-curi pandang iya. Seperti
yang dilakukan Dongwoon saat ini.
Mobil yang mereka kendarai
tengah berhenti di lampu merah, di sebuah perempatan jalan raya yang
cukup ramai. Karena bosan menunggu lampu merah yang tidak segera
berganti dengan lampu hijau, Dongwoon iseng curi-curi pandang ke arah
Hayoung yang sedang menatap ke luar jendela. Malam itu, dress tank top
selutut berwarna pink membalut tubuh wanita cantik itu. Membuatnya
tambah cantik dan manis tentunya.
Guru Oh, kau sangat cantik malam ini. Hatiku memang tidak salah memilihmu.
Lampu kini berubah menjadi hijau. Dongwoon segera melajukan mobilnya kembali.
Saat Dongwoon sedang fokus menyetir, kini giliran Hayoung yang curi-curi pandang ke arah Dongwoon.
Guru Son, kau sangat tampan memakai setelan jas berwarna biru tua malam ini. Membuatku semakin terpesona padamu.
“Oh, guru Oh, bagaimana kalau kita ke restoran Jepang itu?” tanya
Dongwoon sambil melirik ke arah papan nama sebuah restoran Jepang, yang
ada di sisi kiri jalan, yang sudah tidak jauh dari hadapan mobil mereka.
Hayoung langsung ikut melirik papan nama restoran Jepang itu. Lalu, ia menggeleng.
“Kenapa?”
“Aku tidak suka makanan Jepang”
“Oh..”
Hayoung segera mengalihkan tatapannya ke sisi kanan jalan.
“Lalu kemana?”
Hayoung tampak berpikir sejenak dan tiba-tiba saja, ia menunjuk sebuah restoran mewah nan besar yang ada di sisi kanan jalan.
“Bagaimana kalau restoran itu?” usul Hayoung.
Dongwoon melirik sekilas ke restoran mewah itu.
“Aku sudah lama tidak ke restoran itu. Mau, ya?” pinta Hayoung dengan nada memohon.
“Oke. Aku juga belum pernah ke restoran itu”
“Uangmu cukup ‘kan?”
“Kau meremehkanku? Tentu saja cukup!” Jawab Dongwoon mantap, padahal di
dalam hatinya.. Aduhh.. itu restoran ’kan harga makanannya mahal-mahal.
Semoga uangku cukup.
Hayoung langsung tersenyum penuh kemenangan.
Setelah itu, Dongwoon langsung melajukan mobilnya ke sisi kanan jalan dan akhirnya mereka sampai di restoran mewah itu.
Semoga kencan pertamaku ini sukses dan uangku cukup. Amin. Doa Dongwoon
dalam hati sesaat sebelum melangkahkan kakinya masuk ke dalam restoran.
Setelah sekitar 10 menit mereka mencari tempat di dalam restoran itu
yang bisa di bilang cukup sulit, mereka akhirnya menemukan sebuah meja
kosong di tengah-tengah ruangan dan langsung memesan makanan.
Selama menunggu pesanan mereka datang, keduanya asyik melayangkan
pandangannya ke seluruh sudut restoran yang tampak ramai dan penuh.
“Dongwoon-ssi,” panggil Hayoung tiba-tiba yang membuat Dongwoon
langsung menoleh terkejut kerena tidak biasanya Hayoung memanggil dengan
nama itu. Ia berusaha mati-matian agar tidak mimisan saat menatap
Hayoung.
“Ya, guru Oh?”
Hayoung tersenyum, “panggil ‘Hayoung’ saja. Ini ‘kan kencan pertama kita, tidak perlu seformal itu..”
“Ne, Hayoung-ssi..”
“Boleh aku bertanya sesuatu?”
Dongwoon mengangguk.
“Eumm, begini..” Hayoung menggaruk tengkuknya yang tidak gatal,
“tentang yang pernah dikatakan rekan sesama guru padaku, a-apa benar
kalau kau… sudah lama menyukaiku?”
DEG!
Lagi-lagi Dongwoon merasakan jantungnya ingin meloncat keluar.
Ia tidak menyangka kalau Hayoung akan menanyakan hal itu di kencan pertama mereka dan ia juga belum siap menjawabnya.
Dongwoon menunduk. Mendadak ia menjadi gugup.
“Dongwoon-ssi,” panggil Hayoung lagi, kali ini sambil menggenggam tangan kanan Dongwoon yang ada di atas meja.
Dongwoon langsung mengangkat kepalanya dengan kaget.
“Kalau itu benar, aku juga tidak akan marah, kok, karena… aku.. aku
juga… sudah lama menyukaimu, se.. sejak pertama kita bertemu,” kali ini
gilirin Hayoung yang menunduk, tapi tangannya masih menggenggam tangan
kanan Dongwoon.
Kedua mata Dongwoon langsung membulat sempurna, “be.. benarkah?”
Hayoung mengangguk, masih menunduk. "Kau adalah pria tampan dan baik"
Senyum langsung terkembang sempurna di bibir Dongwoon. Ia lalu
mengangkat tangan kiri Hayoung yang semula menggenggam tangan kanannya
dan mengecupnya lembut.
“Jadi, kita sudah resmi menjadi sepasang kekasih?” tanya Dongwoon lalu tersenyum jail.
Hayoung yang masih menunduk, mengangguk malu-malu.
Setelah itu, pesanan mereka datang dan mereka menhabiskan makanannya
mereka dalam diam. Sibuk mengatur perasaan mereka masing-masing.
“Ini tagihannya,” Ucap seorang pelayan sambil meletakkan kerts kecil di atas meja mereka.
Setelah pelayan itu pergi, Dongwoon segera mengambil kertas itu dan
kedua matanya langsung melotot ngeri begitu membaca tagihannya.
MWO????? 200.000 won??
“Ada apa? Berapa tagihannya?” Hayoung berusaha merebut kertas itu dari
tangan Dongwoon, tapi dengan cepat Dongwoon mengalihkannya.
“Ya! Kenapa aku tidak boleh melihat?”
“A-aku ke toilet dulu..” pamit Dongwoon lalu segera beranjak dari duduknya.
Di koridor toilet..
Dongwoon menyandarkan tubuhnya dengan pasrah ke dinding yang ada di
koridor toilet pria. Sambil berulang kali melihat kertas tagihannya itu.
Eommmaaaaa! Ratap Dongwoon dalam hati. Bagaimana ini?????? Uangku hanya
100.000 won. Dongwoon sekali lagi melihat kertas kecil itu. Haruskah
aku bilang pada Hayoung, yang sudah menjadi kekasihku, bahwa uangku
tidak cukup??
Ia kemudian memukul-mukul jidatnya dengan tangan kanannya.
Gengsi dong! Ia kemudian melotot ngeri. Jangan-jangan, setelah aku
bilang bahwa uangku tidak cukup, Hayoung akan langsung memutuskanku??
Dongwoon mengacak-acak rambutnya frustasi. Tidakkkkkkk!!!!!
Orang-orang yang berlalu-lalang di koridor toilet pun langsung menatap dongwoon dengan heran.
Tiba-tiba, ponsel yang ada di saku celana Dongwoon bergetar, menandakan
ada pesan masuk. Dongwoon langsung mengambil ponselnya dan membaca
pesan itu.
From: Guru Oh
Dongwoon-ssi, aku sudah
membayar tagihannya. Aku juga sudah tahu kalau kau pasti tidak mempunyai
cukup uang, jadi pergi ke toilet. Maafkan aku dan cepatlah kembali.
Dongwoon langsung bernafas lega, karena Hayoung bisa mengerti dan ia
tidak perlu menjelaskannya lagi. Walaupun ia tetap akan malu saat
bertemu Hayoung lagi.
Aku memang tidak salah telah menjadikanmu sebagai kekasihku. Batin Dongwoon sambil melangkahkan kakinya keluar dari toilet.
Kencan pertamaku memang berakhir dengan memalukan, tapi setidaknya, Hayoung sudah menjadi kekasihku.
-END-
Duh, keren banget deh ini FF. Feel-nya dapeeeet banget. Lucu, seru, semua deh. HaWoon, fighting! ^^
BalasHapus