Genre : Horror
Cast :
• Justin Drew Bieber as Himself
• Your Name (YN)
• Caitlin Beadles as Caity
• Christian Beadles as Christ
• Chaz Somers as Himself
• And Many More
~Happy Reading~
‘Cekrek’ sebuah pintu coklat dari
kayu yang sudah rapuh itu terbuka di tangan kekar Justin. Christ dan Kamu pun
dengan perlahan membuntutinya masuk menuju sebuah ruangan.
“Lo yakin ini ruangan senjatanya?” tanya Christ ragu.
“Ini kan ruangan tempat gue di sekap..” timpal kamu.
“Iya, Ini emang tempat dimana YN di sekap. Cuma waktu itu gue lewatnya pintu besi. Tapi kayanya disana udah kekunci jadi yaa gue lewat jalan pintas.”jelas Justin. Kamu dan Christ hanya mengangguk.
“Lah kalo gelap begini gimana kita mau ngawasin?” ujar Christ lagi. Justin hanya tersenyum waau senyumnya tak nampak dalam kegelapan.
‘Ceklik!’ terdengar bunyi saklar pintu di sentuh oleh Justin dan taraaaa... ruangan yang awalnya gelap menakutkan kini terang benderang.
“Udah terang kan?” ucap Justin senang. Christ dan Kamu Cuma bisa menatapnya dengan pandangan bingung.
“Rumah ini punya lampu seterang ini? Gue kira adanya Cuma gelap sama remang-remang.” Sungut Christ diikuti kekehan jail Justin.
“Iya, heran gue. Kenapa waktu elo nyelametin gue lo kaga nyalain ni lampu?” timpal mu ikutan bersungut-sungut. Lagi-lagi Justin terkekeh.
“Kan biar surprise. Lagian gue tau nih lampu juga baru aja. Tangan gue asik ngeraba, eh nemu tombol yaudah gue pencet aja. Hhaha..” umbar Justin girang. Kamu dan Christ kini mencibir.
“Ternyata jago ngeraba. Jangan-jangan YN udah di raba juga..” umpat Christ.
“Udah dong.. Eh, APA LO BILANG?!” sentak Justin. Christ hanya terbahak.
“Christ, Justin, udah! Jangan berisiiikk... berantemnya ntar aja!” Kamu pun berdiri di tengah-tengah mereka berdua agar diam. Mereka pun diam dan mulai melihat-lihat senjata yang ada di sekitar mereka.
Sebagian senjata masih bagus seperti baru namun sebagian lagi sudah berkarat dan penuh dengan bercak-bercak darah. Tanpa sadar, kakimu tiba-tiba menyentuh sebuah gergaji mesin yang tergeletak di bawah kolong meja, sontak kamupun membungkukkan badan untuk melihatnya.
“Apa ini?” tanyamu pada dirimu sendiri sambil menariknya keluar dari kegelapan bawah meja.
Kamu pun mengelapnya. Gergaji mesin itu sudah lapuk.
Gerigi nya berkarat dan pegangannya sudah tidak kokoh lagi. Di perkirakan benda
itu sudah di simpan lebih dari 10 tahun.
‘DNUORGREDNU’ Kamu mengeja sebuah kalimat yang ada di pegangan gergaji itu.
‘DNUORGREDNU’ Kamu mengeja sebuah kalimat yang ada di pegangan gergaji itu.
“Apaan nih? Merek nya? gue baru tau ada gergaji merek beginian..” ujarmu lirih. Justin yang samar-samar mendengar suaramu pun mendekatkan dirinya dan duduk berjongkok di sampingmu.
“Apaan tuh?” tanyanya. Kedua bahumu terangkat.
“Kayanya sih senjata langka gitu. Nih mereknya keren kan?” pekikmu.
“Dnuu oor .. ash, apaan itu mereknya. Aneh!” Justin sebal sendiri karena merasa susah untuk mengeja tulisan itu. Christ yang asik sendiri akhirnya ikutan jongkok disitu.
“Pada bahas apa sih?” tanyanya.
“Baca deh.. mereknya aneh. Kaya semacam kata sandi!” sahut Justin. Christ mengerutkan dahinya dan mulai membacanya perlahan.
“Mungkin ini petunjuk..” kata Christ.
“Petunjuk apaan? Orang nih kata kaga bisa di baca kok bisa-bisa nya lo bilang petunjuk.” Sanggah Justin.
“Mungkin Christ bener, Just.. Ini semacam puzzle gitu. Kita Cuma harus nyusun katanya jadi sebuah kalimat yang bisa di baca.”timpalmu.
“Yaudah baca dari belakang aja. Biasanya gitu. Gue pernah baca buku detektif soalnya.” Balas Justin acuh. Christ tersenyum cerah dan menepuk pundak sobatnya itu dengan girang.
“Lo cerdik, Just!! Itu kuncinya..” jeritnya mirip anak kecil dapet hadiah gratis. Kamu hanya menggelengkan kepalamu dan hanya memaklumi sifat Christ.
“Cerdik gimana?” Justin memekik tak mengerti. Kamu pun mulai membaca tulisan itu dari belakang dan terteralah tulisan UNDERGROUND disana.
“U n d e r g r o u n d” ejamu perlahan. Christ dan Justin pun tersentak.
“Underground?!” seru mereka bersamaan. Kamu mengangguk.
“Itu bacanya kalo di balik.” Terangmu. Justin memiringkan kepalanya.
“Tapi kan, itu tempat dimana kita berunding tadi..” Ucap Justin bingung diikuti anggukan kepala Christ.
“Mungkin disana tempat mereka di simpan..” serumu. Kalian pun tampak berfikir.
“Gimana kalo kita cek aja kesana..?” usul Christ.
“Nggak mungkin. Tugas kita jaga ini.” Bantah Justin.
“Tapi ini adalah jawaban dari semua masalah, Just!” gertak Christ.
“Gue tau Christ.. Cuma nggak semudah itu kita balik kesana.” Omel Justin.
“Kenapa enggak? Kita tinggal lewat jalan pintas lagi. Toh, para Canibal itu udah punya senjata sendiri di atas sana. mereka nggak akan ngambil senjata kecil kaya yang ada disini.” Jelas Christ geram. Justin menghembuskan nafas berat. Matanya terpejam sejenak.
“Oke.. tapi sebelumnya kita cari Chaz, Caity sama Pak Darma dulu ya?” usul Justin lagi. Christ pun mengangguk.
“Lo mau ikut atau disini?” tanya Christ padamu.
“Gue nggak mau mati ketakutan, Christ. Apapun yang kalian lakuin gue ikut.” Jawabmu antusias. Justin dan Christ mengangguk setuju dan kalianpun keluar menuju Underground dengan langkah mengendap-endap.
Sementara itu..
“Gue rasa tuh mayat diumpetin di dapur deh..” Ucap Chaz asal saat mereka berjalan mengelilingi semua sudut rumah itu.
“Bisa nggak mikir yang masuk akal, Chaz? Mau diumpetin dimana tuh mayat? Di panci?” omel Caity.
“Hehe.. di hatimu juga boleh, Beib..” canda Chaz. Caity hanya memasang wajah eneg mendengar rayuan gombal dari Chaz. Tapi tak di pungkirinya bahwa hatinya berbunga.
“Setres lo ya? Masa hati gue buat tempat mayat. Lo tega?!” gertak Caity.
“ehehe.. enggak deh. Buat nyimpen gue aja.” Ucap Chaz jail sambil senyum-senyum. Caity hanya memasang wajah polos.
“Kita sudah sampai.” Pak Darma tiba-tiba memekik membuat Chaz dan Caity terbungkam.
Mereka tiba disebuah ruangan penuh dengan tumpukan
buku yang berdebu dan kusam.
“Perpus? Oh no gue paling anti sama buku!” jerit Chaz pelan.
“Lebay!” timpal Caity. Christ mendengus.
“Kita ngapain pak kesini?” tanya Caity.
“Ini ruangan favorit anak saya. Banyak cerita yang menjadi kesukaannya termasuk ini..” pak Darma menunjukkan sebuah buku kusam bertuliskan DNUORGREDNU.
“Apaan nih pak? Buku kok judulnya dhuhshsk” Ujar Chaz. Mulutnya berkomat-kamit membentuk kata tak jelas.
“Entahlah. Ini semacam rahasia anakku.. aku sendiri tak tahu.” Jawab pak Darma. Caity pun meminta buku itu dan mulai membacanya perlahan.
“Un der ground..” eja Caity lirih.
“Ngapain lo ngomongin underground?” pekik Chaz.
“Siapa juga yang ngomongin underground. Orang gue baca nih tulisan dari belakang.” Sanggah Caity.
“Underground...” gumam pak Darma.
“Kenapa emangnya pak? Apa ada sesuatu?” tanya Chaz.
“Itu.. tempat dimana anak saya dibunuh..” desah pak Darma. Caity dan Chaz pun tercekat.
“Jadi di sini rupanya kau penghianat!” seseorang bersuara geram tiba-tiba berseru dari belakang mereka diikuti 2 orang bertubuh kekar di belakangnya. Chaz, Caity dan pak Darma pun menoleh.
“Max..” desah Pak Darma.
“Anda mengenalnya?” tanya Caity.
“Dia ketua para Cannibal sekaligus pembunuh anakku dan warga disini.” Jelas Pak Darma.
“Aaa.. apa?”
“Kau mau merasakan rasanya jadi anakmu 10 tahun lalu, Hah?!” Bentak orang itu.
“Setidaknya aku bisa membongkar kejahatanmu lebih dulu!” Balas Pak Darma tak kalah geram.
“Hah.. bisa apa kau pria tua?!” kekeh Max.
“Akan ku buktikan padamu. Kejayaanmu tak akan lama lagi, Max!” ancam Pak Darma berani.
Pria bernama Max itu kini mendekat.
“Akan ku lepaskan Nyawa dari jasadmu dulu sebelum kau lakukan itu, Darma..” bisik Max tepat di telinga Pak Darma.
“Pak Darma, Chaz, Caity, Lari!!!!” Christ tiba-tiba muncul dan memerintahkan mereka untuk lari.
“Christ!!” Chaz dan Caity memekik bersamaan dan dengan sigap berlari menuju Christ. Mereka berhasil, tapi tidak dengan pak Darma.
“Pak Darmaa!!” Jerit Caity.
“Diam kau bocah tengil!” bentak seorang pria kekar di belakang mereka.
“Hei, anak-anak.. apa kalian mau hiburan gratis? Melihat boneka hidup ini mengeluarkan cairan merah segar sepertinya menyenangkan..” Seru Max diikuti tawanya yang amat keras. Tangannya merogoh sakunya dan dengan sekejap keluar dengan sebuah benda tajam. Pisau.
“Stop! Jangan lukai pak Darma!” Caity kembali menjerit. Kali ini tangisnya pecah.
“Tenang, kalian juga akan dapat giliran nanti..” kekeh Max sadis dan itu membuat 3 remaja tersebut menelan ludah.
“Kau siap menusul anakmu, Darma? Penghianat sepertimu memang pantas ke neraka!” ucap Max kencang.
“BIADAB KAU, MAX!!”
‘Croootttt!!!’
“PAK DARMAAAAA!!!!!” Caity berteriak histeris melihat Pak Darma melemas.
‘Crooootttt!!!’
“STOOPP!! HENTIKAANN!!” Caity kembali histeris melihat tubuh Pak Darma dengan sekejap telah berlumuran cairan merah. Namun meski sudah begitu, Max tetap tega menusuknya berkali-kali hingga wajahnya hancur dan seluruh isi perutnya keluar dengan cara mengenaskan. Chaz Dan Christ melemas, namun tubuhnya harus tetap tegar menjaga Caity agar tidak lekas kabur menuju Pak Darma yang sudah tak bernyawa.
“Siapa Selanjutnya?!” bentak Max. Kini tatapan angkernya mengarah pada Chaz, Caity, dan Christ sambil menjilati pisau yang berlumuran darah.
“Cait, gue tahu kita sedang berduka.. tapi bisakah lo tegar dan lari sekarang. Kita harus selamat!” bisik Christ. Caity mengusap air matanya dan kemudian berdiri.
“Okay, dalam hitungan ke 3..” lirih Chaz.
“Nggak usah. Pake itungan Now aja.” Usul Christ.
“Okey.” Christ menarik nafas dalam dan ..”NOW!!”
Mereka bertiga pun lari secepat yang mereka bisa menuju jalan keluar.
“KEJAR MEREKAA!!!” Max berkoar-koar memerintahkan ke 2 pengawalnya untuk mengejar mereka.
“LARI LEBIH KENCAAANNGG!!” Christ berteriak sekeras-kerasnya semata-mata hanya untuk menghilangkan gugupnya. Chaz dan Caity pun berlari lebih kencang mengingat orang yang mengejar mereka lebih lari cepatnya.
“Kemana Justin dan YN?” Caity bertanya di sela-sela larinya.
“Mereka pergi ke luar desa untuk mencari bantuan!!” jelas Christ. Caitu pun diam dan melanjutkan larinya.
Disisi lain...
Justin Drew Bieber P.O.V ~
Aku menggenggam erat tangan YN berlari menyusup hutan lebat yang gelap dan dingin. Menerobos ilalang dan menembus kabut malam.
“Justin, seberapa jauh lagi kita lari?” tanya YN disela-sela nafasnya yang menderu.
“Entahlah, mungkin kita akan mencari bantuan sampai ke jalan raya.” Jawabku.
“Mustahil, Justin.. kita nggak punya banyak waktu!” jeritnya.
“Aku tahu, tapi mau gimana lagi, disini nggak ada penduduk satupun.” Bantahku. YN diam dan kami terus berlari.
Setengah jam kami berlari, akhirnya kami tiba di tempat mobilku mogok waktu itu.
“Bannya masih kempes, sial!” umpat ku begitu ku tahu mobilku masih sakit.
“Kita nggak punya banyak waktum Just! Chaz, Caity, dan Christ mungkin terjebak dalam bahaya disana.” Omel YN. Aku tahu dia khawatir, tapi aku harus apa? Tenaga kami juga sudah terkuras berlari sejauh ini.
“Sinyal! Apa hp lo ada sinyalnya?” tanyaku. YN pun merogoh sakunya.
“Enggak.” Jawabnya begitu dia melihat sinyal handponenya ternyata kosong. Aku mendesah berat karena kenyataannya kini sinyal handponeku juga nggak ada.
“Justin.” YN tiba-tiba menepuk bahuku.
“Ya?”
“Apa kita bisa pake itu?” YN menunjuk sebuah benda. Sepeda ontel! Senyumku mengembang cerah.
“Nggak salah gue jadiin lo satu tim!” pekikku sambil memeluknya.
“Okey.. tapi bisa nggak peluknya nanti aja? Ingat waktu!” bisiknya. spontan aku pun melepaskan pelukanku dan berjalan menuju sepeda ontel yang tergeletak di sisi jalan.
“Siap?” tanyaku pada YN yang sudah duduk membonceng di belakangku. Tangannya melingkar erat di perutku.
“Gooo!!!” serunya dan perlahan kakiku mulai menggoes melewati jalan bebatuan. Gelap dan dingin yang mendera tak menyurutkan niat kami untuk melaju demi keselamatan semua pihak.
~
“Sedikit lagi, gue udah bisa denger suara mobil. Apa lo denger juga?”kataku bertanya pada YN. Tak ada jawaban. Aku meliriknya sekilas dan itu justru membuat tawa kecilku meledak. Pantas saja dia tak menjawab. Rupanya calon Ratu Bieber itu sedang terlelap. Dasar, dalam keadaan genting seperti ini masih sempatnya dia memejamkan mata. Tapi tak apa lah jika memang begitu seharusnya. Aku pun tetap menggoes sepeda tua itu dengan penuh semangat
***
“YN.. YN bangun!!” aku menggoncang goncangkan tubuh YN pelan. Dia terbangun.
“Justin? Ya Tuhan, Ini Jalan raya? Apa ini sungguhan? Gue nggak mimpi kan?” serunya.
“Ini sungguhan, YN. Elo sih tidur mulu..” ucapku dengan nada terkesan sebal.
“Hehe.. maaf deh, Just.. lo jangan marah dong..” pintanya manja. Aku tersenyum.
“Enggak kok. Gue nggak marah. Sekarang yang terpenting, kita cari orang dulu buat ngebantuin kita..” ucapku pelan. YN mengangguk.
“Lo bukannya hapal jalan ini ya? Kenapa nggak nyari kantor polisi aja. Kita butuh pasukan banyak, Just!” katanya. Aku mengangguk. Sebenarnya memang begitulah rencanaku. Tapi rupanya gadis ini lebih cerdik dari yang ku bayangkan.
“Kita udah sampe di kantor polisi kok. Tinggal masuk aja.” Kataku. YN terlihat bingung.
“Apa?”
“Liat ke belakang deh..” suruhku. YN pun menoleh dan mendapati sebuah kantor pusat para tentara berdiri kokoh di hadapannya.
“Just.. lo serius? Ini keren!! Kita bisa selamat dengan bantuan mereka!!” pekiknya girang. Senyumnya mengembang manis sekarang.
“Iya, yok masuk..” ajakku. YN pun mengangguk dan kami berduapun beriringan menuju kantor itu.
~
“Jadi, darimana kalian datang..?” seorang tentara bertubuh kekekar mulai menanyai kami.
“Kami dari Villa yang ada di hutan sana pak..” Aku mulai menjawab. Tentara itu terkekeh.
“Apa kalian ini lulusan sekolah lawak? Tidak ada villa di sana! yang ada hanya hutan lebat yang mengerikan.”Ucapnya.
“Tapi kami benar-benar dari sana, pak! Disana tempat pembunuhan masal para Cannibal yang sudah berlangsung sejak 10 tahun lebih lamanya.” Sanggah YN.
“10 tahun lalu? Bahkan kantor dan jalan raya ini belum ada.” Bantah Tentara itu lagi.
“Justru itu, pak.. banyak misteri yang ada disini 10 tahun lalu. Bapak tak akan percaya sebelum bapak kesana.” Ujarku.
“Ku mohon, teman kami sedang terjebak disana. Ku mohon selamatkan merekaa..” YN kini mulai merengek.
“Sudahlah, tak ada salahnya di coba, Jack..” seorang tentara lainnya yang baru datang menimpali.
“Baiklah, akan ku bantu kalian.” Tentara itu menatap YN dan aku. “Siapkan 100 pasukan inti!”
“SIAP!”
***
Mobil truck besar berisi 100 tentara inti bersenjata menerjang malam dan melewati hutan. Semua kejadian beruntun sudah kami ceritakan pada semua tentara itu. Beruntung, mereka mau membantu sehingga perjuanganku dan teman-temanku tak sia-sia. Paling tidak kami bisa sedikit bernafas lega.
~
Sementara itu..
Christ, Caity, dan Chaz mengendap-endap masuk menuju Underground dan menutupnya rapat-rapat.
“Apa kita sudah aman?” tanya Caity gemetar.
“Entahlah, yang penting jangan bersuara!” sahut Chaz.
Mereka semua diam. Namun rupanya keberuntungan belum berpihak pada mereka. Sekali terjang,pintu yang tadinya tertutup rapat kini terbuka lebar-lebar. Ketiga remaja itu tegang melihat makhluk yang baru saja mengejarnya kini ada di hadapan mereka. Parahnya, mereka lebih banyak.
“Mau lari kemana lagi kalian bocah tengil?” Max tiba-tiba muncul sambil membawa gergaji mesinnya.
“Ya Tuhan.. apa ini akhir dari perjuangan kita?” bisik Christ.
“Kurasa begitu.” Sahut Chaz.
“Kemana Justin dan YN? Kenapa mereka lama sekali?!” pekik Caity.
“Ada pesan terakhir sebelum kalian pergi ke akhirat?” Max mulai bersuara lagi. Ketiga remaja itu menahan nafas begitu mendengar kata ‘akhirat’
“Ya Tuhan, jika ini memang akhir hidupku, tolong sampaikan maaf dan sayangku pada keluargaku di rumah. Mama, papa, aku sayang kalian. Dan Caity...” Chaz kini memandang Caity teduh. “Sebelum gue mati, lo harus tau kalo selama ini gue sayang sama lo. Gue cinta sama lo, Cait..” ucap Chaz.
“Gue juga, Chaz.. maaf kalo gue banyak salah sama lo. Gue sayang elo..” balas Caity. Mereka berdua pun berpelukan.
“Mengharukan!!” gertak Max. “Ikat mereka sekarang!!” Max kembali berkomando. Anak buahnya pun melaksanakannya. Caity, Chaz, dan Christ kini sudah dalam ikatan.
“Hahahaha.. TAMATLAH KALIAN!!” Max berteriak menang
dan kemudian menghidupkan gergaji mesinnya.
“Tidak secepat itu!!” Justin tiba-tiba muncul bersama rombongan tentara yang tadi ia bawa.
“Kau!” geram Max.
“Berhentilah melakukan semua ini, Max..” kamu pun muncul.
“Apa peduli mu, hah?! Ini duniaku. Tak akan ada yang bisa menghentikanku!!” bentak Max.
Sepertinya dia mulai naik darah. Di arahkannya
gergaji mesin yang hidup itu ke semua anak buahnya.
“Lihat? Dengan mudah aku membunuh anak buahku sendiri!!” Max kembali menggertak. Anak buahnya yang sedari tadi mengawalnya kini sudah tergeletak dengan tubuh terbelah 2.
“Matikan mesin itu, Tuan atau kau akan tau akibatnya!” Jack, selaku komandan para tentara kini bersuara.
“Apa? Hah?!! Apa kau ingin pasukanmu seperti mereka?!” kini gergaji itu mengarah pada Justin dan YN.
“JUSTIN, AWASS!!” Caity berteriak histeris melihat Max berlari kearahnya. Justin menghindar, namun.
‘DOR!!’ sebuah tembakan meluncur tepat mengenai Max. Gergajinya jatuh.
“Jack, apa yang kau lakukan?!” Sam, wakil komando meneriaki Jack yang dipikirnya sudah melakukan kesalahan.
“Aku hanya mencoba menyelamatkan mereka, Sam..” sahut Jack.
“Terimakasih, Komandan.” Balas Justin. Jack hanya tersenyum.
“Ya sudah, sekarang begini saja, Kalian lakukan tugas kalian, biar para Cannibal yang ada di atap kami yang urus.” Sam memerintah. Justin mengangguk dan menyuruh mu untuk membuka ikatan Chaz, Caity, dan Christ.
“Kalian nggak papa?” tanyamu sambil melepas lilitan talinya.
“Nggak papa, kok YN.. thanks ya. Lo udah kerja keras demi kita.” Sahut Caity.
“Kita semua bekerja keras.. tapi kemana pak Darma?” tanyamu. Seketika semuanya diam. Raut wajah mereka menjadi suram.
“Kemana Pak Darma?” ulangmu dengan nada tinggi. Caity mulai terisak dan memelukmu.
“Pak Darma, udah terbunuh.” Timpal Christ pelan. Kamu tersentak.
“A..a pa? Tapi, bagaimana bisa?!”
“Max menusuk Pak Darma hingga tewas. Jasadnya masih di perpustakaan rumah ini.” Chaz menyahut. Kamu mengangguk dan mulai menenangkan Caity.
“It’s okay.. gue yakin Pak Darma udah cukup bahagia liat kita berhasil. Sekarang, kita kuburkan mayat-mayat di Underground sekaligus Mayat pak Darma..” katamu. Mereka semua mengangguk dan mulai beranjak menuju underground.
***
Pak Darma, Gabriel, dan Nyonya Swift.. 1 keluarga yang mati terbunuh dengan cara mengenaskan kini telah bersemayam dengan tenang. Kebersamaan mereka kembali terjalin di surga bersama korban-korban lain yang kini sudah berhasil di makamkan dengan layak. Justin dan kawan-kawan mengiringi mereka semua pergi menuju alam yang berbeda. Sementara itu, Para Cannibal berhasil di amankan dan akan mendapatkan hukuman penjara seumur hidup. Villa yang baru saja menjadi saksi perjuangan ke-5 remaja itu kini di musnahkan. Hutan yang lebat kini di jadikan lahan pertanian bagi warga sekitar.
“Terimakasih, Komandan.. kami sangat berhutang budi” Ujar Justin pada Sam dan Jack.
“Tidak, justru kami yang harus berterima kasih pada kalian. Mungkin, tanpa kalian aksi hina mereka tak akan bisa terungkap.” Ucap Jack. Justin tersenyum.
“Sebagai hadiah, mobil kalian sudah berhasil di berbaiki.” Sam menimpali. Justin kembali tersenyum.
“Terimakasih banyak, Komandan.” Seru Justin sambil menjabat kedua komando tentara tersebut.
“Akhirnya, kita pulang jugaa!!” Chaz berteriak girang sambil merangkul pundak Caity mesra. Caity membalasnya.
“Ehh... emang udah resmi tuh? Kan belom di tembak” tanya Justin.
“Nggak ada kata tembak-tembakan buat meresmikan sebuah cinta. Ya nggak, Beib?” sahut Chaz diikuti anggukan kepala Caity.
“Trus gue gimana?” pekik Justin sambil melirik kearahmu.
“Apa?!!” tanyamu.
“Ngikut kaya mereka yuk...” ajak Justin konyol. Kamu terkekeh dan tanpa pikir panjang lagi 1 kecupan mendarat di pipi Justin. Justin tersentak.
“YN?? Kamuu...” Justin tergagap. Kamupun memeluknya.
“You love me?” Tanyamu.
“Ya, i love you..” sahut Justin.
“So do I..” bisikmu. Justin melepas pelukannya dan memandangmu sekilas untuk meyakinkan.
“Thanks..” desah Justin lalu kemudian kembali memelukmu.
“Oh, God.. kenapa semua ini harus terjadi di hadapanku? Bisa kita pulang sekarang? Gue udah kangen sama pacar gue..” sentak Christ yang merasa dirinya diabaikan.
“Pacar?” sentak Caity balik.
“Bantal sama guling kamar gue..” sahut Christ sewot. Chaz, Caity, Justin, dan kamu pun terbahak. Kalian pun masuk ke dalam mobil.
“Ready to go home?” pekik Justin.
“READYYYY!!!” balas ke 4 remaja lainnya penuh semangat.
Perlahan mobil Justin pun melaju meninggalkan daerah Cannibalisme itu. Hanya angin, tanah, dan pepohonan yang mampu mengukir perjuangan mereka menghadapi kerasnya pembunuhan. Selamat jalan, semuanya.. semoga kalian tenang di alam sana ~ Justin and Friends
THE END ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar