Senin, 03 Februari 2014

[Freelance] THE CANNIBAL part 1

Cast: • Justin Drew Bieber as Himself
• Your Name (YN)
• Caitlin Beadles as Caity
• Christian Beadles as Christ
• Chaz Somers as Himself
• And Many More
Genre:Horror
Length:Short Story
Author:R.Eka Putri
~Happy Reading~
Musik mendentum keras dari dalam mobil Range Rover hitam yang melaju dengan kecepatan stabil. Di dalamnya ada segerombolan remaja yang sedang asyik berkoar-koar mengikuti lantunan lagu tersebut.

“Wooohoooo!! Party all night, everybadeeee!!” seru salah satu dari mereka diikuti dengan seruan yang sama dari ke 4 teman lainnya. Bisa kalian tebak siapa mereka semua? Yap! Mereka adalah Justin, Caity, Christ, Chaz, dan YN yang sedang merencanakan untuk berlibur ke luar kota di akhir semester ini.

“Kita mau liburan kemana nih jadinya?” tanya Chaz pada Justin yang sedang sibuk mengemudi.

“Santai, men. Kita bakalan liburan ALL AROUND THE WORLD!! Kali ini” seru Justin riuh.
Semuanya pun tergelak dengan ucapan Justin barusan dengan menyanyikan lagu hits sobatnya itu –All Around The World–.

“Setujuuuuu!! Gimana kalau kita cari suasana baru. Yang horor horor gitu..!!” timpal Chaz dengan menaikkan kedua alisnya.

“Ogaah.. gue paling takut sama yang begituan.”sanggahmu.

“Halaaah... gapapa kali, kan ada Justin. ya kan, Just?” pekik Chaz. Kamu yang diejek begitu langsung memerah wajahnya.

“Apaan sih, bro?! Udah deh, penting kita have fun! Mau gimanapun keadaannya, kalo kita have fun kan enak. Ya nggak sih?!” sahut Justin.
“Bener banget!”balas Caity.


Well, waktu sekarang udah nunjukin jam 11.45 p.m alias hampir tengah malem. Justin masih asyik bergumam dengan musiknya sambil tetap konsen menyetir. Dia nggak peduliin suara dengkuran Chaz dan Christ yang udah pules tidur kaya kamu dan Caity. Disini, Justin adalah leader dan bertanggung jawab penuh sama 4 orang makhluk yang dia bawa liburan sekarang.

“Arrgghh! Pakek macet segala lagi..” geram Justin begitu tahu jalan raya yang di laluinya kini berubah menjadi deretan mobil panjang. Dia menguap. Kantuk yang di rasa kini makin menggelayuti matanya.

“kenapa Just?” tiba-tiba kamu bangun dan ngeliat Justin yang lagi sebel dengan keadaan macet ini.

“Macet.” Sahutnya sigkat. Kamu mengangguk mengerti dengan mata yang menyapu seluruh ruas jalan.

“Lo nggak ngerti jalan pintas sekitar sini?” tanyamu.

“Ada sih, tapi jalannya curam. Gelap juga..” sahut Justin.

“Oh.. gitu. Apa nggak sebaiknya kita coba lewat situ aja?” lagi-lagi kamu bertanya.

“Lo yakin?” timpal Justin sambil memandangmu teduh. Kamu mengangguk pasti.

“Yaudah kita coba. Kalau kenyataannya jalan itu bahaya, kita balik ke sini lagi. Gimana?” ucap Justin dan kamupun lagi-lagi hanya menjawabnya dengan anggukan kepala.

***

Deru mobil Justin menggeram tiap kali melewati bebatuan-bebatuan terjal. Jalan yang penuh dengan batu dan kerikil kini menjadi pilihannya sebagai jalan alternatif menuju tempat liburan yang di tuju. Di liriknya jam tangan yang sejak tadi melingkar di pergelangan tangan kirinya. Tepat tengah malam sekarang dan mendung pun mulai menyelimuti langit yang gelap tanpa bintang.

‘Brrrmmmmmm’ mobil Justin menderu keras sekali lagi. Kali ini batu yang menghalagi bannya terlalu besar.

“Arggh shitt!!” umpat Justin marah sambil turun dari mobil dan membanting pintunya. Kamu yang masih terjaga, malihat sekelilingmu yang gelap tanpa sepercikpun cahaya lampu. Hanya cahaya dari mobil Justin yang memantul ke sebagian sudut.

“Ada apa, Just?” jeritmu pada Justin yang kini sedang melihat ban mobilnya.

“Kempes ternyata..” sentak Justin kecewa. Raut mukamu kini ikutan berubah kecewa.

“terus gimana?” tanyamu. Justin menaikkan bahunya.

“Kita tunggu sampe pagi aja baru minta bantuan. Percuma kalau kita cari sekarang, jalannya gelap dan kita nggak punya banyak peralatan.” Jelas Justin. Kamu mendesah berat dan mencari cara agar masalah ini nggak menjadi penghalang di liburan yang udah di tunggu-tunggu ini.
Tanpa sadar, sekilas mata kamu nangkep cahaya lampu dari sebuah rumah yang nggak jauh dari tempat dimana mobil Justin mogok. Mungkin sekitar 1 km.

“Justin!” pekikmu girang.

“Apaan?”
“Gue nemu sesuatu.. sini deh!” tanganmu melambai kearah Justin dan dengan cepat Justin langsung mengikuti perintahmu.

“Apa?” tanyanya untuk yang ke 2 kali. Spontan telunjukmu langsung nunjuk ke cahaya lampu yang kamu temuin barusan. Senyum kamu dan Justin langsung merekah begitu apa yang ada di pikiran kalian ternyata sama.

“Bangunin anak-anak!!” seru Justin dan kalian berduapun membangunkan seisi mobil.

“Haduuuhhh... ini jam berapaaa sih oneengg?? Lo bangunin gue tengah malem gini?!” cerocos Chaz yang nggak terima dirinya yang lagi asyik tidur di obrak-abrik sama kamu.

“Heh, tukang tidur. Buruan bangun, amergency niihh!!” jeritmu sambil ngegoncang badan Chaz biar dia beneran mau bangun.

“Oke-oke gue bangun!” Chaz kini terduduk. Matanya yang sayu menatapmu dengan ogah. “Apa yang amergency?!”

“Mobil ini ban nya kempes, Chaz!” pekikmu. Dengan spontan mata Chaz yang tadinya nggak bisa melek sekarang melotot lebar-lebar.

“WHAT?! Kempes? Dan.. kok kita bisa nyungsep di hutan gini sihh?” sentak Chaz tak percaya. Christ dan Caity yang baru bangun juga kebingungan melihat keadaan sekitar yang gelap gulita dan mengerikan itu.

“Ceritanya panjang!” timpal Justin. “Sekarang bawa bawaan kalian, kita coba nginep di rumah yang ada disana.” Justin menunjuk rumah yang kamu temukan tadi. Christ menggeleng.

“Justin, lo nggak mau bikin kita mati disini kan? Itu rumah jauh banget, Just! Gue mending nginep disini deh.” Sungut Christ sambil merebahkan kembali tubuhnya di jok depan.

“Yaudah, whatever! Sekarang gini aja. Yang mau ikut gue, turun sekarang, bawa bawaan kalian seperlunya. Yang nggak ikut yaa nggak papa..” usul Justin. Kamu, Caity dan Chaz mengangkat tangan tanda kalian setuju ikut Justin. sedangkan Christ Cuma bisa pasang muka melas karena semua temen-temennya nggak ada yang ikutin ide dia buat nginep di mobil. Alhasil, mereka semua turun dan berjalan menapaki jalan kecil yang penuh kerikil dan bebatuan.

***

Hampir 1 jam berjalan, ke 5 remaja petualang itu kini tiba di depan pintu rumah yang mereka tuju. Kesan angker kini mulai terasa begitu mereka menjejakkan kaki di teras rumah. Bahkan, Christ hampir nggak mau masuk saking takutnya. Namun Justin dan yang lainnya menyemangatinya agar dia berani.

“Justin,. kalo lo tanya gimana pendapat gue soal ini, gue Cuma mau bilang selamat buat elo!” ucap Christ. Justin mengernyit.

“Selamat?” tanya Justin tak mengerti.

“Selamat udah berhasil bikin gue pipis di celana!” umpatnya sebal. Justin , kamu , Chaz dan Caity mendelik tak mengerti. Tapi setelah kalian lihat ke celana Christ yang basah kuyup, tawa riuh langsung meledak kencang tanpa mikirin betapa malunya Christ saat itu.

“Oh, Christ.. lo jorok tau nggak!!” pekik Caity yang melihat hal konyol adiknya itu. Christ yang di omelin kakaknya Cuma bisa cengar-cengir.

“Haha.. oke-oke nggak papa. Abis ini kita cari toilet buat Christ.” Timpal mu di ikuti anggukan kepala Justin.

Kalian pun langsung memberanikan diri lebih dekat dengan rumah itu.
 
‘TOK-TOK’ Justin mengetuk pintu nya perlahan. Sekali ketuk tak ada jawaban, dia mengulanginya lagi hingga seorang bapak-bapak muncul di hadapannya dengan wajah yang mengerikan. Justin sebenarnya takut, tapi dia memberanikan diri demi teman-temannya.

“Siapa kalian?” tanya bapak itu geram. Matanya yang menyorot memandang Justin dan kamu yang kebetulan tepat berada di hadapnnya.

“Maaf, sir.. apa disini menyewakan kamar? Kita lagi liburan dan tiba-tiba ban mobil kami kempes..kalau boleh, kami pengen nginep di rumah ini malem ini aja.” Jelasmu mewakili teman-temanmu. Bapak itu kembali memandangmu tapi kali ini tak setajam tadi. Senyumnya mulai sedikit mengembang sekarang.

“Kami ada 2 kamar kosong. Apa kalian mau?” tanyanya ramah meskipun suaranyanya yang parau masih sedikit menakutkan.

“Eeemm...” Justin belum melanjutkan bicaranya. Dia memandang Kamu, chaz, christ, dan Caity secara bergantian untuk mendapatkan persetujuan. Kamu, Caity, dan Chaz mengangguk tanda setuju untuk menginap disini, tapi tidak dengan Christ. Diantara anggukan teman-temannya, dia adalah satu-satunya yang menggelengkan kepala dan itu membuat Caity menyeretnya ke sisi lain untuk bicara.

“Christ, please, jangan buat liburan gue makin kacau ya? Udah bagus lo gue ajak!” omelnya.

“tapi gue takut! Rumah ini tuh angker tau! Perasaan gue nggak enak tentang rumah ini!” bentak Christ.

“Lo nggak usah sok punya indra ke enam deh. Lagian kita disini Cuma semalem, nggak lama! Apa susah
nya sih tahan ketakutan lo itu?!” gertak Caity lagi.

“Iya kalo kita disini Cuma semalem. Kalo mendadak kita di sandra trus di bunuh gimana?” tanya Christ menahan emosinya. Caity makin geram tapi suara Justin yang berdehem membuat mereka berhenti berdebat dan kembali ke tempat semula.

“Kita setuju kok.. hee, maaf nunggu lama.” Ucap Caity ragu-ragu sambil sesekali melirik ke arah adiknya garang.

“Oke, pak.. kita ambil kamar itu. Berapa biaya per malemnya?” kata Justin. Bapak itu terkekeh pelan.

“Ayo masuk dulu, saja.. masalah itu bisa dipikir besok. Bapak tau kalian capek dan sangat butuh tempat istirahat.” Ucap bapak itu berubah sangat baik. Justin pun akhirnya setuju dan mengajak kalian semua masuk ke dalam.

***

~Justin Bieber P.O.V~

Barang-barang antik, Debu dan sarang laba-laba menjadi ciri khas isi rumah ini. Aku rasa rumah ini adalah bekas Villa yang sudah lama tak di tempati dan bapak itu adalah penjaganya. Tak terlalu buruk meski kadang bulu kudukku berdiri tiap kali aku berfikir tentang gelapnya rumah ini.

Well, awalnya aku merasa tak yakin mengajak teman-temanku menginap di rumah dan kotor ini, terlebih aku tau YN sangat takut gelap. Tapi mau bagaimana lagi? Jarak tempuh kami kemari tidak dekat. Jika aku batal kan ini, aku pasti akan dapet gebuk masal dari 4 cecunguk yang aku bawa ini. So, mau nggak mau kita nginep disini, paling nggak besok pagi udah cabut.

“Justin..” tiba-tiba YN memanggilku. Aku menoleh dan mendapati wajahnya pucat pasi.

“Hei, kamu kenapa? Sakit?” aku memegang dahinya untuk memastikan agar dia baik-baik saja.
“Kenapa kamu ngikutin aku? yang lainnya mana?” tanyaku lagi. Aku memang jalan sendirian liat-liat rumah ini. YN dan yang lainnya ikutin bapak penjaga rumah ini buat ngeliat kamar yang bakal di tempatin malam ini. Eh, kok YN malah nyusul kesini? Mana mukanya pucet banget lagi. Perasaan tadi masih seger-seger aja.

“Aku takut, Just.. takut..” desahnya pelan. Aku makin nggak ngerti. Spontan akupun memeluknya.

“don’t worry sweety.. ada aku kok.” Kataku lirih. Kalian tahu? Sebenarnya aku sangat mencintai YN, namun hanya aku tak punya cukup nyali untuk mengungkapkannya.. memeluknya seperti ini mungkin bisa membuatnya mengerti betapa aku sangat menyayanginya.

“Justin...” panggilnya lirih. Aku merasa ada yang aneh dengan suara YN. YN yang biasanya bicara sangat bijak kini berubah menjadi sangat lembut dan terkesan lirih, bahkan hampir tak bisa di dengar jika aku tak memasang telinga benar-benar.
“Ya?” balasku sambil membelai rambutnya yang panjang. Keanehan lagi, sejak kapan YN suka menggerai rambut?

“Selamatkan aku.. bebaskan aku.. bebaskan keluargaku..” katanya. Aku tersentak. Apa apaan ini?!

“Maksudmu apa, YN? Kamu baru nyampe sini beberapa menit yang lalu. Dan.. keluarga kamu baik-baik aja di rumah, YN.. ada apa denganmuu??” ujarku benar-benar tak mengerti. YN melepas pelukanku dan menatapku dengan tatapan yang membuatku ngeri.

“Jika kamu nggak selamatkan kami, kamu nggak akan bisa keluar dari rumah ini..” tegasnya lalu pergi berlari meninggalkanku. Aku ingin mengejar tapi ku pikir tak ada gunanya. Mungkin nanti saja aku bicara 4 mata dengannya.

Drrrrtttt.. dddrrrttt handponeku tiba-tiba bergetar. Aku melihat nama YN di layar kaca handponeku. Aku tersenyum. Dasar cewek, baru aja ketemu udah kangen. Batinku.

“Halo?” sapaku.

“Justin, kamu dimana? Kita udah nyampe kamar dari tadi dan Christ nggak berhenti-berhentinya nanyain kamu dimana. Buruan kesini!” sembur suara dari sana. aku terkekeh.

“Kamu pasti bercanda kan, YN? Kamu barusan abis pelukan sama aku disini. Mana mungkin kamu udah nyampe kamar dari tadi?” gurauku.

“JUSTIN! nggak usah ngegombal aku nggak butuh. Udah deh, buruan ke atas!” bentak YN kencang dan itu membuatku menjauhkan handponeku dari telinga. Tanpa pikir panjang ku matikan telepon nya dan kembali memasukkan HP ku ke kantong saku celanaku. Aku masih terpaku. Keringat dingin kini mulai bercucuran dari tubuhku.
“Kalo YN sama anak-anak, yang barusan gue peluk siapa dong?” tanyaku pada diriku sendiri. Dan tiba-tiba pada saat itu juga, aroma anyir dan amis tertangkap oleh indra penciumanku. Bulu kudukku berdiri dan itu membuatku mengerti bahwa ini semua ada yang tak beres.
Justin POV End

***

‘BRAK!’ Justin membuka pintu kamar dengan nafas terengah-tengah dan keringat yang membasahi seluruh tubuhnya. Wajahnya pucat dan seluruh badannya dingin.

“Lo kenapa Just?” pekik Chaz khawatir begitu sobatnya itu mendaratkan bokongnya di bibir tempat tidur, tepat di sampingnya.

“YN mana?” tanya Justin dengan nafas yang menderu.

“Di kamarnya lah, sama caity. Masa mau disini bareng kita?!” timpal Chaz diikuti anggukan cepat Christ.

“Tadi dia nelpon gue, katanya lo nyariin gue Christ. Itu bener?” tanya Justin gelagapan. Nafasnya yang sulit diatur kini membuat bicaranya tersendal.

“Bener.. tadi Christ katanya punya feeling nggak enak tentang lo, sob! Makanya gue suruh YN telpon elo.” Sahut Chaz. Justin terdiam.

“Kenapa, Just?” tanya Chaz kemudian. Justin tak menjawab melainkan menghambur kearah Christ yang sedang sibuk membereskan bawaannya.

“Christ, lo punya feeling apa tentang gue?” tanya Justin bisik-bisik. Christ menatap Justin heran.

“Feeling apaan? Gue ga punya perasaan apa-apa sama lo! Lo kira gue homo?!” sentak Christ penuh emosi. Justin menepuk jidatnya yang lapang dengan geram.

“Maksud gue bukan itu, bego!”

“Trus apa?” muka datar Christ kini mewakili pertanyaannya.

“Feeling buruk tadii.. kata Chaz lo punya feeling buruk tentang gue?!” tanya Justin dengan sedikit menekan kan nada bicaranya. Christ diam sejenak dan beberapa menit kemudian raut wajahnya berubah muram. Matanya menatap Justin nanar. Dia seperti kesurupan.

“Christ.. hei, liatinnya biasa aja dong!” sentak Justin.

“Selamatkan kami... atau nasib kalian akan seperti kami!” ucapnya lirih. Justin menggeleng.

“Lo.. Lo bukan Christ! Lo hantu yang nyamar jadi YN tadi. Apa mau lo, hah?!” Justin berkoar-koar tak jelas. Diliriknya Chaz yang kini udah nggak ada di tempatnya. Justin mulai panik begitu wajah Christ berubah menjadi sosok yang mengerikan. Matanya kosong dan penuh darah di sekujur tubuhnya yang hancur.

“Selamatkan kami!!” gertaknya seram. Justin menghindar. Di lemparkannya semua barang yang ada di kamar itu.
“Pergi!! Jangan ganggu gue dan temen-temen gue!!” Justin kembali berteriak. “Shitt!! Kemana semua orang?” batin Justin dongkol.

“Sekali lagi, kuburkan kami dengan layak.. kami sangat bergantung padamu. Jika tidak, maka kau dan teman-temanmu akan bernasib sama!!” Hantu itu kini menekankan kalimatnya dengan jelas. Kitakmengertian Justin makin terasa janggal setelah hantu itu pergi. Kesadarannya pun terasa berkurang. Matanya gelap dan lama-lama semakin pudar. Justin pingsan!

***

“Makan malam nya anak-anak..” Bapak penjaga rumah itu menghidangkan makanannya di hadapan Christ, Chaz, kamu, dan Caity.

“Umm.. terima kasih pak..” sahut kamu sopan.

“Panggil aja pak Darma..” ujar Bapak itu –pak Darma–

“Sipokehh deh pak Darma!” seru Chaz sok gaul .

“Baik.. silahkan di makan yaa..” Pak Darma pun mempersilahkan kami.

“Iya deh pak, masih nunggu Justin. tuh anak kemana ya?” ucap Caity. Yap, Justin adalah orang yang sedang mereka tunggu sebelum benar-benar menyantap makan malamnya.

“Saya liat tadi si rambut pirang itu sedang bicara di kamar sendirian.” kata Pak Darma. Spontan ke 4 ramaja itu menyipitkan matanya.

“Gila kali tuh bocah?!” pekik Chaz.

“Tuh orang hari ini aneh banget! Masa tadi di telpon dia bilang lagi pelukan sama gue?!” timpalmu sambil memasang tampang geli. Caity terbelalak.

“WHAT?! Kapan?kok lo nggak cerita?” sungutnya.

“Nggak penting juga. Gue rasa tuh anak lagi ngga waras.” Timpal mu lagi.

“Udah ah..makan duluan aja yuk. Gue laper niih! Aroma makanannya udah menggoda banget!” rengek Chaz tiba-tiba.

“Yaudah lo makan aja duluan, gue nunggu Justin.” balasmu ketus. Chaz mencibir.

“Jielah, dibelain!” katanya. Kamu langsung menjitak kepala temanmu itu
.
Chaz merintih. “Sakit, YN!” gertaknya. Kamu hanya menjulurkan lidahmu ke arahnya.

“Ngomong-ngomong ini daging apa, ya?” Christ yang tadinya diam kini mulai angkat bicara.

“Daging orang!!” timpal Chaz sekenanya. Christ melirik Chaz geram

“Itu daging sapi yang sebelumnya di asapi..” Pak Darma tiba-tiba kembali bicara.Christ manggut-manggut.

“Tuh,.enak kan? Udah ah Justin tinggal aja!” Chaz kembali merengek.

“Chaz, lo itu kurus tapi kalo urusan makan kok nggak bisa di ajak kompromi sih?” omel Caity gondok. Chaz Cuma cengar-cengir di semprot begitu.

Tak berapa lama kemudian, Justin turun dari tangga dengan tergesa-gesa menuju meja makan dimana ke 4 sahabatnya sudah menunggunya dari tadi. Wajahnya masih pucat, keringat dingin belum kering dari tubuhnya.

“Noh, Justin..” pekik Chaz sambil menunjuk kearah Justin yang menuruni tangga dengan terseok-seok. Spontan semua pasang mata menuju kearahnya.

“Justin lo kenapa?” Caity memekik panik melihat keadaan Justin yang amat memprihatinkan .
“Gue rasa ini rumah nggak beres!!”Justin berteriak geram begitu dirinya tergeletak di bawah kaki Chaz.

“Elo yang nggak beres, Just!!” Chaz menimpali.

“Heh, dongok.. gue yang barusan ngalamin, jadi gue yang ngerti!” sambar Justin garang

“Lo ngalamin apa emang, ha? Ngigau? Pak Darma bilang tadi lo ngomong sendiri di dalem kamar. C’mon dude, are you crazy?! Haha.” Chaz kembali mengejek Justin.

“Chaz, jaga omongan dikit dong..” kamu pun mencoba melerai Chaz dan Justin yang sedang adu bacot.

“Okey, sorry..” desah Chaz. Justin melanjutkan nafasnya yang terengah-engah. Di sapukan nya matanya ke arah sudut ruangan dan di dapatinya Christ sedang duduk melipat tangan diatas meja. Dia tak bergeming melihat ke 4 temannya berdebat mengenai ini. Pantas! Ada headset di telinganya. Justin pun segera bangkit mendekati Christ. Batinnya mengetakan bahwa Christ tau tentang hal ganjil yang barusaja dialaminya.

“Christ.. gue pengen ngomong sama lo! Penting!” bisik Justin. Christ menatap Justin dan seketika di lepaskan nya benda yang menempel di telinganya.

“Apaan?” tanyanya acuh.

“Sebelum lo gue ajak nginep disini, lo adalah satu-satunya orang yang nggak mau nginep disini. Sebenernya kenapa sih?” tanya Justin mulai menginvestigasi.

“Umm.. nggak tau juga, Just. Gue Cuma ngerasa ini rumah nggak enak aja hawanya. Gue denger suara-suara rintihan dan bau amis disini. Dari pada gue takut, makanya gue dari tadi nutup kuping gue.” Jelas Christ. Justin manggut-manggut mengerti.

“Okey.. gue punya 1 rahasia buat lo. Sebenernya ini tugas buat kita semua dan nyangkut nyawa kita semua juga.. tapi untuk sementara, cukup elo yang tau.” Ucap Justin serius.

Satu alis Christian menaik. “Apaan Just?” tanyanya.

“Gini, tadi gue ngalamin hal aneh. Aneh banget! Pertama, ada sosok yang nyamar jadi YN. Dia ketakutan gitu. Mukanya pucet, tangannya dingin, dan dia ngerintih gitu. Lo tau kan gue suka sama YN? Jadi ya spontan aja gue peluk dia. Gue belai rambut dia. But, gue baru sadar ini janggal pas gue apal kalo YN nggak suka gerai rambut. Iya kan?” Christ melirik kamu yang emang rambutnya nggak di gerai.

“Iya.. trus?”

“Nah, itu bikin gue sadar kalo ini ada yang nggak beres. Di tambah tuh YN palsu ngomongnya alus banget kaya putri keraton. Sedangkan lo bisa denger sendiri gimana gaya dia bicara. Dia cablak banget! Bener nggak?” Christ kembali melirik kamu dan memastikan tentang apa yang Justin bilang. Dan benar saja, dari caramu bicara dan tertawa, kamu nggak mungkin bicara selembut putri keraton.

“Iya, trus?”

“Gue merinding!! Yang bikin gue makin nggak ngerti lagi, dia minta gue selametin keluarganya. Kalo enggak, nasib gue dan kalian semua bakal sama kaya nasib dia. Maksudnya apaan?” Justin mengakhiri ceritanya dengan nafas tersengal.

“Dia hantu..” desah Christ spontan. “Dan dia ada disini! Dia butuh seseorang buat nyelemetin keluarganya yang mungkin terancam nyawanya disini.” Jelas Christ santai tapi tegang. Justin menelan ludah.

“Yang satu lagi makin parah, Christ..” ucap Justin mengingat bahwa dirinya tak hanya di hantui oleh YN palsu.

“Apaan? Sekarang mirip siapa?”

“ELO!!” gertak Justin. Christ tersentak.

“Gue?” tanyanya tak percaya.

“Yap! Dan dia bilang hal yang sama ke gue. Bedanya dia minta di kuburin gitu. Makin seremnya, mukanya dan tubuhnya hancur. Matanya bolong dan semuanya berlumuran darah. Dia abis kaya di bunuh!” terang Justin.

“Itu dia!! Itu dia, Just!!” Christ tiba-tiba memekik.

“Itu apaa?”

“Itu jawabannya!! Hantu itu dibunuh! Disini! Se keluarga! Dan mereka minta siapapun yang datang kesini buat selametin mereka-mereka yang udah di bunuh disini!” aku Christ seolah-olah sedang memecahkan teka-teki.

“Oh my god! Jadi kita bakal jadi mangsa pembunuhan selanjutnya?!” tanya Justin tertahan.
Christ dengan terpaksa menganggukkan kepalanya. Mereka berdua tegang.

“Lalu apa yang harus kita lakuin??” desak Justin panik.

“Ini bukan kesalahan gue! Lo dan mereka semua harusnya nurut sama gue buat nggak nginep disini sebelum kita check in. Gue udah punye Firasat, Just!” sanggah Christ emosi.

“Oke-oke Calm down please.. gue tau ini semua salah gue. Liburan kita kacau karena gue. Tapi please.. lo nggak mau mati konyol gara-gara hal gaje ini kan?” Christ menggeleng.

“Itu dia! Kita harus kerja sama buat terka semua misteri yang ada di rumah ini. Gue yakin hantu-hantu itu bakal nolong kita kalo kita juga nolong mereka. gimana?” ujar Justin.

“Gue sih no prolem.. mereka gimana?” Christ melirik ke 3 remaja yang sedang asyik mengobrol di sudut meja makan.

“Kita jelasin ke mereka pelan-pelan. Gue yakin mereka bakal ngerti kok.” Justin menghembuskan nafas berat seakan tak percaya liburannya yang di ramalkan akan menyenangkan akan berujung hal misteri seperti ini.

***

~YN P.O.V`~


“WHAT?? Apa apaan lo Just? Kalo gini caranya gue mau pulang aja, SEKARANG! Dari pada gue di hantui sama setan-setan disini.” Aku menggertak Justin yang baru saja menjelaskan kejadian janggal yang baru saja di alaminya.

“YN, please.. lo kan yang punya ide buat nginep disini..” rengek Justin.

“Tapi gue nggak mau kalo urusannya begini! Lo tau kan gue takut sama yang begituan?” bentakku lagi.

“Iya, Just.. gue juga takut..” Timpal Caity.

“Guys, c’mon.. jangan egois! Kalo kalian mau selamat, kalian bantu gue!” Justin kembali berkoar-koar. Aku mendengus kesal. Kenapa cowok yang ku cintai tak sedikitpun mengerti bahwa aku takut?! Oh, maybe i’m fool. Yeah.. Justin kan tidak tau kalau aku mencintainya. Akupun tidak pernah sedikitpun berharap dia akan membalas endapan perasaanku ini.

“Tapi kita bisa apa?!” Chaz kini mulai ikutan serius.

“Kita cari tau semua hal yang ada disini. Kalau niat kita baik, secara nggak langsung hantu-hantu itu pasti akan bantu kita. Dia akan ngasih kita petunjuk-petunjuk.” Jelas Justin dengan sesekali melirik kearahku yang masih kesal.

“YN, apa lo ngerti?” tanya Justin kepadaku.

“Gue nggak tau ya, Just. Tapi gue hargain setiap jengkal usaha lo buat selametin kita semua. Gue setuju, tapi gue nggak mau sendirian!” jawabku tegas. Justin mengangguk di selingi senyum manisnya.

“Fine! Don’t worry, YN.. gue akan selalu ada disisi lo.” Ujar Justin spontan. Aku tersentak dan seketika Justin pun membungkam mulutnya.

“Sorry..” bisiknya pelan. Aku mengangguk sebagai tanda ‘tak apa-apa’ meskipun dalam hati aku berharap dan selalu berharap itu benar-benar terjadi.

“Yaudah bagi tim aja..” Christ kini mengambil alih pembicaraan.

“Okey.. Gue sama YN satu tim, Chaz, Christ, sama Caity jadi team ke 2. Deal?” ujar Justin.
“Deal!” seru ke 4 remaja lainnya bersamaan. Aku pun mendesah berat. Hanya hatiku yang mampu berdo’a semoga Tuhan melindungi setiap perilaku kita.
TBC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar