Author : R. Eka Putri
Genre : Horror
Cast :
• Justin Drew Bieber as Himself
• Your Name (YN)
• Caitlin Beadles as Caity
• Christian Beadles as Christ
• Chaz Somers as Himself
• And Many More
***
Christ
tergopoh-gopoh berlari. Langkahnya terseok-seok tiap kali dia berusaha menambah
kecepatan larinya sambil sesekali kepalanya menengok ke belakang berharap
makhluk mengerikan yang berusan menyeret Justin.
‘Hah hah hah’ nafas Christ menderu secepat jantungnya berpacu. Entah kemana
Christ berlari, tapi yang jelas kini Christ tiba di sebuah tanah lapang di
belakang rumah itu. Tanah lapang itu gelap dan dekat dengan hutan. Mungkin
hutan di mana mobil Justin mogok.
“Siapkan peralatan!!” tiba-tiba samar-samar Christ mendengar seseorang
berkomando dari arah yang tak jauh dari tempatnya terengah-engah. Dia menoleh
dan mendapati sebuah kerumunan orang sedang melakukan sesuatu di atap rumah
itu. Mata Christ memicing untuk melihat apa yang sedang mereka lakukan dari
kejauhan. Kini tubuhnya mengendap-endap mencari tahu.
“Sayat yang ini dulu lalu ambil lagi stok di gudang!! Cepat waktu kita tak
banyak! Setelah ini kita habisi ke-5 anak yang ada di dalam.” laki-laki yang sama
kembali berkomando. Christ tersentak dengan kata 5 anak.
“ Apa itu aku, Chaz, Justin, Caity, dan YN?” tanya Christ dalam hati. “Tempat
macam apa ini!!”
Christ murka dan mulai mencari tahu lebih dalam. Di temukannya tangga menuju
atap dan dengan perlahan dia pun menaikinya.
Saru persatu tangga berkarat itu di pijaknya secara perlahan. Kini ia sampai!
Matanya mampu melihat seluruh sisi dengan jelas dan itu membuatnya terbelalak
selebar-lebarnya. Bagaimana tidak? Kejadian keji terjadi di hadapan matanya sekarang.
Berpuluh-puluh mayat manusia di seset, di sayat, dan di potong menjadi beberapa
bagian-bagian kecil. Kepalanya di penggal dengan naas, tangan kakinya di potong
tanpa perasaan. Darah mengalir ke segala arah dan itu membuat perut Christ
teraduk-aduk rasanya.
Belum berhenti sampai disitu, beberapa orang datang lagi dengan membawa puluhan
mayat-mayat kaku. ‘Dimana mereka menyimpannya?’ batin Christ tak mengerti.
Kepalanya juga tak berhenti menggeleng melihat mayat yang baru datang dengan
keadaan utuh dalam waktu sekejap telah bernasib sama dengan sesuatu yang masuk
ke dalam plastik hitam di samping pemotong. Bedanya, mayat yang baru datang tak
mengeluarkan darah segar seperti sebelumnya. Mungkin darahnya sudah membeku
karena terlalu lama di simpan.
“Ya Tuhan, lindungi kakak dan sahabat-sahabatku..” Do’a Christ dalam hati.
Angannya terlalu sulit jika harus membayangkan kalau kakak dan sahabat barunya
menjadi korban dari manusia-manusia tak ber adab itu. Lebih tak ber adab lagi,
daging-daging manusia yang baru saja masuk ke dalam kantong plastik hitam kini
di asapi dan di masak menjadi berbagai hidangan makanan lalu mereka santap
dengan lahap. Parahnya, itu adalah makanan yang di hidangkan untuk Christ dkk
waktu makan malam itu. Ya, makanan yang Pak Darma bilang bahwa itu daging sapi
yang di asapi. Bisa di bayangkan betapa menjijikannya itu?
“Astaga.. untung gue nggak makan! Semoga Chaz dan yang lainnya juga enggak.”
Desah Christ pelan mengingat bahwa Chaz waktu itu sangat terobsesi sekali untuk
memakan hidangan itu. Jika mereka sampai makan, gelar Cannibal seperti para
pembunuh itu kini sudah melekat dalam tubuhnya.
“Tuan?” seseorang tiba-tiba menyentuh kaki Christ dan itu cukup membuatnya
kaget dan hampir terpeleset. Christ menoleh ke bawah dan mendapati Pak Darma
sudah berdiri di sana dengan wajah teduhnya. Christ mengisyaratkan untuk diam
dan perlahan turun dari tangga.
“Pak Darma?” pekik Christ. Pak Darma mengangguk sambil menyunggingkan senyum
kecil.
“Iya, ini saya..” sahutnya sopan.
“Baguslah anda di sini! Ada banyak hal yang mau saya tanyakan tentang semua
keanehan ini! Bisa anda katakan pada saya sebelum saya benar-benar gila?!”
gertak Christ berbisik. Pak Darma mengangguk setuju. Syukurlah!
“Mari, ikut saya.. saya akan ungkap semuanya.” Ujar Pak Darma. Christ tak
menjawab dan langsung membuntut di belakang Pak Darma.
“Silahkan duduk..” Pak Darma mempersilahkan Christ duduk di sebuah kursi kecil
yang sederhana. Mata Christ memutar ke segala arah melihat rumah yang baru saja
dia masuki. Ya, Pak Darma mengajaknya masuk jauh menuju dalam hutan menuju
rumah gubuk tua dimana kini Christ dan Pak Darma sedang ada di dalamnya.Pak
Darma menyalakan lampu dan bisa ku lihat Chaz dan Caity –kakak Christ- sedang
duduk di hadapan Christ dengan mata tertutup.
“OMG, CHAZ, CAITY!!” jeritku girang. Entah, betapa bahagianya Christ menemukan
mereka yang di kabarkan sudah terbunuh.
“Christ, apa itu elo?” pekik Caity tak kalah girang.
“Oh, dude! Syukurlah lo selamat!” ujar Chaz menimpali. Pak Darma pun membuka
ikatan mata Chaz dan Caity sehingga mereka bisa melihat Christ dengan jelas.
“Ini gueee!!!” Christ memekik dan tanpa pikir panjang lagi mereka bertiga
berpelukan erat sekali. Malahan Caity sempat menangis saking rindunya dia pada
Christ.
“Terimakasih tuhan, kau temukan kami kembali dalam keadaan utuh..” Isak Caity.
Christ dan Chaz hanya memandang Caity haru dan kemudian kembali berpelukan.
“Ehem! Saya ikut senang kalian sudah berkumpul.” Suara Pak Darma mengingatkan
mereka bahwa dirinya masih ada disitu. Spontan, mereka bertiga pun melepaskan
peluk haru nya.
“Maaf pak, saya kebawa suasana.” Sahut Christ.
“Nggak papa. Ayo, duduk lagi. Ada banyak hal yang ingin saya ungkapkan pada
kalian. Sebelumnya, saya tidak pernah mengatakan ini pada penginap rumah itu
yang dulu-dulu. Tapi entah mengapa, pada kalian saya sangat ingin sekali
berbagi hal ini. Mungkin karena kalian anak yang cerdas, kompak, dan orang yang
di tunjuk almarhumah anak saya untuk menyelamatkan orang-orang yang mati
terbunuh di sana.” pak Darma memulai ceritanya.
“Baiklah, tapi sebelumnya.. bisakah anda ceritakan gimana saya dan Caity berada
disini? Apa anda yang menculik kami?” tanya Chaz memotong.
“Iya, saya yang melakukannya. Maaf ya? Saya Cuma pengen nyelametin kalian kok.
Orang-orang di atap itu menyuruh saya membawa Chaz dan Caity ke sana untuk di
mutilasi terlebih dahulu. Namun seperti yang saya katakan tadi, saya terpaksa
menculik kalian demi keselamatan karena kalian adalah orang yang di tunjuk oleh
almarhumah anak saya untuk menyelamatkan arwah – arwah di sana.” jawab Pak
Darma serius. Chaz dan Caity manggut-manggut.
“Okey.. yang jelas bapak nggak seperti pembunuh itu kan?” tanya Christ
memastikan.
“Tidak.. tenang saja. Saya Cuma menjadi penunggu saja. Urusan itu mereka yang
melaksanakan. Saya masih takut dosa. Terlebih luka di hati saya akan dendam
pada mereka masih tersimpan karena anak perempuan saya satu-satunya ikut
menjadi korban.” Ujar Pak Darma.
“Bagaimana bisa? Siapa sebenarnya mereka? kenapa nggak ada yang ngeberhentiin
mereka?” Caity mulai angkat bicara. Pak Darma mendesah pelan.
“Jadi begini...........”
Flashback ON~ Pak Darma P.O.V
Jauh 20 tahun yang lalu, saat kami – keluargaku - baru selesai membangun rumah
itu, segerombolan orang datang untuk menginap beberapa hari. Awalnya aku menolak
dengan alasan rumah itu hanyalah untuk menyimpan barang-barang antik milik
perusahaan di mana aku bekerja. Namun orang-orang itu memohon dan berjanji akan
membayar ku dengan biaya besar jika aku mengijinkan mereka menginap barang 3
hari atau lebih. Yaa.. saat itu keluarga kami sangat membutuhkan uang untuk
biaya sekolah Gabriel –anakku- dan renovasi rumah ini. Alhasil saya dan istri
pun menyetujuinya. Toh, mereka menginap tak akan lama. Tak akan ada hal yang
akan membuatku di pecat dari pekerjaanku.
Itu benar. Hari pertama dan kedua mereka sangat baik, dan ramah. Aku dan
istriku pun memberikannya ijin lagi pada mereka untuk tinggal lebih lama karena
mereka ku percaya bukan orang jahat. Namun, entah mengapa di minggu ke 2 mereka
menetap, keanehan mulai terasa. Benda-benda tajam seperti pedang, pisau,
gergaji mesin, dan silet banyak tergeletak di meja rumah. Aku menegur dan
bertanya pada mereka untuk apa semua benda itu.
“Itu bukan urusanmu!” bentak salah satu dari mereka kepadaku. Sejak saat itu
aku berhenti bertanya pada mereka.
Selang waktu berjalan, aku dan anakku datang memberitahukan bahwa waktu mereka
tinggal sudah habis. Uang yang mereka gunakan untuk membayar penginapan juga
sudah tidak cukup jika digunakan untuk menginap lagi. Terlebih, semua kebutuhan
pangannya istriku yang memenuhi. Uang dari mana jika mereka tidak membayar
lagi? Untuk memberi makan 3 orang keluargaku saja uang kami tak cukup, apalagi
untuk memberi makan orang sejumlah lebih dari 10? Mustahil!
“Kau berani memalak kami sekarang, hah?” seseorang bertubuh kekar membentakku
sambil mendorong bahuku yang ringkih hingga aku tersungkur.
“Ayah!!” Gabriel memekik dan membantuku berdiri.
“Tidak apa-apa sayang..” ujarku pelan.
“Ayah, ayo kita pergi! Manusia jahanam ini tidak pantas di layani lagi!” gertak
putriku geram pada mereka. aku pun mengangguk dan kami beranjak. Namun,
naasnya.. ketika kami akan melangkah, pria bertubuh kekar itu menarik putriku
dengan kasar. Menyeret kakinya hingga tersungkur dan memperkosanya. Aku
berusaha menyelamatkannya, tapi orang-orang yang menahanku terlalu banyak
sehingga aku sulit bergerak.
“Ayaaahhh tolooongg!!”suara itu terdengar memekik. Hatiku sakit malihat putriku
di perlakukan seperi wanita jalang. Aku terus meronta, tapi aku tak bisa.
“Ambil gergajinya!!” seseorang dari mereka berkomando dan seseorang lagi
melasanakan perintahnya. Pria yang mencengkeram tubuh putriku itu kini memegang
gergaji mesin itu. Menyalakannya dan mengarahkannya ke tubuh mungil putriku.
“TIDAAAAAKKKKK!!!!” aku berteriak, meronta, dan menangis melihat tubuh putriku
terbelah. Ya tuhan.. sangat mengerikan. Tak sampai disitu, mereka mencolok
putriku dengan pisau, memotong tubuhnya di hadapanku dan mereka memakannya
dengan lahap secara mentah-mentah!
“Puas kau hah? Ini akibatnya jika kau tidak bisa melayani kami!” seru seseorang
dari mereka sambil mengunyah daging berlumuran darah itu di hadapanku. Aku
masih sesenggukan, tapi batinku menyimpan dendam pada mereka.
Beberapa bulan setelah kejadian itu, istriku menderita stress. Pikirannya tak
sehat lagi sejak dia tahu putri kesayangannya mati dengan cara yang tidak
wajar. Aku frustasi. Sudah berbagai cara aku lakukan untuk membuatnya kembali
seperti dulu. Tapi percuma. Istriku menyayat nadinya sendiri dengan pisau tanpa
sepengetahuanku. Tubuhnya ku temukan kaku di kursi ruang tamu. Aku histeris.
Tak percaya istriku ikut pergi meninggalkan ku menyusul Gabriel. Hidup yang
kelam. Aku pun menguburkannya tepat di belakang rumah itu. saat aku
merindukannya, aku akan kesana dan menangis karena tak kuat menjalani hidup.
Kadang, sering aku berfikir untuk menyusul istri dan anakku, namun arwah mereka
yang masih sering muncul di hadapanku membuatku tetap hidup agar aku bisa
mencari seseorang untuk menenangkan mereka di alam sana.
Setahun setelah kepergian istriku, masyarakat sekitar menjadi tak terima dengan
penginap di rumah itu. mereka berdemo dan menginginkan mereka semua keluar dari
desa ini. Tapi nasib ternyata kembali berada di pihak buruk. Ratusan warga
tewas mengenaskan seperti putriku. Semuanya mati kecuali aku! maka untuk
meninggalkan jejak pembunuhan disini, mereka mnghancurkan rumah-rumah yang ada
menjadi hutan yang sekarang ku tinggali.
Flashback OFF ~
Christ, Chaz, dan Caity begitu terharu. Tak habis pikir, Pak Darma yang
hidupnya dulu bahagia kini menjadi setragis ini.
“Lalu, bagaimana cara kami menyelamatkan arwah – arwah itu?” Christ mulai
mengajukan pertanyaan.
“Ada 1 tempat dimana mereka menyimpan mayat-mayat. Yaitu di gudang bawah tanah.
Gudang itu hanya di jaga 1 orang dengan gergaji mesinnya. Untuk menyelamatkan
arwah-arwah mereka, kalian hanya harus menguburkan mereka semua dengan layak di
belakang rumah ini. Tepat dimana istriku beristirahat.” Ujar pak Darma.
“Masalahnya, semudah apa kita masuk ke sana?” pekik Caity.
“semudah kalian menuju rumah ini sebelumnya. Mudah, namun banyak halangannya.”
Sahut pak Darma.
“Kami akan coba, asal bapak bersedia membantu.” Pekik Chaz.
“Saya bersedia!!” ucap Pak Darma. Christ, Caity, dan Chaz pun mengangguk lalu
mulai menyusun strategi untuk menemukan jalan keluar dari semua masalah ini.
***
~YN P.O.V~
“Turunin gue, Just. Gue tau lo juga lagi nggak sehat.” Pintaku pada Justin yang
masih menggendongku. Kami masih terjebak dalam rumah itu tanpa tahu dimana
Christ, Chaz, dan Caity berada. Hanya ada aku dan Justin.
“Oke, kita sembunyi disini dulu, biar gue berusaha cari bantuan.” Ucap Justin
sambil menurunkanku. Kami berada di sebuah tempat remang-remang sekarang. Entah
apa lagi yang akan terjadi selanjutnya, aku hanya berharap kita semua baik-baik
saja.
“Sebenernya apa yang terjadi? Kenapa kaki lo penuh sama luka cakaran?” tanyaku
penasaran sambil sesekali melihat-lihat kaki Justin yang terluka.
“Nggak papa, kok. Lo sendiri gimana ceritanya?” tanya Justin balik.
“Entahlah, just. Semuanya cepet banget! Cait sama Christ nggak ada di kamar
juga..” jelasku.
“Chaz juga hilang entah kemana.” Desah Justin. Raut wajahnya terlihat pupus.
“Udah lah, Just.. kita akan cari mereka sama-sama.” Aku mengeus-elus pundaknya
agar dia sedikit tenang.
“Ini semua salah gue. Ini salah gue!!” gertak Justin geram. Di remasnya
rambutnya dengan kasar.
“Sssst... jangan ngomong gitu. Nggak ada yang salah dalam kejadian ini.
Semuanya serba kebetulan!” bantahku. Justin memandangku dalam. Di rengkuhnya
tubuhku tiba-tiba.
“Thanks, YN.. Gue Cuma punya elo sekarang. Plis jangan tinggalin gue..”ucapnya
lirih. Aku tersenyum dalam peluknya.
“Gue janji, Justin.. gue akan selalu ada buat lo apapun yang terjadi..”
Justinpun melepas pelukannya dan menyunggingkan senyumnya meski ku tahu itu
bukan dirinya yang sesungguhnya. Dirinya yang sesungguhnya kini sedang
tertekan.
“Thanks, YN..” ucapnya. Aku mengangguk dan entah mengapa kini aku merasa nyaman
bersama Justin. Ku sandarkan kepalaku di bahu kekarnya dan mulai memejamkan
mata. Aku lelah hingga aku tak berdalih lagi dengan kata ‘tidur’
***
Justin Drew Bieber P.O.V ~
Aku mendesah berat. Ku sandarkan kepalaku di tembok belakang yang kini
menyangga tubuhku. Senyum kecilku muncul begitu ku lihat gadis yang ku cintai
tidur di bahuku. Dia pasti sangat lelah dan kesakitan. Sekujur tubuhnya memar
dan itu membuatku tergerak untuk menyentuhnya perlahan.
“Aww..” pekiknya terbangun. Aku ikut tersentak.
“Maaf.. Gue nggak bermaksu buat bikin lo bangun.” Kataku. Sungguh, aku memang
menyesal.
“Nggak papa, Justin.” dia tersenyum. “Nggak seharusnya gue tidur di saat
genting seperti ini.” Katanya lagi. Aku menggeleng cepat.
“Umm.. enggak enggak! Maksudku, mmm... gue sebenernya Cuma pengen pindahin
kepala lo di paha gue.” Ucapku tergagap. Oh, Shit aku salting lagi. Kebohongan
ini tidak masuk akal! Bagaimana bisa aku beralasan memindahkan kepalanya jika
tadi yang ku pegang itu tangannya ?!
“Apa? Ke paha lo?” tanya YN tak mengerti.
Aku mengangguk dan berharap dia tak
curiga.
“Iya.. sini.. gue tau lo capek, YN.” Ujarku sambil menepuk-nepuk pahaku. YN
terkekeh.
“Baiklah jika itu maumu, Justin..” YN pun menidurkan kepalanya di pahaku.
Perlahan matanya mulai terpejam dan itu membuatku cukup lega. Paling tidak, dia
tak curiga dengan alasan konyolku.
***
1 Jam berlalu semenjak YN tidur di pangkuanku. Mataku tetap terjaga untuk
mengawasi keadaan sekitar. Namun tiba-tiba ‘Kreeeekkk!’
“Suara apa itu?” tanyaku pada diriku sendiri.
‘Kreeeeeekkkkk!’ suara itu kembali terdengar. Seperti suara retakan. Tapi dari
mana?!
‘Kreeeeeeekkkkkkk!!’ suara itu makin jelas. Aku mendangakkan kepalaku dan bisa
ku lihat atap yang ada di atasku sedang mengalami retakan. Puing-puing nya
perlahan jatuh tepat di tubuh YN dan itu membuatnya kembali terjaga.
“Apa itu, Justin?” tanya YN parau.
Aku menggeleng sambil tetap mengadah ke atas. YN mengikuti pandanganku dan
betapa terkejutnya dia melihat atap di atas kami hampir jatuh.
“Justin kita harus pergi!!” pekiknya. Aku menggeleng.
“Tunggu! Ada sesuatu di atas sana yang membuat atap itu rapuh.”
“Iya, gue tau! Tapi ini bukan saatnya untuk meneliti. Kita bisa terluka jika
atap itu benar-benar roboh!” gertaknya.
“Baiklah, Nona..” aku pun beranjak dan membantunya berdiri. Namun tiba-tiba …..
‘BRAAAAKKKK!!!’ atap itu terlanjur roboh dan sesuatu jatuh tepat di hadapan
kami. Sesuatu yang sangat mengerikan!
“Aaaaaaaa!!!” YN berteriak histeris begitu tahu sesuatu yang mengerikan itu
jatuh tepat di hadapannya. Tangisnya pecah. Aku rasa dia syok.
“YN, tenanglah.. itu hanya.. mayat!” ucapku tertahan. Nafasku tercekat.
“Justin, bawa gue keluar!!” YN meronta di pelukanku. Aku mengangguk dan
perlahan mulai berjalan melangkahi mayat itu. sembari melangkah, aku perlahan
memperhatikan wajah mayat itu dengan seksama. Aku miris. Wajahnya hancur,
mulutnya terbuka, matanya juga sudah kosong dan darah melumuri semua tubuhnya.
Hampir mirip seperti hantu yang hampir membunuhku waktu itu. Tapi yang menjadi
pertanyaanku sekarang, tempat apa sebenarnnya ini?! Ada mayat, hantu
mengerikan, dan penculikan?! Aku samasekali tak mengerti. Pikiranku mulai
negatif tentang Chaz, Christ, dan Caity. Apa mereka masih hidup?! Ya Tuhan..
lagi-lagi aku berfikir bodoh! Harusnya aku mendo’akan mereka agar selamat,
bukan berfikir seperti ini.
Tapi apapun yang terjadi, aku akan berusaha menyelamatkan mereka semua. HARUS!
***
“Apa tidak sebaiknya kita cari Justin dan YN dulu?” Caity bertanya dalam derap
langkahnya yang memburu.
“Gue yakin mereka masih di dalam rumah itu.” sahut Chaz.
“Itu benar dan mereka tidak akan bisa selamat jika mereka belum keluar dari
sana. Para pembunuh itu mengunci semua sisi dan menjaganya dengan ketat sampai
mereka terbunuh.” Jelas Pak Darma.
“Lalu bagaimana?!” pekik Chaz.
“Apa tidak ada celah untuk masuk?!” tanya Caity.
“Ada! Pintu tempat gue keluar tadi nggak di jaga. Kita bisa lewat sana.” ujar
Christ. Semuanya mengangguk dan mulai bergegas menuju jalan yang di arahkan
Christ.
‘Ngeeeeekkkkk..’ pintu berkarat itu terbuka di tangan Christ dan dengan sekejap
mereka pun tiba di lorong bawah tanah.
“Lalu dimana Justin?” tanya Caity.
“Sabar kenapa sih, Cait? Kita juga lagi usaha!” sahut Chaz sebal.
“Trus kenapa kalo gue nyariin Justin mulu? Wajar kalo gue khawatir. Dia kan
mantan gue.” Sentak Caity ikut sebal.
“Tapi bukan berarti lo bisa selalu care sama dia. Dia kan Cuma mantan lo!”
gertak Chaz.
“Halah, bilang aja kalo lo cemburu!”
“Kalo iya kenapa, hah?!”
Seketika Caity diam.
“Ssstt!! Mas, mbak.. ributnya ntaran kalo masalahnya udah beres bisa nggak?
Jangan nambah-nambahin dong. Gue udah pusing mikir Justin sama YN, jangan bikin
gue tambah pusing, please!!” Christ kini ikutan emosi.
Pak Darma yang geli melihat tingkah ke-3 anak muda itu hanya bisa menggeleng
sambil senyum-senyum.
“Andai saja anakku masih hidup, dia pasti akan merasakan namanya masa remaja
seperti kalian..”ucap Pak Darma dalam hati.
“Bawel lo!” sentak Caity emosi.
“Sudah-sudah.. emosinya di redam dulu. Di tempat gelap seperti ini jangan ada
yang bertengkar.” Ucap Pak Darma bijak. Sontak Chaz dan Caity diam dan mereka
pun melanjutkan misinya mencari Justin.
Sementara itu..
Justin dan kamu berjalan terseok-seok menuju jalan lorong yang gelap. Kamu
masih erat memegang baju Justin dalam pelukannya. Tubuhmu gemetar.
“YN, lo nggak papa? Kita istrahat dulu gimana?” tanya Justin lembut. Kamu
menggeleng.
“Enggak, Just.. gue nggak mau di rumah ini lagi. Gue mau pulang!” ucapmu
sambil terisak. Justin mengangguk dan lebih merapatkan tubuhnya. Tangannya yang
kekar mengusap rambutmu perlahan.
“Iya, gue ngerti.. gue juga pengen banget pulang. Tapi kita nggak semudah itu ngewujud’innya..”
ujar Justin. Kamu makin terisak di pelukan Justin.
Tiba-tiba sesorot cahaya dari arah kejauhan membuat Justin dan kamu menyipitkan
mata.
“Just, itu siapa?” tanyamu pelan.Justin menggeleng. Hanya pelukannya yang makin
erat untuk berwaspada.
“Hei, apa itu Justin?” pekik seseorang dari arah Cahaya.
“Mana?”
“Itu...”
Merekapun berlari menuju Justin dan kamu.
“Chaz, Christ, Caity!!” seru Justin riang. Di peluknya mereka satu persatu
dengan penuh haru dan bahagia.
“Bagaimana bisa?!” pekik Justin lagi.
“Entahlah, feeling mungkin. Gue sengaja balik lagi kerumah ini Cuma buat
nyariin lo. Gue takut lo udah jadi daging asap kaya yang di atap sana.” jelas
Christ terkekeh.
“Daging asap?” tanyamu tak mengerti. Tapi bukannya di jawab, Chaz, Christ, dan Caity
malah memandang kamu dan Justin bergantian dengan tatapan penuh selidik.
“Apa kalian.. pacaran?!” tanya Chaz tiba-tiba. Justin melirik kamu yang masih
ada di rangkulannya. Sontak kalianpun melepaskan diri dari pelukan.
“Oh.. maaf, ini bukan seperti yang kalian bayangkan. Gue Cuma –”
“Kalo pacaran beneran juga nggak papa kok...” timpal Caity memotong penjelasan
Justin. “Iya kan, Chaz?” matanya kini melirik Chaz yang ada di sampingnya.
“Ohehe... ii.iya!” sahut Chaz meng iyakan. Lalu mereka semua tertawa.
~
“Oh iya, sampe mana tadi? Gue masih nggak ngerti sama kejanggalan di rumah
ini.” Ucap Justin.
“Banyak banget hal yang nggak beres disini.. ternyata rumah ini adalah rumah
para Canibal!”jelas Caity semangat.
“Wait, bisa kita duduk dan jelaskan semuanya disini?” pinta mu. Semuanya pun
setuju dan sedikit demi sedikit penjelasan pun terlontar. Semuanya ternyata
berhubungan. Mayat yang tadi jatuh rupanya juga bagian dari aksi Cannibal
karena semua kegiatan menjijikan itu berlangsung di atap rumah itu. ke 5 remaja
itu sekaligus Pak Darma menyusun strategi baru. Mereka membagi tim menjadi 2.
Chaz, YN, dan Justin bagian mengamankan senjata para pembunuh agar mereka tidak
ada yang terbunuh. Sedangkan Pak Darma, Christ, dan Caity bagian mencari para
mayat dan menguburkannya. Mereka sepakat untuk bertemu di tempat mereka
berunding sekarang jika semua rencana sudah selesai di jalankan. Setelah itu
mereka akan berusaha mencari bantuan ke luar daerah.
TBC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar